28 C
Jakarta

Menumbuhkan Karakter SDM Bank Syariah yang Islami

Artikel Trending

KhazanahEkonomi SyariahMenumbuhkan Karakter SDM Bank Syariah yang Islami
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menjadi karyawan di Bank Syariah merupakan sebuah keputusan yang harus diambil dengan penuh kesadaran dan penuh tanggung jawab. Karena keputusan menjadi karyawan di Bank Syariah, akan menjadikan dirinya sebagai SDM Bank Syariah yang berbeda dengan SDM Bank Konvensional ataupun SDM perusahaan lain yang tak menerapkan prinsip syariah. Perbedaan tersebut akan menjadi karakter yang terus melekat dalam diri seorang SDM Bank Syariah—baik kala dirinya berada di kantor, di rumah, ataupun dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, yaitu adanya karakter “islami”.

Karakter islami ini akan melekat terus dalam diri setiap SDM Bank Syariah, sebagai pembeda dengan SDM institusi bisnis lainnya. Bila SDM istitusi bisnis lainnya selepas bekerja boleh nongkrong ke tempat-tempat hiburan malam, tentu saja SDM Bank Syariah tidak diperkenankan untuk nongkrong di tempat hiburan malam walaupun di luar jam kerja. Mengapa? Karena SDM Bank Syariah harus berkarakter islami, maka dirinya harus menerapkan nilai-nilai keislaman selama 24 jam—baik kala berada di kantor, di rumah, ataupun dalam kehidupan bermasyarakat.

SDM dan Pembelajaran Islam yang Produktif

Muhammad Yaumi (2014: 7) mencoba mengartikan karakter sebagai moralitas, kebenaran, kebaikan, kekuatan, dan sikap seseorang yang ditunjukkan kepada orang lain. Sedangkan islami yang berasal dari kata Islam, coba diartikan oleh Muhammad Syafi’i Antonio (2016: 4) sebagai sebuah ajaran yang memiliki tujuan suci dengan diberi petunjuk melalui Rasul-Nya yang dibutuhkan oleh manusia—petunjuk tersebut terdiri dari akidah, akhlak, dan syariah.

Dengan demikian, bila kata karakter dan islami disatukan, maka menjadi “karakter islami”. Bila mengacu pada pengertian di atas, maka karakter islami merupakan sebuah sikap yang terdiri dari moralitas, kebenaran, kebaikan, kekuatan, dan sikap seseorang kepada orang lain berlandaskan nilai-nilai yang bersumber dari ajaran Islam, yaitu akidah, akhlak, dan syariah. Nilai-nilai tersebut menjadi prinsip hidup yang mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari bangun tidur di pagi hari hingga tidur kembali di malam hari.

Sementara, untuk menumbuhkan karakter Islami dalam diri SDM Bank Syariah, tentu saja tidak dapat dipisahkan terhadap sumber ajaran Islam itu sendiri. Artinya, bila Bank Sariah menginginkan karyawannya memiliki karakter islami, maka perusahaan harus mampu memfasilitasi para karyawan untuk belajar Islam secara komprehensif—yang dimulai dengan memahami dasar-dasar ajaran Islam. Hal tersebut sebagai salah satu cara untuk mengenalkan dan menstimulus setiap karyawan yang ada di Bank Syariah, agar mau mendalami Islam secara kaffah.

Apalagi, bila hal tersebut dikaitkan terhadap perbedaan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh setiap karyawan, tentunya hal tersebut sangat membantu. Mungkin saja, ada karyawan yang memiliki latar belakang pendidikan di pondok pesantren, perguruan tinggi islam, perguruan tinggi umum, atau bahkan karyawan yang baru mengenal Islam setelah dirinya bergabung menjadi karyawan di Bank Syariah. Maka dari itu, adanya fasilitas pembelajaran dari perusahaan, akan mampu menstimulus setiap karyawan untuk belajar Islam.

Fasilitas yang diberikan oleh perusahaan misalnya, diselenggarakannya kegiatan kajian mingguan; membuka kursus-kursus dengan tema keilmuan tertentu seperti kursus fiqih ibadah, kursus fikih muamalah dasar, kursus baca al-quran, dan lain sebagainya; mengintegrasikan nilai-nilai keislaman terhadap kebijakan yang ada di perusahaan, seperti adanya kewajiban hafalan al-Qur’an untuk surat dan ayat tertentu bagi yang akan naik jabatan; dan lain sebagainya.

Selain fasilitas belajar, Bank Syariah sebagai perusahaan yang menjalankan aktivitas bisnisnya sesuai dengan prinsip syariah, harus mau memberikan apresiasi berupa reward kepada setiap karyawan yang memiliki prestasi di bidang keislaman. Misalnya, perusahaan memberikan reward berupa uang terhadap karyawan yang memiliki hafalan al-Qur’an dengan jumlah tertentu, memberikan reward kepada karyawan yang berhasil menulis buku-buku keislaman dengan jumlah uang tertentu, dan lain sebagainya.

Jika kondisi keuangan perusahaan memungkinkan, tak ada salahnya Bank Syariah memberikan beasiswa kepada karyawan-karyawan yang berprestasi untuk belajar Islam di perguruan tinggi islam ataupun di lembaga-lembaga kursus keislaman. Tentu saja, perusahaan harus memberikan target capaian bagi karyawan yang mendapatkan kesempatan tersebut. Target yang harus dicapai misalnya bisa menguasai percakapan berbahasa arab sehari-hari bagi yang mendapatkan beasiswa belajar bahasa, mampu membaca kitab kuning bagi karyawan yang mendaptkan beasiswa belajar gramatikal arab (nahwu dan shorrof), dan lain sebagainya.

Tentu saja, Bank Syariah sebagai lembaga yang berbadan hukum PT (Perseroan Terbatas) harus mampu menghitung dampak pembelajara keislaman yang diberikan berupa penyediaan fasilitas belajar, pemberian beasiswa belajar ilmu-ilmu keislaman, ataupun bentuk lainnya yang mengharuskan perusahaan mengeluarkan cost (biaya). Suka atau tidak suka, manajemen harus mempertanggung jawabkan hal tersebut kepada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), sebagai struktur tertinggi yang ada di Perusahaan.

Oleh karena itu, setiap fasilitas yang diberikan oleh perusahaan berkaitan dengan peningkatan pembelajaran Islam, harus mampu dikaitkan terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Artinya, setiap rupiah yang dikeluarkan sebagai cost (biaya) pengembangan pemahaman ajaran Islam kepada karyawan, harus dikaitkan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan. Dengan kata lain, semakin banyak fasilitas yang diberikan kepada karyawan untuk mengenal dan memperdalam ilmu keislaman, maka tingkat produktivitas karyawan harus semakin meningkat.

Dengan menggunakan konstruksi berpikir seperti hal tersebut, maka para pemegang saham di Bank Syariah akan mendukung sepenuh hati pengeluaran cost (biaya) untuk penyediaan fasilitas pengembangan pemahaman ajaran Islam di Bank Syariah. Bisa jadi, bentuk dukungan tersebut dengan meningkatkan cost (biaya) setiap tahunnya. Tentu saja harapan para pemegang saham ialah, dengan semakin meningkatnya pemahaman tentang ajaran Islam oleh karyawan sebagai SDM Bank Syariah, akan semakin meningkat produktivitas kinerja perusahaan setiap tahunnya.

Internalisasi Nilai-Nilai Islam

Salah satu cara mengaitkan antara cost (biaya) pengembangan pembelajaran Islam dengan peningkatan produktivitas ialah, bagaimana caranya agar ajaran Islam yang disampaikan kepada setiap SDM Bank Syariah mampu diinternalisasikan ke dalam aktivitas bisnis perusahaan. Tentu saja, melalui perilaku setiap individu di dalam perusahaan. Deddy Mulyadi (2015: 231) menyebut perilaku individu di dalam organisasi (perusahaan) sebagai bentuk interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi (perusahaan).

Artinya, bagaimana caranya antara karakter organisasi (perusahaan)—dalam hal ini adalah para pemegang saham dengan karakter individu (SDM Bank Syariah)—dalam hal ini adalah karyawan yang bekerja untuk Bank Syariah, mampu dipertemukan keinginannya. Keduanya harus sama-sama mengetehui apa yang diinginkan, sehingga dengan mengetahui keinginan keduanya, maka dapat diambil jalan tengah yang mampu mempertemukan antara keduanya. Dengan mengambil jalan tengah, aktivitas bisnis Bank Syariah sebagai sebuah perusahaan yang menjalankan bisnis sesuai dengan prinsip syariah akan berjalan dengan baik ke depannya.

Keinginan pemegang saham sangat sederhana, yaitu adanya peningkatan net profit margin setiap tahunnya. Sementara keinginan para karyawan juga sangat sederhana, yaitu keberadaan kompensasi yang selalu meningkat setiap tahunnya. Tentu saja, logikanya sangat sederhana, net profit margin akan meningkat bila tingkat produktivitas perusahaan meningkat. Demikian juga, kompensasi akan diizinkan untuk ditingkatkan oleh pemegang saham bila tingkat produktivitas meningkat.

Artinya, kata kunci dari kedua karakter, yaitu pemegang saham dan SDM Bank Syariah ialah adanya peningkatan produktivitas perusahaan. Bila tingkat produktivita perusahaan meningkat, secara otomatis net profit margin untuk pemegang saham dan kompensasi untuk karyawan akan sama-sama meningkat. Tetapi yang menjadi kendala ialah, terkadang pemegang saham tidak mengetehui keinginan karyawan. Pun sebaliknya, karyawan tidak memahami keinginan pemegang saham. Sehingga hal tersebut menyebabkan tidak bertemuanya keinginan dari keduanya, yang pada akhirnya produktivitas kinerja perusahaan tak meningkat.

Maka dari itu, dengan memberikan fasilitas pembelajaran Islam kepada SDM Bank Syariah, setidaknya akan menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan karakter SDM yang islami. Sementara, karakter SDM yang islami, akan dapat menjadi salah satu cara untuk mendorong dan meningkatkan produktivitas perusahaan. Karena dengan menumbuh-kembangkan karakter SDM yang islami, baik secara langsung ataupun tak langsung akan memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan produktivitas perusahaan.

Oleh: Hamli Syaifullah

Pengajar di Program Studi Manajemen Perbankan Syariah FAI-UMJ dan Mahasiswa Doktor Pengkajian Islam, Konsentrasi Perbankan dan Keuangan Syariah, SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru