32.9 C
Jakarta
Array

Menulis itu Dipraktikan, Bukan Cuma Diomongkan

Artikel Trending

Menulis itu Dipraktikan, Bukan Cuma Diomongkan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Di antara banyaknya buku yang berjajar di rak toko buku, selalu menyelinap judul yang mengulas tentang tips menulis. Topik soal cara jitu untuk menulis dan menjadi penulis terbilang tidak pernah hilang dari peredaran. Itu berarti peminat bahasan itu masih bejibun.

Lantas dari situ sebenarnya bisa ditangkap pesan bahwa masyarakat Indonesia belum kehilangan daya untuk terus menggelorakan semangat membaca dan menulis. Dunia literasi masih bakal terus menyala, tidak seperti yang selama ini dikhawatirkan. Apalagi, kini mulai bermunculan wajah-wajah penulis baru yang semakin menyemarakan khazanah pustaka Indonesia.

Dan semangat untuk menjadi penulis juga kian tumbuh di jiwa generasi muda. Tiap ada pelatihan yang menghadirkan penulis kenamaan, sudah hampir bisa dipastikan tiket bakal terjual habis. Penulis kondang seakan magnet yang mampu menggaet massa.

Tentunya, unsur yang bisa menarik pengunjung dengan hadirnya penulis dalam sebuah pelatihan adalah tips menulis yang bakal dibagikan nanti. Semua peserta yang datang telah siap melahap dan menyimak panduan dari para penulis.

Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan membeludaknya workshop kepenulisan dan larisnya buku-buku kepenulisan. Asalkan ilmu yang diperoleh bisa diterapkan para peserta dan pembaca. Sebab, menulis itu sebenarnya bukan perkara niat yang hanya diomongkan.

Percuma saja jika sering ikut workshop sana-sini, tapi hanya menguap saja jadi wacana untuk menulis. Batasan seorang penulis dan seorang yang bermimpi jadi penulis adalah konsistensi untuk terus menulis. Itulah yang mesti ditiru dan dipraktikan.

Penulis adalah seorang yang berani bangun dari mimpinya. Mereka berani mengawali langkah pertama, kendati harus melawan segala kekurangan. Yang penting adalah menulis. Tanpa itu, menulis hanya sekadar jadi omongan. Lebih baik, apa yang terkatakan dan terlintas di pikiran, langsung dituliskan.

Jika belum juga terlecut semangat untuk menulis, persering mengunjungi pameran yang mengupas kisah hidup para penulis legendaris. Beberapa waktu lalu di Jakarta, terselenggara pameran yang menampilkan kisah hidup Pramoedya Ananta Toer.

Dalam lorong sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan, terpajang bukti-bukti soal Pram yang tak bisa lepas dari menulis. Banner panjang yang tertempel di dinding menuliskan bagaimana keterbatasan bukan penghalang bagi Pram untuk menulis. Pram tetap mencurahkan pemikirannya lewat tulisan, meski hanya tersedia arang dan kertas semen.

Dan menulis itu soal kebiasaan. Dari pameran itu, kisah hidup Pram bisa memukau kita, yang masih memelajari menulis. Anak-anak Pram mengajarkan kita tentang menulis tidak harus soal isu yang serius. Dari surat-surat yang dikirimkan sang anak kepada Pram yang tengah diasingkan, terbaca tentang kegiatan harian khas anak-anak yang masih di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah.

Jadi pada dasarnya, kita bisa memulai menulis dengan apapun alat yang kita punya. Tidak harus ngotot ingin menulis pakai laptop besutan Apple. Kertas bekas sisa prin yang halaman belakangnya masih kosong, bisa dimanfaatkan untuk mencatat ide yang terbersit.

Lalu, jangan takuti diri dengan bayangan soal menulis harus bertopik berat. Tidak ada larangan yang mengatur soal apa yang mesti ditulis. Selama tidak melanggar undang-undang dan menyinggung SARA.

Tuliskan saja hal-hal yang ada di sekitar, jangan memaksa untuk menulis topik yang masih dirasa asing. Refleksi kegiatan harian menjadi contoh tulisan yang terlihat ringan tapi bisa jadi menarik, tergantung cara mengemasnya.

Untuk mengasah kemampuan dalam menulis kegiatan harian, selalu sediakan buku kecil dan pulpen. Supaya bila sewaktu-waktu misal ketika sedang di perjalanan tercetus ide, bisa ditampung. Kemudian ide tersebut lalu dilanjutkan menjadi tulisan utuh saat sudah tiba di tempat tujuan.

Kita juga bisa memanfaatkan gawai pintar yang selama ini tergenggam untuk menjadi media menulis di manapun, kapanpun, dan dengan siapapun. Apalagi sekarang banyak tersedia aplikasi mirip laman Microsoft Word yang mudah diakses lewat ponsel. Jadi tak ada alasan untuk menghentikan aktivitas menulis ketika lupa bawa laptop.

Lalu biasanya dalih yang dilontarkan saat buntu menulis adalah sulit memilih kata. Ini bisa diasah dengan rajin-rajin membaca. Dengan sendirinya, perbendaharaan kata makin melimpah. Catat setiap kata yang baru diketahui supaya kelak kita memadankan kata itu dalam rangkaian kalimat.

Saat menulis, jangan gusar dengan kesalahan struktur kalimat ataupun kata. Enyahkan dulu keraguan itu. Sebab jika keraguan tersebut terus diikuti, bisa-bisa malah tidak jadi menulis. Tuliskan dulu hingga tuntas. Baru hela napas panjang dan tinggalkan dulu tulisan itu. Jangan buru-buru untuk mengedit, diamkan saja dulu tulisan yang masih mentah itu.

Tidak ada ruginya kalau tulisan tersebut ditunjukkan ke orang terdekat. Mereka akan memosisikan diri sebagai pembaca. Dan biarkan tulisan kita dinikmati pembaca. Lantas, catat setiap komentar yang keluar dari mulut pembaca. Komentar itu bisa dijadikan masukan dalam proses penyuntingan kelak.

Ulangi terus tahapan itu. Dengan demikian, keahlian menulis jadi lebih terasah. Jangan lupa bersosialisasi dengan lingkungan pertemanan yang juga penulis. Itu satu dari sekian mantra ampuh yang makin menguatkan kita untuk konsisten menulis. Pada prinsipnya, menulis bukan bakat. Menulis itu soal kemauan dan ketangguhan menghadapi kemalasan.

Oleh: Shela Kusumaningtyasseorang yang gemar membaca, menulis, berenang, dan jalan-jalan. Menulis menjadi sarana saya untuk mengabadikan berbagai hal. Menulis juga melatih saya untuk mengerti arti konsistensi dan pantang menyerah.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru