29 C
Jakarta
Array

Menuju Peradaban Moderat via Organisasi Masyarakat

Artikel Trending

Menuju Peradaban Moderat via Organisasi Masyarakat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sejak awal tahun 2018, Kejadian intoleransi yang dilakukan oleh Masyarakat melonjak tinggi. Kejadian itu ada yang terorganisir dalam sebuah Organiasasi ada yang berupa mobilisasi Masa atau individu. Dan gerakan tersebut sudah membabi buta, tidak dapat kita hitung dengan jari. Melihat realitas ini, penulis merasa perlu langkah kongkret yang moderat untuk mengatasi intoleransi.

Sebagaimana yang dilansir oleh IDN TIMES, di bulan januari hingga februari saja, setidaknya ada 7 Kasus kekerasan yang berhubungan dengan Masyarakat dan Kepercayaannya, mulai dari penyerangan Pura di daerah Senduro, Lumajang, penyerangan Ulama di Lamongan, Perusakan Masjid di Tuban, hingga ancaman bom di Kelenteng Kwan Tee Koen Karawang.

Selain itu, Sentara Institut menyebutkan bahwa ada dua kasus penganiayaan secara brutal yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal. Misalnya kepada HR Purwoto, tokoh Ulama dan Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS). Hingga nyawanya tidak dapat diselamatkan dan kepada Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka Bandung, KH Umar Basri, salah seorang Ulama NU.

Membangun Peradaban Moderat

Menurut hemat penulis, Deretan kejadian inilah yang menimbulkan isu penyerangan orang gila kepada ulama di awal tahun 2018. Sehingga Ulama dan Masyarakat dibuat was-was akan terjadinya kasus penganiayaan kepada nya dan Ulama’nya. Dari situlah kejadian-kejadian lain menjadi viral sebab was-was akan rentetan kejadian intoleransi yang jauh hari telah terjadi.

Namun, yang menjadi pertanyaan besar adalah adakah peran Organisasi Masyarakat atau keagamaan dibalik kejadian-kejadian ini. Kita bukan menyebutkan bahwa rentetan ini merupakan sebuah kejadian yang terorganisir atau tidak. Tapi apakah dibalik rentenan kejadian itu, ada “faktor X”, baik itu secara positif maupun negatif.

maksud penulis adalah apakah kejadian ini dilandasi atas sikap dan cara berfikir dari Organisasi Masyarakat ataukah hanya berupa kejadian sparadis yang muncul begitu saja? tentu kita perlu mendalaminya.

Memang, jika kita tenggok kebelakang, kejadian intoleransi dan kekerasaan tidak ada yang menggunakan embel-embel organisasi, apalagi Mengatas namakan Sebuah organisasi masyarakat dan Keagamaan dalam kekerasan, sebab sebagiamana yang kita pahami, tidak ada satupun manusia yang akan melegitimasi sebuah kesalahan, apalagi sebuah organisasi yang membutuhkan “image” bagus untuk mendulang anggota.

Islam Moderat dalam Himpitan Truth Claim

Tapi yang perlu kita sadari adalah, setiap organisasi atau kelompok masyarakat pastilah memiliki corak berfikir, ideologi hingga pegangan hidup, yang antara satu kelompok dengan kelompok lain tidaklah sama, belum lagi aspek Truth Claim (klaim kebenaran) yang mereka yakini dan mereka junjung.

Turth Claim atau klaim kebenaran sudah sejak dahulu menjadi problem yang harus dipecahkah, sebab rata-rata kejadian kekerasan, pengerusakan dan sejenisnya bersumber dari klaim kebenaran, mereka meyakini bahwa merekalah yang membawa kebenaran dan selain dari mereka adalah salah, kelompok mereka yang benar sedangkan kelompok lain adalah salah, itulah klaim kebenaran.

Sejatinya, klaim kebenaran juga bersumber dari aliran yang sama dengan fanatisme, fanatisme yang cendrung menbenarkan apa saja yang dilakukan oleh kelompoknya atau junjunganya juga merupakan bagian dari isu munculnya intoleransi yang bersumber dari Organisasi Masyarakat dan keagamaan.

Contoh yang paling update adalah kasus pembakaran bendera oleh Anggota Banser Garut, antara masa Pro pembakar bendera dengan masa yang Kontra sama-sama mengaku benar, bahkan sama-sama melegitimasi keyakinannya dengan belbagai dalil akal hingga naqli (bersumber dari nash keagamaan).

Banser berpendapat bahwa, pembakaran yang mereka lakukan adalah sah, sebab mereka membakar bendera Organisasi terlarang, yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sedangkan yang Kontra dengan Banser mengaku bahwa itu Penistaan Agama sebab mereka Membakar Kalimat Tauhid, yang seharusnya dimuliakan.

Legitimasi pun berkecambuk, artikel pro dan kontra saling di adu argumentasi, namun yang sudah terlanjur benci, sekuat apapun legitimasi yang dihadirkan, kebencian dapat membutakannya, padahal ini hanya perkara perbedaan presepsi dan pola pikir yang berbeda dalam memandang benda mati, yaitu bendera.

Memang menurut saya tindakan yang dilakukan banser itu terlalu berlebihan, namun setelah memahami pola pikir dari Organisasi yang menaunginya, saya memahaminya sebagai langkah proaktif dari banser untuk mengekspresikan diri sebagai “Penjaga NKRI”.

Siapa Penjaga NKRI yang Sebenarnya?

Banser bagaikan seorang anak muda yang sedang dibuai oleh cinta. Siapapun yang mencoba menggoda kekasihnya pastinya ia marah dan akan bertindak diluar batas. Sebab mereka merasa memilikinya dan berhak untuk menjaganya melebihi yang lain.

Namun, kubu seberang berpendapat lain, mereka melihat bahwa kelakuan banser ini keterlaluan, mereka nampak seperti Arogan. Siapapun yang berbeda dengannya akan dibabat, apalagi ketika melihat banser membakar bendera HTI yang bertuliskan Kalimat tauhid. Mereka berbondong-bondong meghardik banser, bahkan sempat ada yang berusaha untuk membubarkan Organisasi ini.

Begitu juga Organisasi lain yang secara “politik” bersebrangan dengan Organisasi yang menaungi Banser. Mereka berbondong-bondong menunjukan ketidak cocokannya dengan Banser, hingga memberikan ultimatum untuk memasang bendera Tauhid sebagai Respon atas ketidak setujuan mereka terhadap Banser.

Dari kejadian ini, Nampak Jika Potensi intoleransi seakan-akan bersumber dari ketidak harmonisan dari Ormas-ormas yang ada di Indonesia. Nyatanya, ketika salah satu Organisasi Masyarakat tersandung Masalah. Organisasi lain seakan-akan menunjukan mereka bukan bagian darinya, bahkan memperkeruh suasana, sehinga muncul anggapan jika Organisasi hanya mementingkan Golonganya dari pada kepentingan bersama.

Inilah yang menjadi isu sentral dalam tulisan ini, apakah memungkinkan menumbuhkan peradaban moderat melalui Organisasi Masyarakat di indonesia? Atau dapat kita ringkas dengan mampukan kita menjawab Fanatisme Golongan demi Kemaslahatan bersama?

Peran Ormas Islam untuk Islam Moderat

Organisasi sejatinya dibangun untuk mengapai sebuah tujuan yang mulia yakni kesejahteraan bersama, begitu juga dengan Organisasi Kemasyarakatan dan Keagamaan, namun seperti yang disebutkan diatas, setiap Organisasi memiliki pola pikir dan Ideologi yang mereka bawa.

Pola pikir dan ideologi yang mereka anut pastinya tidak mudah untuk dirubah, sebab ideologi adalah hal yang paling sensitif yang dimiliki oleh manusia dan tidak serta merta mudah untuk meluluhkanya, apalagi ketika ideologinya saling bersebrangan, misalnya ideologi As’ariyah dengan Syiah, Syiah dengan Wahabiyah, dan sejenisnya.

Mereka tidak akan mudah untuk disejajarkan, sebab secara ideologi yang mereka anut, ideologi disebrangnya adalah salah, namun ada hal yang menarik yang penulis pahami terhadap isu-isu demonstrasi akhir-akhir ini, yakni mereka mampu bersatu ketika dihadapkan dengan isu politik.

Maksudnya adalah ketika mereka tergabung dalam kelompok kontra pemerintah, mereka secara nyata saling bahu membahu. Meskipun secara logika ideologi itu sangat tidak masuk akal. Misalanya kelompok yang beraliran Asy’ariyah mampu jalan bersama dengan Kelompok Salafi yang beraliran Wahabi. Begitu juga dengan kelompok yang secara ideologi menganut aqidah Qodiriyah.

Islam Moderat dari Berbagai Madzhab

Padahal sejak zaman dahulu, antara As’ariyah, Wahabiyah dan Qodiriyah tidak pernah ada kata akur. Sebab perdebatan mereka bukan pada ranah Muammalah tetapi pada ranah Theologi,  yang bisa dipastikan jika berbeda maka itu salah.

Tapi, untuk kejadian Demonstrasi yang menghasilkan alumni-alumni itu bisa kita pahami kembali. Jika alur perdebatan keagamaan dan fanatisme kini bukan pada ranah Theologi. Tetapi lebih kepada ranah politik dan Organisasi Masa, Oleh sebab itu, solusi yang memungkinkan adalah melalui Organisasi dan Politik.

Namun, yang menjadi masalah adalah apakah benar Ormas Mampu berpikir moderat tanpa embel embel kepentingan politik? Atau setidaknya mampukah anggota Organisasi mengesampingkan Fanatisme mereka? Sehingga mereka mampu untuk  menghormati pilihan dan pemikiran orang lain.

Penulis pernah mengikuti Latihan dasar Kaderisasi sebuah Ormas Masyarakat beberapa bulan yang lalu. Selama tiga hari tiga malam penulis di Doktrin untuk patuh dan Ta’at kepada Organisasi serta berpegang teguh kepada Aturan-Aturan Organisasi. Namun yang menjadi menarik adalah sesi analisis kawan lawan.

Pada sesi tersebut, anggota di persilahkan untuk menganalisis organisasi-organisasi lain yang menurutnya adalah Kawan dan Lawan,. Berdasarkan Ideologi, Kebangsaan dan Cinta tanah Air, dan hasil dari sesi tersebut adalah meraka yang disebut Lawan adalah Mereka yang berusaha Menghancurkan NKRI dan berideologi yang bertentangan dengan Pancasila, adapun Kawan adalah sebaliknya.

Dari kejadian tersebut, Penulis meyakini bahwa salah satu cara untuk mengikis Fanatisme buta dan klaim kebenaran adalah dengan penyadaran Siapa Teman, Siapa Lawan Organisasi, Teman adalah Organisasi yang berlatarkan NKRI, tidak bertentangan dengan Pancasila dan berpegang teguh pada NKRI,  sedangkan Lawan adalah Mereka yang merong-rong NKRI, ingin Merubah NKRI dan Pancasila. Sehingga Tolak Ukur yang digunakan adalah Ideologi Kebangsaan dan Kenegaraan.

Sehingga nantinya, Ormas mampu untuk bergandengan menuju peradaban moderat, Mengisi Kejayaan Oganisasi Terbesar di Nusantara ini yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru