Judul Buku: Menolak Wahabi, Penulis: Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan, Penerbit: Turos Pustaka, Tebal Buku: 236 halaman, ISBN: 978-623-7327-72-1, Peresensi: Anni Saun Nafingah.
Harakatuna.com – Eksistensi kaum Wahabi tidak memudar oleh perubahan zaman. Bahkan, di tanah air, eksistensi mereka kian menguat seiring dengan berkembangnya teknologi. Tentu saja, media sosial tak luput dari perhatian mereka. Beragam ajaran Wahabi tersebar luas melalui konten TikTok, Instagram, dan YouTube. Konten tersebut dikemas dalam bentuk yang menarik agar bisa mengelabui masyarakat awam.
Hal ini cukup membahayakan. Pasalnya, banyak umat Muslim yang belajar agama melalui media sosial. Sayangnya, banyak dari mereka tidak tahu mana kanal yang terafiliasi dengan Wahabi dan mana kanal yang menyebarkan ajaran Islam secara moderat. Secara prinsip, ajaran Wahabi memang berlandaskan pada Al-Qur’an dan hadis. Namun, ajaran yang diambil cenderung memecah-belah persatuan bangsa Indonesia, seperti dengan membid’ahkan amalan-amalan Islam, misalnya tawasul, istigasah, dan ziarah kubur.
Oleh sebab itu, penting sekali membentengi diri agar tidak terjerumus ke dalam ajaran-ajaran sesat dari kaum Wahabi. Salah satu cara yang bisa digunakan sebagai pelindung adalah dengan membaca buku berkualitas. Salah satu buku yang direkomendasikan ialah “Menolak Wahabi” karya Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan, yang cetakan pertamanya, untuk edisi terjemah bahasa Indonesia, terbit pada tahun 2022. Beliau merupakan Mufti Agung Mazhab Syafi’i di Makkah dan mahaguru ulama Nusantara.
Buku ini menjelaskan tentang berbagai topik, seperti ziarah makam Nabi, tawasul, istigasah, peringatan Maulid Nabi, pengagungan benda-benda di sekitar Ka’bah, menghadap ke makam Rasul ketika berdoa, dan syafaat. Semua ajaran sesat dari kaum Wahabi dibantah secara kritis dan logis melalui buku setebal 236 halaman ini. Banyak pandangan baru yang akan didapatkan para pembaca setelah menuntaskan buku ini.
Kritik terhadap Paham Wahabi
Kaum Wahabi telah mendoktrin banyak masyarakat Islam untuk meninggalkan tawasul, istigasah, dan ziarah kubur. Mereka menganggap amalan tersebut termasuk bidah dan tidak memiliki dasar dari Allah. Penulis membantah doktrin Wahabi tersebut dengan menyertakan dasar-dasar yang kuat.
Penolakan terhadap Tawasul dan Istigasah
Kaum Wahabi melarang tawasul dan istigasah karena menganggap kedua amalan tersebut sebagai perbuatan syirik (menyekutukan Allah). Penulis membantah anggapan ini dengan menyertakan ayat-ayat Al-Qur’an, hadis Nabi, dan pendapat dari ulama salaf. Dua ayat Al-Qur’an yang relevan adalah QS. Al-Maidah ayat 35 dan QS. An-Nisa ayat 64.
Dalam QS. Al-Maidah ayat 35, Allah Swt. berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah: 35)
Dalam QS. An-Nisa ayat 64, Allah Swt. berfirman:
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا لِيُطَاعَ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ اِذْ ظَّلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ جَاۤءُوْكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللّٰهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوا اللّٰهَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka (orang-orang munafik), setelah menzalimi dirinya, datang kepadamu (Nabi Muhammad), lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 64)
Berdasarkan QS. Al-Maidah ayat 35, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mencari wasilah (perantara) sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya. Hal serupa dijelaskan dalam QS. An-Nisa ayat 64, di mana Allah memerintahkan hamba-Nya untuk memohon ampun melalui perantara Nabi Muhammad Saw. Artinya, untuk mendekatkan diri kepada Allah, diperlukan perantara atau penghubung yang diutus dan dipercaya oleh-Nya.
Hadis yang berkaitan dengan tawasul diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, yang menyebutkan bahwa Nabi Adam bertawasul kepada Allah melalui perantara Nabi Muhammad Saw. Selain itu, ulama besar seperti Imam Syafi’i mendukung adanya tawasul. Bahkan, Imam Syafi’i dikisahkan mengunjungi makam Imam Abu Hanifah untuk bertawasul kepada Allah. Dukungan terhadap tawasul juga datang dari Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyah.
Ziarah Kubur Dianggap Menyimpang
Kaum Wahabi beranggapan bahwa ziarah kubur termasuk perbuatan yang menyimpang dan melanggar syariat. Bahkan, mereka menyatakan bahwa makam Nabi Muhammad tidak boleh dijadikan tempat tawasul karena dianggap sebagai perbuatan syirik. Penulis membantah pandangan ini dengan menyebutkan hadis yang menganjurkan berziarah, sebagaimana diriwayatkan oleh HR. Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi melalui sabda Nabi Muhammad Saw.
Selain itu, kebiasaan Nabi Muhammad Saw. sendiri mendukung praktik ziarah kubur. Beliau diketahui sering berziarah ke Makam Baqi dan Makam Syuhada Uhud. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. telah mempraktikkan ziarah kubur, sehingga tidak dapat dianggap sebagai tindakan syirik atau bertentangan dengan syariat.
Pada intinya, ziarah kubur merupakan ajaran yang sesuai dengan syariat Islam karena bertujuan mengingatkan hamba kepada kematian. Selain itu, ziarah kubur digunakan sebagai sarana untuk mendoakan orang yang telah meninggal. Dengan demikian, konteks ziarah kubur bukanlah menyembah penghuni kubur sebagaimana dituduhkan oleh kaum Wahabi.
Menjaga Toleransi Antarsesama Muslim
Setiap umat Islam memiliki pedoman mazhabnya masing-masing. Perbedaan akan selalu menjadi bagian dari kekayaan umat, namun bukan alasan untuk saling berselisih. Sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan persatuan. Penulis mengajak para pembaca untuk saling menghormati dan toleransi terhadap perbedaan yang ada, termasuk terhadap kaum Wahabi, dengan cara tidak menghakimi mereka secara sepihak.
Penulis juga menegaskan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, agama yang membawa rahmat dan kebaikan bagi seluruh alam. Ajaran Islam tidak boleh disempitkan oleh paham-paham eksklusif yang dapat memicu perpecahan. Sebagai umat yang bijak, penting bagi kita untuk memiliki fondasi ilmu agama yang kuat agar tidak mudah terpengaruh oleh ajaran yang belum tentu benar.
Buku Menolak Wahabi mampu memperkaya wawasan pembaca dengan memberikan penjelasan mendalam dan argumentasi yang logis. Buku ini juga dapat dijadikan pedoman hidup bagi siapa saja yang ingin memahami tradisi Islam secara utuh dan inklusif.
Harapannya, setelah membaca buku ini, pembaca tidak hanya memahami ajarannya tetapi juga dapat menyebarluaskan pemahaman tersebut kepada masyarakat. Dengan demikian, umat Islam di Indonesia tidak lagi salah paham terhadap tradisi-tradisi positif yang telah berlangsung secara turun-temurun.
Selain itu, sikap toleransi juga menjadi kunci utama dalam menghadapi perbedaan. Dengan memahami dan menghormati tradisi Islam yang beragam, kita dapat memperkuat ukhuah islamiah sekaligus menjaga keutuhan bangsa.