33 C
Jakarta

Menolak Radikalisme Melalui Moderatisme Aswaja

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuMenolak Radikalisme Melalui Moderatisme Aswaja
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Judul Buku: Paham Keagamaan Ahlussunnah Wal Jama’Ah (Aswaja), Penulis: Prof. Dr. K.H. Abu Yasid, M.A., LL.M., Penerbit: IRCiSoD, Kota Terbit: Yogyakarta, Tebal Buku: 172 Halaman, Berat: 500 g, Tahun Terbit: 2022, ISBN: 978-623-5348-13-1, Peresensi: M. Rofi Ulwan Saifullah.

Harakatuna.com – Pada masa awal Islam, istilah Ahlusunnah wal Jama’ah (Aswaja) belum mengemuka. Islam yang diajarkan langsung oleh Nabi muhammad Saw menyatukan paham dan akidah, tanpa aliran teologi tertentu. Sebab kesatuan pemikiran tersebut, aliran-aliran dan paham yang bertolak belakang dengan Islam belum muncul. Akan tetapi, meskipun paham tersebut belum muncul, namun sejatinya penyimpangan telah muncul beiringan dengan lahirnya Islam.

Setelah Nabi wafat dan risalahnya berakhir, dikenal dengan masa sahabat aliran ekstrem mulai bermunculan. Syi’ah adalah aliran yang mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib orang yang paling berhak menggantikan Rasulullah. Semantara Khawarij terlalu membenci bahkan tak mengharap kehadiran Sayyidina Ali sebagai khalifah.

Keaadaan tersebut tentu merubah citra Islam sebagai agama yang penuh toleran dan kasih sayang. Sahabat selaku pewaris ajaran Rasulullah tentu mencoba meredam pergolakan antara Muktazilah dan Khowarij. Berpegang teguh dengan ajaran Ahlusunnah wal Jama’ah mereka mulai menyerukan dakwah agar Islam kembali bersatu.

Benih-benih pemikiran tersebut kian merebak hingga pada masa berikutnya, yakni masa tabiin, tabi’ al-tabi’in dan masa imam mazhab. Bukan hanya itu, aliran-aliran yang berwajah ekstrem bahkan sampai mengafirkan sesama banyak bermunculan. Tepatnya pada penghujung abad ketiga Hijriah hingga awal abad keempat Hijriah ada dua aliran teologi besar.

Muktazilah dikenal terlampau rasional mengalahkan teks wahyu. Sementara di pihak lain, muhadditsin terlalu tradisional sampai mengharamkan nalar. Keadaan yang semakin runyam dan saling tarik-menarik ini, menyebabkan perpecahan umat Islam. Sehingga muncullah paham Ahlusunnah wal Jama’ah atau Aswaja sebagai aliran moderat dari sisi penggunaan akal dan wahyu secara proporsional.

Imam Abu Hasan al-Asyari (w. 260 H) dan Imam Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H) sebagai founding father berdirinya paham Ahlsunnah wal Jama’ah, Aswaja. Terus mengembangkan prinsip moderat dan seimbang dalam beragama Islam hingga dikenal di belahan dunia manapun tak terkecuali Indonesia.

Seiring berlalunya zaman, paham tersebut kian berkembang dari generasi ke generasi hingga sekarang. Hal ini terbukti dengan bertambahnya para pengikut dan terus dilestarikannya paham Ahlusunnah wal Jama’ah. Ditambah lagi, teknologi yang kian pesat dan canggih menyajikan berbagai macam kebutuhan yang umat inginkan.

Berbagai macam ilmu apa pun sangat mudah kita dapatkan. Misalkan, dakwah-dakwah seputar keislaman dapat diakses melalui kanal-kanal YouTube maupun media sosial lainnya. Namun mirisnya, Islam sebagai agama yang menjujung tinggi sikap toleran dan rahmah disampaikan dengan cara yang ekstrem, radikal, anarkis bahkan saling mengafirkan satu sama lain. Kejadian ini, sungguh membahayakan terhadap keutuhan umat Islam dan NKRI.

BACA JUGA  Menelaah Isu Khilafah dari Kacamata Sosial-Politik Indonesia

Salah satu organisasi Indonesia yang menganut paham Aswaja adalah Nadlatul Ulama atau disingkat NU. Organisasi tersebut, merupakan organisasi Islam terbesar di dunia. Sebagai organisasi terbesar di Indonesia bahkan dunia, tentu memiliki peran penting dalam membentuk sikap toleransi, moderasi dan penguatan dalam kebersamaan.

Begitupun warga nadliyin maupun warga negara Indonesia secara umum wajib untuk menolak dan memberantas aliran-aliran transnasional. Di samping itu, juga untuk menjaga terhadap ajaran-ajaran Islam yang telah diwariskan oleh Rasulullah. Hal ini mengindikasikan bahwa bukan hanya paham Aswaja yang berkembang, namun benih ekstremisme pada zaman dahulu pun juga berkembang di masa sekarang.

Indonesia sebagai negara plural tentu terdapat berbagai adat, ras, budaya dan agama. Sementara Islam merupakan agama yang identik dengan sikap moderat. Terlebih, paham Aswaja berada di garda depan yang menjujung tinggi sikap moderasi. Sikap tersebut, tidak tertentu pada intern sesama Muslim tapi menyeluruh pada segmen mana pun. Dengan demikian, sikap moderasi yang diajarkan islam khususnya paham Ahlusunnah wal Jama’ah sangat cocok diaplikasikan terhadap Indonesia.

Dengan memahami paham moderat Ahlusunnah wal Jama’ah secara komprehensif tentu dapat menolak dan menyangkal paham ekstremisme. Distingsi paham Ahlusunnah wal Jama’ah dengan aliran lainnya terletak pada prinsip moderat tersebut. Nilai-nilai yang tertuang pun dalam paham Aswaja sarat dengan anjuran amar ma’ruf nahi mungkar, tenggang rasa, tidak fanatik buta dan lain-lain.

Sedangkan Prinsip moderat dan seimbang ini, tercermin dalam beragam wilayah, seperti bidang akidah atau tauhid, bidang fikih atau hukum-hukum keagamaan serta dalam bidang akhlak/tasawwuf.

Buku Paham Keagamaan Ahlusunnah wal Jama’ah (Aswaja) buah karya Prof. Dr. K.H. Abu Yasid, M.A., LL.M mungkin dapat menemani hari-hari Anda untuk memahami secara mendalam terkait ajaran Ahlusunnah wal Jama’ah.

Buku tersebut terbagi menjadi dua seri, seri pertama secara detail membahas tentang paham Ahlusunnah wal Jama’ah, mulai dari pemahamannya, sejarahnya, hingga profil para pendirinya. Bahkan, buku seri pertama ini juga membahas secara mendalam mengenai dalil-dalil akidah Ahlusunnah wal Jama’ah, prinsip-prinsip keimanan dalam akidah, jenis dan ragam akidah, pemahaman keagamaannya dalam bidang fikih dan akhlak/tasawwuf.

Sementara buku seri kedua lebih fokus membahas tentang sikap moderat paham Ahlusunnah wal Jama’ah. Kemoderatan tersebut diterapkan dalam semua segmen ajaran agama. Kurang lebih ada enam bab pembahasan dalam buku seri kedua ini. Diawali dengan syariat sebagai inti ajaran Ahlusunnah wal Jama’ah, kemudian sikap moderat paham Ahlusunnah wal Jama’ah dalam bidang akidah, fikih, tasawwuf dan bermazhab.

Dengan dipoles bahasa yang cukup mudah dan sederhana namun penuh dengan makna dan data yang konkret, buku ini sangat cocok bagi warga NU maupun umat Islam secara umum. Agar tidak dirasuki oleh paham transnasional berhaluan ekstrem. Tunggu apalagi, mari tangkal radikalisme dengan membaca buku ini hingga tuntas. Wajib.

M. Rofi Ulwan Saifullah
M. Rofi Ulwan Saifullah
Santri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru