29 C
Jakarta

Menko Polhukam Sebut Radikalisme Bertujuan Mengganti Pancasila, Tidak Boleh Ada di Indonesia

Artikel Trending

AkhbarNasionalMenko Polhukam Sebut Radikalisme Bertujuan Mengganti Pancasila, Tidak Boleh Ada di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa radikalisme tidak boleh tumbuh di Indonesia. Radikalisme yang merupakan akar terorisme adalah musuh negara, sehingga semua pihak harus bersinergi untuk mencegah dan melawannya.

Hal ini disampaikan Mahfud MD dalam acara Presidential Lectures bertema Gelorakan Sinergi Bangsa dalam Mencegah Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme Menuju Indonesia Harmoni di Jakarta, Selasa (19/7/2022).

Acara yang diikuti 60 kementerian dan lembaga serta 15 BUMN ini merupakan rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-12 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Mahfud MD menegaskan berdirinya NKRI adalah hasil dari kesepakatan luhur pendiri negara. Kesepakatannya adalah berbeda-beda tetapi satu jua dan Pancasila sebagai dasar negara.

“Jadi kesepakatan luhur untuk menerima perbedaan yang menjadi akar berdirinya negara. Kesepakatan luhur ini tak bisa dianulir,” kata Mahfud MD dalam sambutannya secara virtual.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, akar berdirinya negara itu sama dengan akta kelahiran yang tak bisa diubah. Sementara radikalisme bertujuan untuk mengubah negara dari akar-akarnya.

“Radikalisme itu membongkar sesuatu dari akar-akarnya. Maka sudah jelas radikalisme bertujuan mengganti Pancasila,” ujarnya.

Mahfud MD menambahkan, radikalisme adalah sesuatu yang berbahaya karena memunculkan 3 hal yaitu sikap intoleran, menggulirkan wacana tandingan untuk mengubah dasar negara, dan terorisme.

“Ketiga hal ini sudah ada di Indonesia dan itu sangat berbahaya,” katanya. Dia menjelaskan, sikap intoleran berwujud pada sikap yang tidak mau menerima perbedaan.

BACA JUGA  Pengajian Cinta Tanah Air Dapat Cegah Radikalisme, PBNU-BNPT Satu Barisan

Padahal jelas NKRI berdiri pada kesepakatan bersatu dalam perbedaan. Wacana ideologi untuk mengubah Pancasila dari kelompok radikal terindikasi sudah dijalankan. Kelompok radikal menyusup ke berbagai sektor mulai pendidikan baik pendidikan umum maupun pendidikan agama di pesantren-pesantren.

“Sementara terorisme sudah ada dengan adanya bom. Terorisme adalah kekerasan yang membuat ketakutan secara masif,” kata Mahfud MD.

Karena melanggar kesepakatan berdirinya NKRI dan membahayakan kehidupan, maka semua pihak harus bersinergi melawan terorisme. “Dalam kaitan dengan HUT BNPT, maka jaringan yang sudah dibangun selama 12 tahun disinergikan agar lebih barmakna dan lebih kuat untuk menanggulangi terorisme,” katanya.

Sementara itu, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar menyatakan berdirinya BNPT adalah mandat yang diberikan UU No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Tugas BNPT adalah merumuskan, mengoordinasi, dan melaksanakan kebijakan strategi dan program nasional penanggulangan terorisme. Tugas tersebut terbagi dalam 3 bidang.

Pertama, kesiapsiagan nasional, kontraradikalisasi, deradikaliasi serta kerja sama internasional.

Kedua, mengkoordinasikan antarpenegak hukum dalam penanggulangan terorisme.

Ketiga, BNPT tidak bertindak sebagai aparat penegak hukum melainkan lebih mengkoordinasikan aparat di bidang criminal justice system agar program penanggulangan terorisme bisa semakin efektif.

“Tentunya diperlukan semangat sinergi dan kolaborasi bersama karena radikalisme, terorisme adalah musuh kita bersama,” kata Boy Rafli.

Ahmad Fairozi
Ahmad Fairozihttps://www.penasantri.id/
Mahasiswa UNUSIA Jakarta, Alumni PP. Annuqayah daerah Lubangsa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru