Harakatuna.com – Reputasi adalah harga diri. Demikianlah kata pepatah yang masyhur di masyarakat. Secara umum reputasi bisa diartikan sebagai citra atau nama baik yang terbentuk di benak orang lain berdasarkan pengalaman dan interaksi mereka dengan subjek tertentu. Reputasi dapat juga diartikan sebagai perbuatan yang menjadi sebab mendapat nama baik. Suatu hal yang patut direnungkan sekarang ini adalah banyak orang berlomba-lomba menjaga reputasi baiknya di hadapan manusia dan melupakan untuk menjaga reputasi baiknya di hadapan Allah.
Allah Swt dalam Al-Quran seringkali memuji hamba-hamba-Nya yang memiliki reputasi baik di hadapan Tuhan:
وَاذْكُرْ عِبٰدَنَآ اِبْرٰهِيْمَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ اُولِى الْاَيْدِيْ وَالْاَبْصَارِ [45] اِنَّآ اَخْلَصْنٰهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِۚ [46] وَاِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْاَخْيَارِۗ [47] وَاذْكُرْ اِسْمٰعِيْلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ ۗوَكُلٌّ مِّنَ الْاَخْيَارِۗ [48]
Artinya: “Ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya‘qub yang mempunyai kekuatan (dalam taat kepada Allah) dan penglihatan (mata hati yang jernih). [45]. Sesungguhnya Kami telah memberikan secara khusus kepada mereka anugerah yang besar, (yaitu selalu) mengingat negeri akhirat. [46]. Sesungguhnya mereka di sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang terbaik. [47]. Ingatlah Ismail, Ilyasa, dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik. [48].
Dari ayat ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa Nabi Ibrahim dan keluarganya selalu menjaga reputasi baiknya di hadapan Allah. Reputasi baik yang dijaga Nabi Ibrahim dan keluarganya adalah reputasi dalam ketaatan terhadap Allah dan selalu ingat hari akhir.
Belajar dari ayat ini, seyogyanya kita harus selalu menjaga reputasi baik di hadapan Allah. Adapun reputasi di hadapan manusia ini akan selalu mengikuti reputasi di hadapan Allah. Jika orang tersebut reputasinya baik di hadapan Allah maka akan baik pula di hadapan manusia. Namun sebaliknya orang mati-matian menjaga reputasi di hadapan manusia justru akan jelek reputasinya di hadapan Allah. Anjuran manusia untuk selalu menjaga reputasi baik di hadapan Allah ini termaktub dalam sebuah hadis Nabi Muhammad:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ عَبْدٍ إِلَّا لَهُ صِيتٌ فِي السَّمَاءِ فَإِذَا كَانَ صِيتُهُ فِي السَّمَاءِ حَسَنًا وُضِعَ فِي الْأَرْضِ وَإِذَا كَانَ صِيتُهُ فِي السَّمَاءِ سَيِّئًا وُضِعَ فِي الْأَرْضِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Tidak ada seorang hamba pun kecuali memiliki nama baik di langit. Jika nama baiknya di langit itu baik, maka akan ditempatkan di bumi. Dan jika nama baiknya di langit itu buruk, maka akan ditempatkan di bumi (dengan keadaan buruk pula).”
Mulai sekarang ini, marilah kita senantiasa membuat rekam jejak dan reputasi baik di hadapan Allah dengan selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Menjaga reputasi baik di hadapan Allah justru lebih mudah bila dibandingkan di hadapan manusia. Menjaga reputasi baik di hadapan manusia adalah adalah hal yang sulit, sebaik apa pun manusia pasti akan ada yang membencinya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan pepatah:
رضا الناس غاية لا تدرك ورضا الله غاية لا تترك
Artinya: “Membuat seluruh manusia selalu suka adalah hal yang tak bisa didapatkan. Membuat Allah suka adalah tujuan yang tidak boleh diabaikan”.
Walhasil marilah kita berlomba-lomba untuk membuat reputasi baik di hadapan Allah, dan jangan terlalu berambisi menjaga reputasi di hadapan manusia, Wallahu A’lam Bishowab.