29 C
Jakarta
Array

Menjadi Sehat dengan Menulis

Artikel Trending

Menjadi Sehat dengan Menulis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam suatu hikayat, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ulama Islam kenamaan terkena penyakit yang lumayan parah. Karena tahu Ibnu Taimiyah ranjing menulis, tabib menasihatkan, “Sebaiknya Tuan beristirahat dulu dari kerja menulis sampai penyakit Tuan pulih.” Tangkas, sang ulama yang terkenal multitalenta itu menjawab, “Bagaimana bisa saya berhenti menulis sedangkan saya merasa bahagia dengan menulis?”

Kira-kira begitulah secuplik kisah teladan seorang Ibnu Taimiyah dalam menulis. Saya menyalin ulang hikayat tersebut berdasar ingatan semata. Boleh jadi ada bagian kurang tepat, tapi paling tidak poin utamanya bisa didapat: sesungguhnya menulis itu bisa bikin sehat dan bahagia.

Niat tabib dalam cerita di atas, dengan ‘melarang’ sang ulama menulis boleh jadi baik, agar Ibnu Taimiyah tak kelewat letih sehingga memperparah penyakitnya. Tetapi, seribu tahun kemudian setelah peristiwa itu, sebuah penelitian menjabarkan bahwa pada kisah itu kebenaran berada di tangan Ibnu Taimiyah.

Sesungguhnya banyak penelitian tentang manfaat bisa diperoleh dari menulis yang berkaitan dengan kesehatan. Namun, saya pacak satu saja penelitian , yang saya kutip dari blog Dokter Sehat, yaitu penelitian dari Universitas Northwestern, sebuah universitas bergengsi di Amerika Serikat.

Penelitian tersebut sejatinya khusus meneliti bagaimana menulis dengan tangan (maksudnya dengan alat tulis dan kertas secara langsung tanpa perantara gawai) bagi wanita bisa berdampak baik buat kesehatannya. Tetapi, penelitian itu bisa pula dimaknai secara lebih luas, bahwa menulis bisa berguna meningkatkan taraf kesehatan bagi semua orang.

Setidaknya ada tiga dampak baik dari menulis bagi kesehatan menurut para peneliti dari Universitas Northwestern tersebut: mencegah insomnia (dengan cara menulis kejadian sepanjang hari yang kita alami sebelum berangkat tidur), meredakan stres (karena menulis dapat membuat kita berpikir lebih kritis dan jernih dalam menghadapi berbagai persoalan), dan mempercepat penyembuhan penyakit. Poin terakhir telah Ibnu Taimiyah lakukan bahkan sebelum penelitian itu ada.

Menjalani laku hidup sehat tentu ada beragam cara. Bisa dengan mengonsumsi makanan yang memenuhi standar gizi, berolahraga setiap hari, bangun pagi, menjaga hati dari kebencian dan iri, dan juga dengan menulis. Menulis barangkali adalah kiat hidup sehat yang tak banyak orang hiraukan. Mereka pikir hanya buah-buahan dan jalan pagi yang bisa menunjang kesehatan. Padahal, pena dan kertas atau sepuluh jari tangan dan tuts-tuts keyboard juga bisa menjadi media penjaga kesehatan.

Tapi tentu ada perkecualian dalam setiap hal. Kendati benar bahwa menulis mendukung kesehatan, ia juga mesti dilakukan seusai dengan porsinya. Berlebihan tidak pernah baik, termasuk berlebihan dalam menulis hingga lupa melupakan hal-hal lain yang tak kalah pentingnya. Terlalu banyak duduk ketika menulis, misalnya, bukan mendatangkan kesehatan, justru bisa menimbulkan penyakit. Imam Syafii pernah merasakannya. Karena terlalu sering duduk menulis, beliau terkena wasir. Untuk menyiasati itu, barangkali gaya Ernest Hemingway—sastrawan peraih Nobel asal Amerika Serikat—bisa ditiru, yaitu dengan berdiri ketika menulis!

Jika laku Hemingway terasa terlalu menyulitkan, mungkin kebiasaan Haruki Murakami—novelis kesohor kelahiran Jepang—bisa dijadikan teladan. Ia, Murakami, selain rutin menulis, juga rutin lari maraton untuk menjaga kebugaran tubuh dan menunjang kesehatannya. Cara Murakami, dengan memadukan menulis dan berolahraga sekaligus, sepertinya adalah opsi terbaik untuk menjaga kesehatan.

Bahwa benar menulis adalah salah satu cara menjadi sehat. Menjadi sehat dengan menulis bukanlah dongeng. Ia nyata dan benar adanya. Tetapi, menjadi sehat dengan menulis sekaligus berolahraga sekaligus mengonsumsi makanan bergizi sekaligus melakukan kebiasaan-kebiasaan baik lainnya, rasanya juga bukan hal yang keliru. Akhirulkalam: menulislah agar tubuh dan pikiran sehat. (*)

Oleh: Erwin Setia, Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru