30 C
Jakarta
Array

Mengurangi Narsisme, Mengendalikan Ego

Artikel Trending

Mengurangi Narsisme, Mengendalikan Ego
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menurut seorang sufi, kita ada di dunia ini untuk belajar dua hal: belajar mengurangi sifat egois dan belajar mencintai. Dua pembahasan ini memiliki hubungan yang saling berkaitan. Artinya, semakin kita tidak egois, maka semakin mampu mencintai orang lain dan akhirnya semakin dekat kepada Allah Swt.

Namun, dua hal sebagaimana disebut di atas sangatlah sulit. Untuk belajar tidak egois, sebagian orang harus menempuh waktu selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekolah yang sudah barang tentu mengeluarkan banyak biaya.

Manajemen egoisme dan menambahk kecintaaan kepada Allah inilah yang menjadikan seseorang memiliki jati diri yang tinggi. Singkat kata, hilangnya kebanggan diri (narsisme) dan egotisme merupakan pengembangan jati diri manusia paling tinggi.

Ada dua rancangan untuk mengatasi dan mengendalikan nafsu atau ego: pertama, berupaya mentranformasikan dan yang kedua berusaha mengalahkannya.

Perlu dicamkan juga bahwa “perang di medan tempur ada awal dan akhirnya. Sementara, perang melawan nafsu tidak akan pernah berakhir.”

Secara periodik, proses egotisme manusia dimulai saat lahir di dunia. Pada waktu ini, sifat ke-akuan sangat kental sekali. Anak bayi hanya tahu dirinya sendiri, sementara generlap dunia luar tidak menjadi perhatiannya. Bagi seorang bayi, semuanya adalah tentang aku. Akhirnya, sang bayi memilah dunia dalam dua kategori: aku dan bukan-aku.

Jabang bayi terus mengalami perkembangan. Usia semakin bertambah. Hal ini memiliki konsekuensi logis akan perkembangan sang jabang bayi. Jika semula ia hanya mengkategorikan dunia ini hanya dua (aku dan bukan-aku), maka bertambahnya usia menjadikan ia semakin canggih dan lebih awas terhadap dunia, khususnya untuk memanipulasinya secara lebih efektif (agar mendapatkan makanan dan kenyamanan).

Menginjak usia dewasa, manusia akan semakin narsis. Sifat narsis sulit dihindari pada fase ini. Bahkan ada kecenderungan yang sangat salah kaprah pada masyarakat modern, yakni menganggap bahwa “nomor satu” bukanlah Tuhan, namun aia adalah ego. Menyedihkan memang, namun inilah yang terjadi di depan mata kita.

Akibatnya, kita melihat begitu banyak perceraian, dan begitu maraknya kejahatan yang dilakukan oleh berbagai kalangan, baik yang hanya memakan bangku prapatan sampai orang berpendikan pun tidak ketinggalan melakukan perbuatan asusila.

Fenomena inilah yang digambarkan oleh Allah sebagai berikut:

لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ ٤ ثُمَّ رَدَدۡنَٰهُ أَسۡفَلَ سَٰفِلِينَ ٥

Artinya: sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). (At-Tin [95], 4-5).

Jika sampai ada titik bahwa yang nomor satu adalah bukan Tuhan, maka kembalilah pada jalan yang benar. Pelajari tasawuf. Karena tasawuf merupakan jalan pendewasaan manusia: jalan untuk meneguhkan iman dan mengembangkan kapasitas serta kualitas pelayanan. Tujuan kita adalah menjadi manusia sejati, untuk mengurangi narsisme. Karena, sekali lagi, narsisme yang berlebihan akan menjadikan kita lupa akan eksistensi Tuhan. [n].

*Diolah dari buku Obrolan Sufi;untuk Transformasi Hati, Jiwa, dan Ruh: Jakarta, Penerbit Zaman, 2012.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru