Harakatuna.com – Polda Metro Jaya membatalkan izin kajian asatidz secara mendadak dalam event Muslim Life Fair 2022. Tindakan aparat tersebut disikapi pro-kontra warganet, meskipun pihak penyelenggara tidak mempermasalahkan. Wacana pun bergulir, bahkan pemerintah dianggap islamofobia karena kebijakan kepolisian tersebut. Tetapi benarkah demikian? Jika tidak, mengapa kajian keislaman dalam event tersebut dilarang? Ini menarik untuk disingkap fakta-faktanya.
Untuk memahami masalah ini, penting untuk pertama-tama diketahui apa itu Indonesia Muslim Life Fair. Pameran ini dinisiasi oleh Lima Events berkolaborasi dengan Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI). Acara tersebut berlangsung selama tiga hari, mulai dari 25-27 Maret 2022 di Istora GBK, Senayan, Jakarta.
Menurut laporan Tempo, disponsori oleh Bank Hijra, Muslim LifeFair 2022 menghadirkan sekitar 200 ekshibitor pelaku UMKM produk halal dan ekonomi syariah di Indonesia dari berbagai sektor, mulai dari modest fashion, islamic education, hobbies and communities, islamic book & publisher, halal travel, kuliner halal aman & sehat, beauty & pharmaceutical hingga thibbun nabawi herbal.
Selanjutnya kita perlu mengetahui, apa itu Lima Events dan siapa yang ada di baliknya? Apa itu Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) siapa yang ada di baliknya dan apa agenda mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting. Saya ingin membuktikan bahwa aparat kepolisian sudah memberi kebijakan yang tepat dengan melarangnya.
KPMI dan Lima Events
Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) dibentuk pada tahun 2010 di Bogor, menindaklanjuti komunitas Pengusaha Muslim yang telah didirikan lima tahun sebelumnya. Tujuannya, sebagai sarana pengusaha Muslim mendalami akidah Islam yang lurus dan Fikih Muamalah. Visinya adalah ‘terbentuknya pengusaha Muslim yang berkualitas baik secara ekonomi maupun agama’, dan salah satu misinya ialah ‘Mempersatukan dan membina anggota dalam mengembangkan usaha sesuai dengan akidah yang lurus’.
KPMI tersebar di 34 kota di seluruh Indonesia, dan masing-masing wilayah memiliki korwilnya masing-masing, di antaranya yaitu Ustadz Ali Hasan Bawazier, Ustadz Kholid Syamhudi, Ustadz Ammi Nur Baits ST, Ustadz Aris Munandar, dan Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal. Seluruh korwil adalah dai-dai dan para tokoh Salafi. Dengan mengacu pada visi-misi dan pengurus struktural, KPMI jelas merupakan komunitas Salafi di bidang ekonomi yang punya agenda diseminasi Salafisme.
Lalu, bagaimana dengan Lima Events? PT Lima Event Indonesia merupakan perusahaan Professional Islamic Exhibition Organizer yang dibentuk pada tahun 2019. Ia didirikan tidak sekadar untuk berbisnis, melainkan ikhtiar menebar pesan-pesan Islami. Visinya ialah ‘menjadi Exhibition Organizer terbaik yang selalu mengedepankan nilai-nilai islami’, dan misinya yaitu ‘sinergisitas internal dan eksternal dengan misi yang sama untuk memajukan industri islami di Indonesia.
Lima Events bergelut di beberapa proyek, meliputi webinar keislaman, Muslim Life Shop, pengajian virtual, dan Event Muslim Life Fair seperti yang kemarin digelar. Para punggawa Lima Events, seperti KPMI, juga para tokoh Salafi-Wahhabi. Jadi dua organisasi tersebut memiliki kesamaan ideologi: Salafisme-Wahhabisme. Sementara KPMI bergerak di ranah ekonomi, Lima Events bergerak di pelaksana acara-acara. Namun gerilya mereka satu: diseminasi ideologi Salafi-Wahhabi.
Sudah tergambar jelas, bukan, apa itu event Muslim Life Fair 2022? Setelah identitas KPMI dan Lima Events terungkap, pertanyaan selanjutnya adalah: apa kaitan event tersebut dengan proyek Wahhabisasi? Atas dasar apa harus dikatakan bahwa acara yang digelar jaringan Salafi tersebut punya agenda diseminasi ideologi?
Proyek Wahhabisasi
Untuk melihat bagaimana jaringan Salafi melakukan diseminasi ideologi dalam event Muslim Life Fair 2022, harus diketahui kaidah umum bahwa para tokoh Salafi-Wahhabi mengindetifikasi diri secara distigtif dengan umat Islam mainstream. Islam mainstream dimaksud, kalau di Indonesia, ialah NU dan Muhammadiyah. Harusnya, belajar ekonomi Islam pada NU-Muhammadiyah sudah cukup. Tapi Salafi memisahkan diri dengan mereka dan membuat identitas baru sebagai “akidah yang lurus”.
Itulah kaidan dan prinsip umum yang tercetak tebal dalam visi-misi KPMI dan Lima Events, yang berangkat dari premis bahwa sistem ekonomi di negara ini seluruhnya mengandung riba, dan mereka mendatangi umat bak jurus selamat yang mengakuisisi Islam secara keseluruhan. Kamuflase semacam ini sudah banyak saya ulas dalam tulisan sebelumnya. Diferensiasi diri dan polarisasi sosial-ekonomi adalah titik tolak dari proyek Wahhabisasi itu sendiri.
Selanjutnya, melihat aktor yang bergerak di depan layar, dalam event Muslim Life Fair 2022, akan semakin memperjelas fakta-faktanya. Ada delapan ustaz yang rencananya mengisi kajian kemarin, yakni Ustaz Khalid Basalamah, Ustaz Syafiq Riza Basalamah, Ustaz Luthfi Abdul Jabbar, Ustaz Muhammad Arifin Badri, Ustaz Subhan Bawazier, Ustaz Ami Nur Baits, Ustaz Muhammad Nuzul Dikri, dan Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal. Semuanya para dai Salafi.
Proyek Wahhabisasi dalam events sengaja menjadikan ekonomi umat sebagai umpan. Analoginya sederhana: jika NU mengadakan event, para pengurusnya juga akan mempromosikan gagasan NU misalnya tentang wasathiyah Islam; jika Muhammadiyah menggelar event, para tokohnya juga akan berbicara tentang kebangsaan; jika Salafi menggelar event, adalah mustahil jika event tersebut tidak digunakan untuk mempromosikan gagasan besar mereka.
Gagasan besar mereka, tentu saja, adalah doktrin-doktrin ideologis Wahhabi, seperti tauhid, akidah yang lurus, dan secara umum kemurnian Islam. Ustaz Ammi Nur Baits, salah satu dai yang direncanakan akan mengisi kajian dalam event kemarin, yang juga merupakan Dewan Pembina Pengusaha Muslim, menulis artikel di website KPMI berjudul “Tanamkan Aqidah yang Benar, Agar Ringan Meninggalkan yang Haram”, yang mempertegas posisi ideologisnya.
Ustaz Khalid dan Syafiq Riza Basalamah, yang juga rencana tampil kemarin, adalah dai Salafi yang gigih—tidak ada yang menyangkal fakta ini. Ustaz Subhan Bawazier dan Muhammad Abduh Tuasikal,siapa yang tidak mengenal keduanya? Delapan dai Salafi yang direncanakan tampil pada event Muslim Life Fair 2022 kemarin seluruhnya merupakan para ideolog terkemuka Salafi. Artinya, proyek Wahhabisasi menunggangi, dan masyarakat hanya akan melihatnya sebagai event ekonomi belaka.
Satu fakta penting yang harus diungkap juga adalah, bahwa PKMI dan Lima Events memiliki jaringan internasional. Jadi, selain merupakan komunitas pengusaha Salafi lokal, mereka juga memiliki keterkaitan jaringan Salafi-Wahhabi internasional seperti Arab Saudi. Fakta yang bisa ditemui melalui galeri-galeri di website KPMI dan Lima Events ini semakin mempertegas bahwa event Muslim Life Fair 2022 tidak lebih dan, tidak lain, adalah proyek besar Wahhabisasi internasional.
Aparat Sudah Bertindak Tepat
Adalah sangat untung bahwa acara tersebut berada dalam pengawasan aparat, dan kepolisian mengambil sikap untuk tetap melanjutkan event ekonominya tetapi membatalkan kajian Salafisme-Wahhabisme yang disematkan para panitia. Dari uraian di atas, jelas bahwa event tersebut digelar oleh para tokoh Salafi untuk mendiseminasi Salafisme, sementara ‘ekonomi syariah’ hanya labelling untuk menarik umat ke arena ideologisasi.
Ketika aparat membatalkan kajian para Salafi dalam event tersebut, maka Muslim Life Fair 2022 ibarat dikebiri tujuan politisnya; memasyarakatkan akidah Wahhabi dengan kedok Fikih Muamalah. Namun demikian, kebijakan aparat harus diakui tidak berdampak signifikan terhadap peredaman jaringan dan diseminasi ideologi Wahhabi. Salafi-Wahhabi akan selalu jadi oposisi di bidang keagamaan lokal (Delong-Bas, 2004: 29), yang sosial-ekonomi kemudian jadi turunannya.
Karena itu, apresiasi sepenuhnya baru layak diberikan jika aparat dan pemerintah mampu menertibkan Salafisme-Wahhabisme secara holistis, sehingga negara ini bebas dari jeratan ideologisasi. Jadi meskipun tindakan aparat dalam event Muslim Life Fair 2022 sudah tepat, siapa yang bisa menjamin bahwa di lain waktu dan di tempat yang berbeda, acara serupa akan tetap digelar dan aman-aman saja?
Wallahu A’lam bi ash-Shawab…
Rujukan
Delong-Bas, Natana J. Wahhabi Islam: From Revival and Reform to Global Jihad. New York: Oxford University Press. 2004.
https://kpmi.or.id/about
https://kpmi.or.id/article/fe6bfa53-7381-47a7-9080-a856f738cf36/tanamkan-aqidah-yang-benar-agar-ringan-meninggalkan-yang-haram
https://kpmi.or.id/ustadz-pembina
https://kpmi.or.id/vision-mission
https://metro.tempo.co/read/1575473/panitia-muslim-life-fair-2022-hormati-putusan-polisi-batalkan-sesi-kajian-ustad
https://pengusahamuslim.com/