29.7 C
Jakarta

Mengungkap Donasi Terorisme Berbalut Isu Kemanusiaan

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuMengungkap Donasi Terorisme Berbalut Isu Kemanusiaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul: Pendanaan Terorisme di Indonesia, Penulis:  Prihandoko, dkk., Tahun Terbit: 2021, Penerbit: Pustaka Harakatuna, Tebal Halaman: 540 hlm, ISBN: 978-623-93356-8-7.

Harakatuna.com – Penangkapan Ketua LSM kemanusiaan Syam Organizer Jawa Barat Firmansyah oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri adalah bukti nyata bahwa penggalangan dana melalui lembaga atau korporasi masih sangat menjanjikan untuk pendanaan terorisme, dilansir Detik (16/8).

Adalah hal wajar apabila pendanaan terorisme belakang ini menjadi isu yang menarik untuk ditelisik. Indikatornya dapat dilihat dari banyaknya lembaga di luar pemerintahan yang memberikan perhatian serius di antaranya Program Studi Kajian Terorisme dan Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme MUI.

Alhasil, sederet pertanyaan muncul mengitarinya, bagaimana strategi kelompok teroris dalam mencari dana, bagaimana mereka memilih sumber dana, apakah mereka juga melakukan pemindahan dana, kemudian modus apa saja yang digunakan agar pendanaan dapat terkumpul.

Buku ini bisa membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Tapi, sudah tentu masih banyak ragam modus pendanaan terorisme selain yang diulas dalam buku ini. Buku ini menjadi penting karena berhasil menguraikan dan mengungkap sekaligus berbagai strategi pendanaan terorisme berbalut kepentingan kemanusiaan di Indonesia.

Indonesia melalui UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memberi pengertian yang cukup komprehensif tentang pendanaan terorisme. Pasal 1 menyebutkan, pendanaan terorisme merupakan segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjam dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris.

Berangkat dari pengertian tersebut, buku ini menyuguhi kita dua metode pendanaan yang kerap dilakukan oleh kelompok teroris yakni pertama, pendanaan konvensional melalui fai, usaha kecil menengah, pengumpulan donasi mandiri internal, hingga donasi berbalut isu kemanusiaan. Kedua, metode modern melalui pemanfaatan teknologi seperti kartu tunai mandiri (ATM), kartu kredit, internet banking, mobile banking, dan virtual account [hlm. 21].

Buku Pendanaan Terorisme di Indonesia merupakan hasil penelitian yang mendalam dan komprehensif yang dilakukan oleh mahasiswa alumni dan dosen Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia (SKSG UI). Sekalipun buku ini adalah hasil penelitian namun, di hadapan redaksi Harakatuna, buku ini disulap menjadi buku yang nyaman untuk dibaca oleh semua kalangan.

Perlu digaris bawahi, bahwa kelompok teroris adalah kelompok yang dapat berkembang dan berevolusi sepanjang era globalisasi [hlm. 177]. Mereka mengambil keuntungan dari meningkatnya perdagangan global, pergerakan uang yang cepat, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, serta memiliki posisi yang sangat cepat untuk pertumbuhan dan evolusi mereka.

Tentu ini adalah warning bagi kita. Oleh karenanya penting bagi kita mencermati celah-celah ataupun kelemahan kelompok teroris ini terutama terkait pendanaan terorisme.

BACA JUGA  Menyelisik Intoleransi sebagai Titik Tolak Terorisme

Buku ini terdiri dari tiga bab. Bab I buku ini khusus membahas Mujahidin Indonesia Timur (MIT), pendanaan MIT dan upaya mematikan jaringan dan dukungan terhadap MIT. Bab II berisikan ulasan tentang pendanaan terorisme dan upaya pencegahan melalui pemanfaatan teknologi. Bab terakhir mengulas tentang strategi penanggulangan terorisme narkoba di Indonesia.

Buku ini berhasil mengungkap keberadaan “Korporasi selubung” yang di antaranya Komite Penanggulangan Krisis (KOMPAK) dan ADC. Disebutkan, KOMPAK sebagai korporasi selubung dari Jemaah Islamiyah (JI) yang erat kaitannya dengan Ikhwanul Muslimin (IM). Terutamanya ketika konflik antar agama meletus di Maluku dan Poso antara tahun 1998-2000 di mana JI dan KOMPAK melihat umat Nasrani di wilayah konflik sebagai kafir harbi [hlm. 213]. Perbantuan dari KOMPAK kepada JI berbentuk moda transportasi para mujahidin untuk pulang pergi dari Ambon ke Makassar dan menuju Jawa atau pun sebaliknya [hlm. 214].

Sedang, ADC dianggap sebagai korporasi selubung dari Jamaah Anshorut Daulah (JAD) yang erat hubungannya dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). ADC yang pendiriannya dilakukan pada tahun 2015 ini bertujuan untuk menggalang dana dan menyalurkan dana-dana infak, sedekah, zakat serta penyaluran hewan kurban [hlm. 231].

Kendati kasus pendanaan terorisme di Indonesia berhasil diungkap — mulai rentang waktu tahun 1998 hingga 2017 — tak jarang masyarakat Indonesia masih terkecoh modus para teroris.

Pada titik ini, kita sadari bahwa penggalangan dana kemanusiaan melalui badan amal (front organization) adalah kendaraan para teroris untuk melakukan penipuan terhadap para pendonor agar mengumpulkan dan kemudian menyamarkan dana tersebut untuk tujuan aksi teroris [hlm. 216].

Dengan kata lain, dana itu akan dipergunakan untuk operasional teroris seperti kebutuhan sehari-hari, perjalanan, pelatihan, kegiatan propaganda, dan kompensasi untuk anggota yang sakit dan membeli bahan-bahan untuk pembuatan bom [hlm. 216].

Maka dari itu, dalam rangka mencegah modus-modus penggalangan dana kemanusiaan yang dilakukan oleh kelompok teroris itu dibutuhkan koordinasi dan sinergi antara masyarakat dan lembaga pemerintah: Datasemen Khusus 88 Anti Teror, BIN, BNPT, PPATK, dan OJK, kata Prihandoko, dkk [hlm. 372].

Bagi para pemerhati radikalisme-terorisme di Indonesia, buku ini sangat layak untuk dijadikan sebagai referensi untuk menambah wawasan terutama mengetahui modus-modus penggalangan dana kemanusiaan yang belakangan ini erat kaitannya dengan pendanaan terorisme.

Hal ini juga ditandaskan oleh Brigjen. Pol. Ahmad Nur Wahid dalam Kata Pengantar yang menjelaskan, karya Prihandoko, dkk ini merupakan kontribusi penting untuk memahami permasalahan pendanaan terorisme di Indonesia.

Saiful Bari
Saiful Bari
Alumnus Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Juga, pernah nyantri di Ponpes Al-falah Silo, Jember. Kini menjadi Redaktur Majalah Silapedia.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru