31.8 C
Jakarta

Mengulik Aksi Selamatkan Indonesia oleh Barisan Oposisi Sakit Hati (Bagian 1)

Artikel Trending

KhazanahOpiniMengulik Aksi Selamatkan Indonesia oleh Barisan Oposisi Sakit Hati (Bagian 1)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ratusan tokoh akan hadir dalam maklumat Selamatkan Indonesia yang digelar oleh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Tugu Proklamasi, Pegangsaan Timur, Jakarta, pada hari ini, Selasa (18/8). Dilansir Detik, Din Syamsuddin selaku deklarator KAMI mengatakan, acara dimulai pada jam 10.00 WIB, dan di antara tokoh yang hadir ialah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn.) Gatot Nurmantyo, mantan Menteri Kehutanan MS Ka’ban, Ketua Umum FPI Ahmad Sobri Lubis, Rocky Gerung, Said Didu, dan Neno Warisman.

“Ingin saya sampaikan bahwa KAMI Alhamdulillah didukung oleh para tokoh-figur dari berbagai profesi. Banyak tokoh lintas agama, cendekiawan, akademisi, profesional, aktivis, kaum buruh, kemudian juga angkatan muda, emak-emak. Maklumat menyelamatkan Indonesia sudah kami sepakati oleh para deklarator, memuat antara lain butir-butir keprihatinan kami terhadap kehidupan kebangsaan kita terakhir ini. Khususnya dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan HAM, termasuk sumber daya alam,” tegas Din Syamsuddin di Hotel Aston, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Sabtu (15/8) lalu.

Aksi selamatkan Indonesia itu digelar persis sehari setelah perayaan HUT RI yang ke-75. KAMI sendiri merupakan komunitas paling baru, dideklarasikan pada Minggu (2/8), setengah bulan yang lalu, di RM. Gudeg Kendil Mas, Jl. Raya Fatmawati No. 76, Jakarta Selatan. KAMI mendeklarasikan diri sebagai kelompok masyarakat, bukan kekuatan politik tertentu yang ingin merebut kekuasaan, sebagaimana ditegaskan oleh Said Didu, salah satu anggotanya. Beberapa tokoh ikut merespons, termasuk Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin dan Pakar Politik Burhanuddin Muhtadi.

“Saya berharap bahwa semangat pengorbanan yang dilakukan oleh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia benar-benar adalah pengorbanan yang tulus, yang ingin mengangkat harkat dan martabat bangsa, yang benar-benar ingin melihat Indonesia yang lebih baik,” ujar Ngabalin. Sementara, Burhanuddin menegaskan bahwa berdirinya gerakan tersebut ibarat memompa ban kempes, di mana civil society bersatu menyuarakan aspirasi untuk selamatkan Indonesia. Ia berharap, tidak ada yang berprasangka buruk, sekalipun para anggotanya adalah tokoh-tokoh yang sudah sering kita dengar.

Tokoh di Balik KAMI

Ada yang menarik, yang disoroti banyak orang, yang bahkan menjadikan mereka sangsi dengan kehadiran KAMI, yaitu bahwa tokoh-tokoh yang tergabung bukanlah orang baru, melainkan orang-orang yang sudah kita ketahui sepak terjang politiknya. Ada mantan menteri yang terkena pecat, reshuffle, ada tokoh yang memang oposisi pemerintah, juga ada yang dari ormas penentang Jokowi. Mereka yang dulunya duduk di kursi pemerintahan, yang kini tidak lagi merasakan keempukannya, berbalik menentang pemerintah. Karenanya, mereka disebut sebagai “oposisi sakit hati”.

Kendati demikian, menggeneralisir mereka tentu bukan perkara yang tepat. Din Syamsuddin misalnya, atau Ridwan Saidi, bukan mantan anggota kabinet Jokowi. Refly Harun, yang kini eksis di YouTube sebagai watchdog pemerintah, boleh jadi bergabung karena sakit hati dipecat Menteri BUMN Erick Thohir, tetapi Rocky Gerung tidak melakukannya karena bernasib seperti Refly. Mereka, para anggota KAMI, majemuk, berasal dari berbagai kalangan. Persamaannya satu: mereka satu koalisi, sekarang.

BACA JUGA  Kebinekaan dan Langkah Mendesak Meredam Panasnya Konflik Elektoral

Rocky Gerung merupakan pengamat politik yang selalu mengkritisi Jokowi. Said Didu yang mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Rizal Ramli yang mantan Menko Kemaritiman, Chusnul Mariyah yang mantan Komisioner KPU, hingga Abdullah Hehamahua, mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  yang belakangan nimbrung di gerbong 212, semuanya memang pernah satu tim, yaitu menjadi tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, pada Pilpres 2019 lalu.

Melihat semua itu, kita bisa berkesimpulan, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) merupakan perkumpulan para oposisi dari latar belakang yang beragam. Dari yang semula bermain solo, kini sudah memiliki komunitas. Dari yang murni sebagai pengkontrol pemerintah hingga yang dendam sakit hati menyatu, lalu terbentuklah koalisi selamatkan Indonesia. Ke depan, dukungan akan berdatangan. Yang berhaluan untuk mengkritisi pemerintah akan ikut bergabung, dengan isu kegentingan masalah yang harus segera diselesaikan bersama.

Persoalan politik, ekonomi, hukum, dll, yang KAMI tegaskan untuk memperbaikinya, dari mana mereka mengetahui bahwa semuanya sedang bermasalah? Ada dua kemungkinan. Pertama, mereka hanya sakit hati karena tidak lagi menjadi bagian kepemerintahan dan, kedua, mereka berusaha membuka kartu kebusukan pemerintah yang dulu mereka juga tergabung di dalamnya, sebelum dipecat atau di-reshuffle. Yang terakhir ini, semestinya, membuat kita berefleksi, apakah ikhtiar selamatkan Indonesia itu karena mereka tak lagi jadi bagian dari pemerintah? Bagaimana bisa kita mempercayai oposisi-pejabat sakit hati? Dan, lagi pula, mereka mau menyelematkan Indonesia dari apa?

Selamatkan Indonesia dari Apa?

Wawan Hari Purwanto, Deputi VII Badan Inteligen Negara (BIN), dilansir Warta Ekonomi menegaskan, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sarat kepentingan politis. Saat ini, menurutnya, musuh bersama Indonesia ialah COVID-19, bukan yang lainnya. Wawan berpendirian, KAMI tidak lebih dari akumulasi kekecewaan terhadap Pilpres 2019 lalu, atau kelompok oposisi seperti yang korban reshuffle, yang berusaha merongrong pemerintah dengan berbagai cara.

“Kita tidak melihat substansi masalahnya. Kalau kita cinta pada negeri ini, ayo kita fokus bagaimana membantu sesama manusia mengatasi Covid ini, ini musuh bersama. Jangan bikin propaganda untuk menghasut rakyat agar mendiskreditkan serta menebar kebencian kepada pemerintah. Ini tidak ada yang diuntungkan,” ujar Wawan dalam diskusi publik dengan tema “Aksi Selamatkan Indonesia, Selamatkan dari Apa?” di Bumbu Desa Resto, Jakarta, pada Rabu (12/8) lalu.

Dengan demikian, selamatkan Indonesia itu sendiri memiliki pengertian yang bisa dibidik sesuai kepentingan politik. Semua ingin selamatkan Indonesia, tetapi jika gerakannya dilakukan berdasarkan kesakithatian belaka, ujungnya juga tidak menyelamatkan, melainkan semakin memperkeruh keadaan.

Aksi simbolik selamatkan Indonesia di Tugu Proklamasi ini bisa ditilik menggunakan dua sisi yang berlainan: apakah memang merupakan ikhtiar untuk menyembuhkan kesemrawutan politik, ekonomi, dll, yang tengah dialami Indonesia, atau justru merupakan momen bersatunya para oposisi Jokowi? Dan, ini yang terpenting, bagaimana masa depan KAMI yang baru terbentuk ini? Mari berjumpa di bagian selanjutnya. Bersambung…

Wallahu A’lam bi ash-Shawab

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru