30.1 C
Jakarta
Array

Mengkaji Pemikiran Muhammad Syahrur

Artikel Trending

Mengkaji Pemikiran Muhammad Syahrur
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Teori batas yang digagas oleh Muhammad Syahrur merupakan suatu gagsan baru dalam dunia perijtihadan. Meskipun Syahrur dilkenal sebagai orang dari golongan kiri, tida bisa dipungkiri pemikiran Syahrur mempengaruhi sebagian orang dalam menentukan ijtihad. Kalau di lihat dari latar belakang pendidikan yang ditempuh, memang Syahrur mengambil jurusan teknik selam dia menimbah ilmu. Akan tetapi bagaimana bisa keluar jalur dari jurusannya dan membuat pemikiran dalam dunia hukum Islam. di sini bisa kita simpulkan bahwa apapun latar belakangnya kalau bertumpuh pada rasionalitas tentu bisa masuk pada ruang lingkup apapun. 

Dalam penggunaan teori batas untuk menentukan hukum yang ada di dalam Al-Qur’an Syahrur telah membaginya dalam enam bagian. Pertama, hanya memiliki batas ke bawah. Kedua, hanya memiliki batas ke atas. Ketiga, memiliki batas ke bawah dan ke atas. Keempat, ketentuan batas atas dan bawah berada pada satu titik. Kelima, ketentuaan yang memiliki batas bawah dan at sekaligus, tetapi keduanya tidak boleh disentuh. Keenam, memiliki batas atas dan bawah, yang mana batas atas bersifat positif dan tidak boleh dilampaui, sedangkan batas bawah bersifat negatif dan boleh dilampaui.

Pengkelompokan dalam menghukumi suatu kasus pada teori batas memang benar, sebab antara hukum satu kasus dengan yang lain tentu ada bedanya contoh kecilnya hukum pembunuhan dan riba. Yang mana pembunuhan dalam teori batas masuk dalam golongan kedua dan riba masuk golongan keenam. Akan tetapi, dalam pengkelompokan ini ada sedikit ganjalan yang membuat penulis untuk berfikir ulang bahwa pengkelompokan suatu kasus itu tidak secara terus menerus pada salah satu teori batas. Mungkin dalam hal ini bisa melihat pada contoh kasus penghukuman untuk pencuri. 

Hukum untuk kasus pencurian di dalam teori batas tergolong bagian kedua (yang hanya memiliki batas ke atas). Dalam hal ini batas atasnya yakni potong tangan sesui dengan ayat 38 suarah al-Maidah dan kebawahnya bisa saja di penjara, mengembalikan yang dicuri atau hukuman lainya. Kalau melihat realita memang benar, kasus pencurian bisa masuk pada bagian kedua dari teori batas. Akan tetapi bila disuatu negara membuat hukuman mati untuk korupsi dengan mempertimbangkan telah mengkorupsi di atas nilai sekian, juga pembuatan hukum ini karena sudah merajalelanya korupsi. Kan kalau dilihat hukuman mati itu melebihi batas atas yakni potong tangan.Jadi pada kasus ini tidak bisa masuk pada teori batas dan ini yang menjadi salah satu kelemahan dari teori batas.

Selanjutnya penulis juga beranggapan bahwa Syahrur dalam menuangkan pemikirannya dalam teori bats berlandaskan dari pegalaman lingkungan hidupnya selama menempuh jenjang Pendidikan yakni di Barat. Hal ini penulis contohkan pada ijtihad Syahrur dalam menafsirkan surah An-Nur ayar 31 “Atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita”. Pemaknaan aurat disini yakni segala sesuatu yang bisa menjadikan seseorang malu bila hal itu diperlihatkan. Maka hasil dari pemaknaan tersebut ialah wanita boleh hanya menutupi juyub yang menurut Syahrur yakni dada, bagian tubuh di bawah ketiak dan kemaluan asalkan wanita tersebut tidak merasa malu. Sebaliknya jika wanita tidak memiliki rambut di atas kepalanya atau botak, maka, wanita tersebut mengharuskan untuk memakai rambut palsu, untuk menutupi kebotakanya dan menghilangkan rasa malunya. 

Pandangan Syahrur yang telah dipaparkan di atas telah ada ayat Al-Qur’an yang menyanggahnya yakni pada surat al-Ahdzab ayat 59. Bahwasnya wanita mukmin diharuskan untuk menggunkan hijab yang menjulur keseluruh tubuh. Akan tetapi Syahrur di sini  membantahnya dengan menafsiri ayat tersebut sebagai pengajaran bukan sebuah syari’at. tentu di sini kalau hanya sebuah pengajaran dan bukan syari’at boleh tidak dilakukan. Karena Syahrur melihat kondisi lingkungan masyarakat arab waktu itu yang hidup di gurun yang banyak debunya. 

Ijtihad Syahrur yang seperti ini kemungkinan besar dikarenakan Syahrur telah beradabtasi dengan budaya dan lingkungan barat. Yang mana wanita barat dalam berpakaian bisa saja hanya menggunakan rok mini atau celana pendek dan menggunakan baju yang tanpa lengan. Mereka dalam berpakaian tersebut tidak merasa malu dikarenakan hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. 

Jadi, kalau pengartian aurat sebagai rasa malu yang harus ditutupi. Maka, bisa saja seorang wanita dari suku pedalaman yang hanya mengenakan penutup vagina sebab kemungkinan mereka tidak merasa malu bila bagian tubuh selain vagina terlihat. Selain rasa malu wanita pedalaman juga berfikir yang menjadi perhiasan pada seuk beluk tubuhnya hanya vagina. Atau contoh yang gampang ditemui yakni di pantai atau kolam renang. Wanita yang sedang berada di wisata tersebut hanya menggunakan bikini.

Dari sini kita bisa mengambil hal positif yakni semua orang bisa berfikir logis. Dengan berfikir logis dan tidak egois dengan kebenaran individu, kita akan bisa saling toleran dengan sesama manusia 

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru