27.9 C
Jakarta

Menghadirkan Isra’ Mi’raj Dalam Kepribadian Manusia

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMenghadirkan Isra' Mi'raj Dalam Kepribadian Manusia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Isra’ Mi’raj. Tema klasik yang tak kunjung selesai diperbincangkang, mulai yang mempercayai peristiwa besar ini hingga yang menyangkalnya.

Isra’ Mi’raj, bagi yang mempercayai, merupakan peristiwa yang dilakukan semalam dalam ketentuan jarak yang sulit dijangkau akal, irrasionable. Isra’ yang secara literal terambil kata “sara” yang berarti “berjalan di waktu malam”. Perjalanan ini dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestin. Setelah itu, beliau “mi’raj” atau naik ke Shidratul Muntaha.

Peristiwa “Isra'” diabadikan dalam Al-Qur’an yang menyebutkan: Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (QS. al-Isra’/17: 1)

Sementara, peristiwa Mi’raj terekam dalam QS. an-Najm/53: 13-18, yang artinya: Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar.

Wahbah az-Zuhaili menambahkan bahwa Sidratul Muntaha adalah tempat tertinggi di langit yang menjadi batas ujung pengetahuan dan amal perbuatan para makhluk, sehingga tiada seorang pun yang mengetahui informasi yang ada di sana. Di dekat Sidratul Muntaha ada surga al-Ma’wa yang disediakan bagi kaum mukminin yang bertakwa.

Kelompok yang menyangkal, yang saya maksud, adalah mereka yang melihat peristiwa ini sulit dijangkau oleh akal seakan tidak ada di alam nyata dan adanya hanya di alam mimpi atau imajinasi. Maka, dengan demikian, tidak heran masyarakat Mekkah sulit menerima informasi Isra’ Mi’raj, selain Abu Bakar.

Peristiwa ini kemudian dicarikan cara oleh kelompok rasionalis agar masuk akal. Ada yang menafsirkan bahwa Isra’ Mi’raj hanya terjadi di alam mimpi. Ada juga yang memahami bahwa peristiwa ini dianalogikan dengan seekor semut yang menceritakan perjalanannya yang sulit diterima oleh semut yang lain, karena amat sangat jauh dari jangkau hewan sekecil ini. Namun, perjalanan ini akan sangat mungkin terjadi pada alam manusia. Perjalanan seekor semut bisa masuk akal dan mungkin terjadi karena semut ini ikut atau dibawa oleh manusia.

BACA JUGA  Memaknai Mudik pada Tahun Ini

Terlepas dari perdebatan yang berkepanjangan tersebut sungguh tidak penting dibahas kembali. Hal yang begitu berharga untuk ditelaah adalah pesan di balik peristiwa ini. Isra’ dan Mi’raj punya pesan horizontal dan vertikal. Isra’ Nabi Muhammad Saw yang dilalui dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa merupakan cara beliau menyapa dan mengamati penduduk bumi, sekalipun beliau menyandang status kenabiaan dan kerasulan yang amat agung. Rasanya, bagi beliau, tidak benar status sosial yang disandang menyebabkan adanya jarak antara beliau dan masyarakat. Pesan sederhananya, hendaknya manusia saling melihat bahwa kita sama-sama manusia yang harus dihormati, dijaga hak-haknya, dan dipenuhi kebutuhannya. Tidak dibenarkan sikap arogansi dan tamak menguasi jiwa kita sehingga timbul asumsi bahwa orang yang tidak sepaham dengan kita adalah kafir dan sesat.

Beda hal, Mi’raj yang menggambarkan perjalanan Nabi Muhammad Saw. ke Sidratul Muntaha menyampaikan pesan pentingnya membangun hubungan dengan Tuhan atau dikenal dengan “Hablum Minallah“. Mi’raj yang dilakukan setelah Isra’ mengisyaratkan bahwa Hablum Minallah sebaiknya dilaksanakan setelah Hablum Minan Nas terpenuhi. Hubungan antar manusia hendaknya didahulukan dibandingkan hubungan dengan Allah.

Nah, menjelang momen Isra’ Mi’raj hendaknya orang Islam tidak hanya merayakannya dalam bentuk serimonial islami-formalitas, akan tetapi mampu menghadirkan renungan mendalam pesan tersurat di balik perjalanan singkat dan penuh makna ini agar Isra’ Mi’raj tidak hanya menjadi momen yang hanya hampa akan makna.[] Shallallah ala Muhammad!

[zombify_post]

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru