32.1 C
Jakarta

Menggunakan Peralatan dan Perkakas Non Muslim, Bolehkah?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamMenggunakan Peralatan dan Perkakas Non Muslim, Bolehkah?
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sebagaima manusia yang menghuni bumi Indonesia, tentu kita tidak bisa lepas dari interaksi dan bermuamalah dengan non muslim. Hal demikian, karena Indonesia ini memang penduduknya beragama dan multi etnis. Lantas apakah seorang muslim diperbolehkan menggunakan perkakas non muslim?

Nabi Muhammad sendiri dalam catatan sejarah pernah melakukan wudhu dari bejana atau gentong dari seorang non muslim. Sahabat Umar bin Khattab juga pernah melakukan wudhu dari bejana milik seorang nasrani.

Jika dikontekskan zaman sekarang, ketika kita berkunjung ke rumah non muslim maka ketika dihidangkan makanan dan minuman maka kita akan menggunakan perkakas non muslim. Para ulama menyebutkan bahwa menggunakan perkakas non muslim itu diperbolehkan namun makruh. Itu artinya apabila menggunakan perkakas non muslim tidak mengapa, namun apabila meninggalkan lebih baik. Dalam kitab Mughni al-Muhtaj Jilid 1, halaman 139, Syekh Khatib al-Syarbini menjelaskan hal ini dengan begitu rinci.

خَاتِمَةٌ: أَوَانِي الْمُشْرِكِينَ إنْ كَانُوا لَا يَتَعَبَّدُونَ بِاسْتِعْمَالِ النَّجَاسَةِ كَأَهْلِ الْكِتَابِ فَهِيَ كَآنِيَةِ الْمُسْلِمِينَ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «تَوَضَّأَ مِنْ مَزَادَةِ مُشْرِكَةٍ» ، وَتَوَضَّأَ عُمَرُ مِنْ جُرِّ نَصْرَانِيَّةٍ، وَالْجُرُّ وَالْجِرَارُ جَمْعُ جَرَّةٍ، وَيُكْرَهُ اسْتِعْمَالُهَا لِعَدَمِ تَحَرُّزِهِمْ وَإِنْ كَانُوا يَتَدَيَّنُونَ بِاسْتِعْمَالِ النَّجَاسَةِ كَطَائِفَةٍ مِنْ الْمَجُوسِ يَغْتَسِلُونَ بِبَوْلِ الْبَقَرِ تَقَرُّبًا، فَفِي جَوَازِ اسْتِعْمَالِهَا وَجْهَانِ، أَخَذَ مِنْ الْقَوْلَيْنِ فِي تَعَارُضِ الْأَصْلِ وَالْغَالِبِ، وَلَكِنْ يُكْرَهُ اسْتِعْمَالُ أَوَانَيْهِمْ وَمَلْبُوسِهِمْ وَمَا يَلِي إسَافَهُمْ. أَيْ مِمَّا يَلِي الْجِلْدَ أَشَدُّ، وَأَوَانِي مَائِهِمْ أَخَفُّ، وَيَجْرِي الْوَجْهَانِ فِي أَوَانِي مُدْمِنِي الْخَمْرِ وَالْقَصَّابِينَ الَّذِينَ لَا يَحْتَرِزُونَ مِنْ النَّجَاسَةِ. وَالْأَصَحُّ الْجَوَازُ: أَيْ مَعَ الْكَرَاهَةِ أَخَذًا مِمَّا مَرَّ.

BACA JUGA  Najiskah Air Liur Yang Keluar Saat Tidur?

Artinya: “Penutup: Wadah-wadah milik orang musyrik, jika mereka tidak meyakini kewajiban menggunakan najis (seperti Ahli Kitab), maka hukumnya sama seperti wadah milik Muslim. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dari kantong air milik seorang wanita musyrik, dan Umar juga berwudhu dari gerabah milik seorang Nasrani. Gerabah (الجرّ) dan bejana (الجرار) adalah bentuk jamak dari kata bejana (جرة). Penggunaan wadah mereka makruh karena mereka tidak berhati-hati dalam menjaga kebersihan.

Namun, jika mereka meyakini kewajiban menggunakan najis (seperti sebagian kaum Majusi yang mandi dengan air kencing sapi sebagai bentuk pendekatan diri), maka hukum penggunaan wadah mereka ada dua pendapat, tergantung pada pertimbangan antara dasar hukum dan kebiasaan mereka. Namun, penggunaan wadah, pakaian, dan benda yang langsung menyentuh tubuh mereka tidak dianjurkan. 

Barang-barang yang lebih langsung menyentuh kulit adalah yang paling dikhawatirkan, sedangkan wadah air mereka lebih ringan dalam pertimbangan. Pendapat ini juga berlaku pada wadah milik orang yang sering minum khamar dan tukang jagal yang tidak berhati-hati dari najis. Pendapat yang lebih kuat adalah boleh digunakan dengan catatan makruh, sebagaimana disebutkan sebelumnya.”

Dari keterangan ini menjadi jelas, bahwa seorang muslim diperbolehkan namun makruh menggunakan perkakas milik non muslim, Wallahu A’lam Bishowab.

Ahmad Khalwani, M.Hum
Ahmad Khalwani, M.Hum
Penikmat Kajian Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru