Harakatuna.com – Memasuki pertengahan Bulan Rajab 1446 H. seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan ini adalah salah satu bulan Haram bersama tiga bulan yang lain yakni: Zulhijjah, Zulkaidah dan Muharram. Bagi HTI, bulan Rajab adalah momentum untuk mengingatkan umat Islam atas runtuhnya Turki Utsmani pada 1924. Bagi HTI, peristiwa tersebut adalah sebuah kecelakaan global atas hilangnya institusi politik yang sudah menjadikan umat Islam sebagai umat yang besar di atas berbagai prestasi peradaban yang besar dan mengalahkan bangsa Barat. Narasi tersebut juga menjadi doktrin umum HTI kepada umat Islam di Indonesia.
Menurut HTI, peristiwa keruntuhan khilafah merupakan sebuah tragedi kolosal yang patut disayangkan oleh umat Islam. Dalam narasinya, HTI menyebut bahwa khilafah menjadi rumah besar sekaligus junnah (pelindung) umat Islam yang dipersatukan sebagai umat Islam yang mulia dan berwibawa. Tidak heran, setiap tahun di bulan Rajab, HTI biasanya mengadakan seminar atau talkshow yang secara terselubung (eksklusif)-pasca dibubarkan-sebagai bagian dari ideologisasi ke-HTI-an kepada masyarakat.
Berbeda dengan sebelum tahun 2017-tahun dibubarkannya HTI oleh pemerintah-mereka secara terbuka mengadakan seminar, konferensi ataupun kampanye besar di berbagai daerah. Saya masih ingat ketika mengikuti seminar HTI tahun 2016 di Perpustakaan Umum Pamekasan, Jawa Timur. Pemateri menjelaskan tentang hidup Di negeri bebek (red:Indonesia), yang menerapkan sistem sekuler, membebek pada Barat dan tidak memiliki otoritas pemerintahan yang jelas serta dianggap tidak makmur karena tidak menerapkan sistem khilafah.
Seperti yang kita ketahui bahwa, sejak kemunculannya, HTI gencar memproklamirkan khilafah. Pasca dibubarkan, HTI mengubah kegiatannya yang dari publik ke privat. Jika sebelum tahun 2017, secara terbuka mengkampanyekan khilafah, pasca itu kegiatan sembunyi-sembunyi. Tahun 2025, di tengah akses informasi terbuka lebar dan ruang berekspresi dan berpendapat semakin terbuka, HTI sudah tidak sembunyi-sembunyi dalam mengkampanyekan khilafah. Felix Siauw, salah satu sesepuh HTI, selalu menyinggung penegakan khilafah dalam setiap kegiatan/acara/podcast yang diikuti. Di bulan Rajab, HTI menjadikan sebagai momentum untuk mengajak masyarakat dalam menegakkan khilafah karena dianggap sebuah awal mula yang suram sejak runtuhnya Khilafah Utsmani. Bagi HTI, tanpa khilafah, negara ini akan suram.
Janji HTI Adalah Janji Semu
Janji HTI adalah janji semu. Setiap ajakan khilafah yang dikampanyekan kepada masyarakat, selalu mengatakan bahwa negara ini akan maju, makmur, apabila diganti dengan khilafah. Padahal, jika menilik keruntuhan Khilafah Utsmani, faktor internal dalam pemerintahan, seperti korupsi para elit, cara hidup khalifah yang unik dan megah, serta kemerosotan ekonomi yang terjadi pada saat ini, tidak pernah sama sekali disinggung oleh HTI dalam setiap narasi yang disampaikan. Bobroknya pemimpin dalam pemerintahan Khalifah Utsmani, sama sekali tidak disampaikan kepada publik.
HTI hanya menyampaikan bahwa di bawah kepemimpinan khilafah, masyarakat akan makmur, jaya, dan terlindungi. Tidak aka nada masyarakat miskin, kelaparan ataupun dll. Narasi tersebut mirip seperti politisi yang sedang berkampanye. Kebobrokan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam sistem pemerintahan khilafah, tidak pernah disampaikan kepada publik. Padahal hal itu adalah bukti sejarah yang tidak boleh dihilangkan.
Coba tanyakan kepada muslimah HTI, bagaimana sistem khilafah menjaga perempuan dari KDRT, kekerasan seksual di dalam ranah publik, dll. Pasti mereka kebingungan memikirkan konsep untuk membuat kebijakan. Alih-alih melindungi perempuan dari kejahatan, justru akan mengkerangkeng perempuan untuk melakukan aktivis publik dengan cara melarangnya. Padahal muslimah HTI sendiri, menikmati ruang aman di dalam ranah publik yang tercipta hari ini, atas perjuangan masyarakat sipil. Maka harus hati-hati oleh jebakan HTI di bulan Rajab. Wallahu A’lam