26.3 C
Jakarta

Mengenal Lebih Dekat Hadits Mutawatir

Artikel Trending

Asas-asas IslamHadistMengenal Lebih Dekat Hadits Mutawatir
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Dalam segi bahasa mutawatir memiliki arti sesuatu yang berturut-turut. Sebagaimana firman Allah swt : -((ثُمَّ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا تَتْرَا ))- (Kemudian kami utus rasul-rasul kami secara berurutan) QS al-Mu’minun [23]: 44. Kata ini berbentuk isim fa’il dari mashdar, yaitu tawatur.  Ini juga bisa diketahui bahwa kata tatabu’ merupakan sinonimnya. Secara istilah hadits mutawatir berarti hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari sekelompok lain tanpa adanya batas yang sekiranya sejumlah orang itu mustahil bersekongkol untuk berbuat bohong.

Syarat ketentuan hadits mutawatir:

  • Diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang banyak.

Ada silang pendapat mengenai batas minimal banyak dalam bab ini. Pendapat itu antara lain; 5 perawi, 7 perawi, 10 perawi, 12 perawi, 20 perawi, 40 perawi, dan lain-lain. Tetapi pendapat yang lebih dikedepankan yang mengatakan sepuluh orang. Sebagaimana disebutkan oleh Al-Suyuthi dalam matan Alfiyah-nya;

199-وَمَا رَوَاهُ عَدَدٌ جَمٌ يَجِبْ # إِحَالَةُ اجْتِمَاعِهِمْ عَلَى الْكَذِبْ

200-فَالمُتَوَاتِرُ ، وَقَوْمُ حَدَّدُوا # بِعَشْرَةٍ ، وَهْوَ لَدَيَّ أَجْوَدُ

Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang besar jumlahnya #

Disebut mutawatir, mustahil bagi para perawi bersekongkol utntuk berdusta

Jumlah besar ini oleh ulama dibatasi sepuluh periwayatan #

Pendapat ini yang lebih saya kedepankan

Pendapat yang shahih yaitu tidak adanya pembatasan jumlah bilangan perawi. Karena yang dianggap hanya ifadatul ilmi. Pendapat ini telah ditarjih oleh Ibnu Hajar.

  • Mustahil adanya persekongkolan diantara perawi untuk berbohong menurut akal dan secara normal.

Hal ini bisa terjadi karena perbedaan letak daerah perawi, suku, madzhab, waktu, dan sebagainya. Oleh karena itu, bisa dimungkinkan adanya hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi namun tidak masuk dalam kategori mutawatir.

  • Banyaknya perawi dari awal sanad sampai akhir.

Dalam hal ini bisa dimungkinkan dalam satu tingkatan memilki banyak sekali perawi, sedangkan pada tingkatan lain tidak terlalu banyak. Jikalau terdapat perbedaan jumlah perawi dalam setiap tingkatan, maka yang dianggap adalah bilangan yang terendah. Semakin banyak perawi dalam tiap tingkatan akan menguatkan keshahihan hadits.

  • Panca indera menjadi sandaran dalam cara periwayatan, terutama pendengaran dan penglihatan.

Sama halnya dengan anggota panca indera yang lain, seperti penciuman, perasa, dan peraba. Boleh jadi dimengerti bahwa periwayatan mereka dengan menyatakan sami’na, raiyna, lamasna, dan lain-lain. Beda halnya dengan akal sebagai sandaran periwayatan, seperti pernyataan bahwa ‘alam semesta ini merupakan suatu hal yang baru’. Maka pernyataan itu tidak bisa dikatakan hadits mutawatir.

Hadits mutawatir dibagi menjadi dua, yaitu;

  • Mutawatir secara lafadz

Hadits yang mutawatir lafadz dan maknanya disebut mutawatir lafdzhi.

Contoh:

(( مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ ))

Siapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia telah memesan tempat di dalam neraka. HR. al-Bukhari

Hadits ini telah diriwayatkan oleh sekitar tujuh puluh sahabat. Ada yang mengatakan dua ratus sahabat. Sebagian al-Hafidz dalam ilmu hadits menyebutkan 62 sahabat. Yang mana diantara mereka termasuk sepuluh sahabat yang telah dijamin masuk surga. Ibnu Shalah menuturkan bahwa hadits mutawatir lafdzhi sangat langka keberadaannya.

  • Mutawatir secara maknawi
BACA JUGA  Ingin Jadi Perempuan Ahli Surga, Lakukan 4 Hal Ini

Yaitu hadits yang mutawatir dalam maknanya saja. Hadits ini terdapat pada beberapa kejadian dan memiliki benang merah yang sama. Misalnya ada seseorang yang memberitakan bahwa si Hatim telah bersedekah sebuah onta. Orang yang lain mengatakan si Hatim telah bersedekah sebuah kuda. Sedangkan yang lainnya lagi menuturkan si Hatim bersedekah sekeping dinar, dan seterusnya. Dari gambaran ini dapat dipahami bahwa pengkabaran mereka yang berbeda-beda bisa diambil garis persamaan, yaitu si Hatim bersedekah.

Contoh:

  • Hadits yang menerangkan tentang telaga rasul yang diriwayatkan oleh 50 sahabat.
  • Begitu juga hadits tentang syafaat, sebagaimana disebutkan oleh al-Qadlhi ‘Iyadlh. Perawi dari kalangan sahabat mencapai lebih dari 40 orang
  • Ibnu Abdul Bar juga menuturkan, kurang lebih ada 70 sahabat yang meriwayatkan hadits tentang mengusap pada sepasang khuff.
  • Sekitar 100 sahabat telah meriwayatkan hadits tentang mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.
  • Hadits tentang ‘melihat Allah swt di Akhirat’.

Jumlah hadits mutawatir secara keseluruhan sedikit sekali dibanding jumlah hadits ahad. Bahkan saking sedikitnya, hampir tidak ditemukan dalam periwayatan para perawi. Istilah mutawatir lebih familiar dalam disiplin ilmu ushul Fiqh. Karena para ahli hadits tidak menamakannya dengan nama khusus dan bisa jadi mutawatir bukan produk mereka.  Muhadditsin lebih konsentrasi pada hadits ahad yang memerlukan penelitian para perawinya.

Hadits yang masuk dalam kategori mutawatir secara keseluruhan bisa diterima dan tidak butuh untuk menyelidiki pribadi para perawi. Bahkan wajib untuk mengamalkannya. Dan juga orang yang mengingkari hadits mutawatir divonis kafir. Hadits mutawatir ini juga dapat berimplikasi pada hukum ilmu Dlharuri. Ilmu Dlharuri yaitu ilmu yang menuntut kita untuk membenarkannya, sekiranya tidak bisa ditolak. Seperti orang yang menyaksikannya secara langsung. Sebagaimana al-Imrithi menyebutkan dalam waraqat-nya;

وَالعِلمُ إمَّاْ بِاضْطِرَاْرٍ يَحْصُلُ  #  أو بِاكْتِسَابٍ حَاصِلٌ فَالأَوَّلُ

Ilmu itu ada dua, dharuri dan muktasab

كَالْمُستَفادِ بِالحَواسِ الخَمسِ #  بِالشَّمِّ أو بِالذَّوْقِ أو بِالَّلمسِ

Ilmu dharuri bisa diketahui dengan panca indra

وَالسَّمعِ والإِبصَارِ ثُمَّ التَّالِي #  مَا كانَ مَوقُوفاً عَلَى اسْتِدلالِ

Ilmu muktasab bisa diketahu dengan cara ‘istidlal

Hanya segelintir ulama saja yang telah mengumpulkan dan membukukan hadits mutawatir. Beberapa karya ulama yang memuat hadits mutawatir antara lain:

  • Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah, karya al-Suyuthi (W.Th.911 H) Kitab ini disusun berurutan sesuai bab. Beliau menyebutkan hadits yang telah diriwayatkan oleh sepuluh atau lebih perawi. Tak luput juga penyebutan sanad pada tiap hadits. Bahkan semua matan hadits termasuk dalam kategori hadits mutawatir lafdzhi. Kitab ini memuat kurang lebih seratus hadits.
  • Qathf al-Azhar, karya al-Suyuthi. Kitab ini merupakan ringkasan kitab Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah. Di dalamnya memuat hadits yang telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
  • Nadzhm al-Mutanatsir Min al-Hadits al-Mutawatir, karya Muhammad bin Ja’far al-Katani (W.Th. 1345 H). Kitab ini memuat 310 hadits mutawatir lafdzhi dan maknawi.
  • Kunjungi laman kami untuk berbagi kegiatan melawan radikalisme dan penguatan pilar kebangsaan

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru