27.1 C
Jakarta
Array

Mengenal Hadis Maqthuʻ

Artikel Trending

Mengenal Hadis Maqthuʻ
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sejarah

Dahulu sebelum adanya penetapan istilah al-Maqthuʻ, al-Syafii (w. 204 H) menggunakannya untuk hadis yang terputus sanadnya yang sekarang dikenal dengan istilah al-Munqathiʻ. Ada sejumlah ulama –di antaranya al-Thabrani (w. 360 H), al-Daruquthni (w. 385 H), Ibnu Abdil Barr (w. 463 H), al-Humaidi, dan Ibn al-Hashar (w. 611 H)- yang sering terbalik dalam penyebutan antara al-Maqthuʻ dan al-Munqathiʻ.  Ini bisa dimaklumi karena yang pertama kali menetapkan beberapa istilah hadis yang salah satu diantaranya al-Maqthuʻ adalah Ibnu Salah (w. 643 H). Mengingat beliau adalah bapak kedua ilmu mushtalah al-hadits  setelah Abu Abdillah al-Hakim (w. 405 H). al-Maqthuʻ merupakan klasifikasi hadis ditinjau dari matannya atau sumber riwayatnya yaitu tabiin dan generasi setelahnya. Sedangkan al-Munqathiʻ termasuk klasifikasi hadis yang dilihat dari sanadnya. Jika sanadnya ada yang terputus maka itu bagian al-Munqathiʻ. Ringkasnya al-Munqathiʻ pembahasannya adalah sanad/isnâd. Sementara al-Maqthuʻ adalah pembahasan matan (redaksi).

Definisi

Kata Maqthuʻ berakar pada al-qathʻ yang bermakna asal terpisahnya sesuatu dengan yang lainnya. Dilihat dari bentuknya kata Maqthuʻ merupakan ism mafʻul (kata benda yang menunjukkan obyek). Sehingga arti secara harfiahnya adalah sesuatu yang terpotong atau terputus. Bentuk plural Maqthuʻ adalah al-Maqâthîʻ atau al-Maqathiʻ. Menurut mazhab ulama Basrah bentuk pluralnya hanya Maqathîʻ (المقاطيع) saja. Sementara mazhab ulama Kufah berpandangan boleh kedua-duanya, pakai ya’ atau tidak (المقاطع). Pendapat inilah yang dipilih oleh maestro tata bahasa Arab Ibnu Malik (w. 672 H). Dinamakan Maqthuʻ karena hadis tersebut terputus untuk sampai hingga sahabat atau Nabi Muhammad saw.

Sedangkan hadis maqthuʻ menurut istilah, para ulama yang berkosentrasi dalam ilmu musthalah hadis mempunyai definisi masing-masing. Sejatinya kesemuanya mempunyai kemiripan. Namun satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Berikut definisi hadis Maqthuʻ menurut para ulama berdasarkan urutan masanya;

  • Khatib Abu Bakar al-Baghdadi (w. 463 H)

وَأَمَّا المَقَاطِيْعُ وَهِيَ المَوْقُوْفَاتُ عَلَى التَّابِعِيْنَ

   Hadis-hadis yang digantungkan kepada para tabiin.

  • Ibnu Salah (w. 643 H)

هُوَ مَا جَاءَ عَنِ التَّابِعِيْنَ مَوْقُوْفًا مِنْ أَقْوَالِهِمْ وَأَفْعَالِهِمْ

Hadis yang (bersumber) dari tabiin baik berupa ucapan dan tindakan mereka.

  • Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi (w. 676 H)

هُوَ المَوْقُوْفُ عَلَى التَّابِعِي قَوْلًا لَهُ أَوْ فِعْلًا

Hadis yang digantungkan pada tabiin baik ucapan atau tindakannya.

  • Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H)

هُوَ الَّذِي يَنْتَهِي غَايَةُ إِسْنَادِهِ إِلَى التَّابِعِي وَمَنْ دُوْنَهُ مِنْ أَتْبَاعِ التَّابِعِيْنَ

Hadis yang akhir sanadnya sampai tabiin atau tingkatan setelahnya yakni tabi tabiin.

Sehingga riwayat yang bersumber dari tabi tabiin juga disebut dengan Maqthuʻ. Boleh juga riwayat itu disebut dengan mauquf ʻala fulan (hadis mauquf-nya fulan dari tabiin atau tabi tabiin).

  • Al-Iraqi (w. 806 H) & al-Sakhawi (w. 902 H)

وَسَمِّ بِالمَقْطُوْعِ قَوْلَ التَّابِعِي وَفِعْلَهُ حَيْثُ لَا قَرِيْنَةَ لِلرَّفْعِ فِيْهِ

Ucapan dan tindakan tabiin sekiranya tidak ditemukan indikasi ke-marfuʻ-an di dalamnya.

  • Al-Suyuthi (w. 911 H)

وَمَا يُضَفْ لِتَابِعٍ مَقْطُوْعُ                     وَالوَقْفُ إِنْ قَيَّدَتَهُ مَسْمُوْعُ

Hadis yang disandarkan pada tabiin itu Maqthuʻ

  • Al-Baiquni (w. 1080 H)

وَمَا أُضِيْفَ لِلنَّبِيِّ المَرْفُوْعُ                   وَمَا لِتَابِعٍ هُوَ المَقْطُوْعُ

Hadis yang disandarkan pada Nabi saw itu namanya marfuʻ

               Sementara (hadis) yang disandarkan pada tabiin namanya Maqthuʻ.

  • Muhammad Alawi al-Maliki (w. 1425 H)

   هُوَ الحَدِيْثُ المُضَافُ إِلَى التَّابِعِي قَوْلًا أَوْ فِعْلًا سَوَاءٌ كَانَ مُتَّصِلَ الإِسْنَادِ أَمْ لَا

   Hadis yang disandarkan kepada tabiin baik berupa ucapan atau tindakan meskipun sanadnya tersambung atau terputus.

هُوَ مَا أُضِيْفَ إِلَى الَّتابِعِي فَمَنْ دُوْنَهُ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ سَوَاءٌ كَانَ التَّابِعِيُّ صَغِيْرًا أَوْ كَبِيْرًا وَسَوَاءٌ كَانَ إِسْنَادُهُ مُتَّصِلًا أَمْ لَا

Hadis yang disandarkan pada tabiin dan orang setelahnya berupa ucapan dan tindakan baik tabiin senior maupun junior baik sanadnya bersambung ataupun tidak.

  • Mahmud Thahhan

مَا أُضِيْفَ إِلَى التَّابِعِي أَوْ مَنْ دُوْنَهُ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ

Hadis yang disandarkan pada tabiin atau generasi setelahnya baiknya berupa ucapan ataupun tindakan.

                        Dari pengertian di atas yang termasuk dalam kategori hadis Maqthuʻ antara lain: muttashil, muʻdhal, dan munqathiʻ. Sedangkan yang tidak termasuk adalah; marfuʻ, mauquf, dan mursal.

Macam-Macam Hadis Maqthuʻ  dan Contohnya

Maqthuʻ Qaulî (Ucapan)

Dari seorang tabiin bernaman Humaid al-Aʻraj mengatakan;

((مَنْ قَرَأَ القُرْآنَ ثُمَّ دَعَا أَمَّنَ عَلَى دُعَائِهِ أَرْبَعَةُ آلَافِ مَلَكٍ))

Orang yang membaca Al-Quran lalu berdoa, empat ribu malaikat akan mengaminkan doanya. HR. Al-Darimi

Maqthuʻ Fiʻlî (Tindakan)

Dari Syu’bah mengatakan:

كَانَ قَتَادَةُ لَا يُحَدِّثُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ  إِلَّا وَهُوَ عَلَى طَهَارَةٍ

            Dahulu Qatadah tidak pernah menyampaikan hadis dari Rasulullah saw kecuali dia dalam keadaan suci (dari hadas). HR. Ibnu Abdul Barr.

Kekuatan Status Hukum Hadis Maqthuʻ

Hadis Maqthuʻ tidak dapat dijadikan hujjah dalam menentukan hukum syariat meskipun sahih kualitas sanadnya. Sebab al-Maqthuʻ merupakan ungkapan dan tindakan salah seorang kaum Muslimin saja. (baca: tabiin atau tabi tabiin).

Jika riwayat Maqthuʻ ada indikasi ke-marfuʻ-annya semisal ungkapan perawi (tabiin); يرفعه (me-marfuʻ-kannya), maka status hukumnya disamakan dengan hadis marfuʻ yang mursal. Dalam kasus lain apabila riwayat al-Maqthuʻ ditemukan indikasi ke-mauquf-annya seperti komentar perawi tabiin; من السنة كذا وكذا (salah satu kesunahan adalah demikian, demikian …), maka statusnya disamakan dengan hadis mauquf.

Meski demikian bukan berarti hadis Maqthuʻ ditinggalkan begitu saja. Riwayat  Maqthuʻ masih bisa digunakan untuk fadhail amal dsb.

Penggolongan Maqthuʻ dalam klasifikasi hadis merupakan bentuk suatu luasnya toleransi para ulama hadis. Mengingat sebenarnya perkataan dan mazhab tabiin tidak ada kaitannya dengan hadis.

Referensi Hadis Maqthuʻ

Diantara literatur hadis yang banyak memuat al-mauquf dan Maqthuʻ adalah kitab-kitab al-Mushannafat semisal Mushannaf Abu Bakar Ibnu Abu Syaibah (w. 235 H), Mushannaf Abdurrazzâq bin Hammam al-Shanʻani (w. 211 H), Tafsir Jamiʻ al-Bayan karya Ibnu Jarir al-Thabari (w. 310 H), Tafsîr Ibnu Abu Hatim, Tafsîr Ibnu al-Mundzir dan lainnya. (Ali Fitriana)

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru