26.9 C
Jakarta

Mengapa Orang Lari dari Islam? Ini Alasannya!

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMengapa Orang Lari dari Islam? Ini Alasannya!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Islam termasuk agama langit yang diturunkan terakhir setelah dua agama sebelumnya, Yahudi dan Nasrani. Pembawanya, Nabi Muhammad Saw., juga termasuk penutup para nabi atau, jika meminjam istilah di pesantren dulu, khatam al-anbiya’. Islam perkembangannya memang cukup baik semenjak Nabi masih hidup. Islam yang pada mulanya belum dikenal atau asing, termasuk di tanah kelahiran Nabi, Mekkah, mulai diterima di tengah-tengah masyarakat, termasuk masyarakat di Madinah, kota di mana beliau hijrah bersama sahabat-sahabat beliau.

Nabi berdakwah dari suatu wilayah ke wilayah yang lain hanya untuk memperkenalkan ajaran-ajaran Islam. Nabi berupaya mendekatkan agama ini di hati manusia, sehingga tumbuhlah benih-benih cinta untuk masuk menjadi pengikut ajaran beliau atau, yang dikenal dengan istilah, muslim (bentuk tunggalnya, sedangkan bentuk jamaknya adalah muslimin, orang-orang yang beragama Islam). Tak heran, pada surah an-Nashr manusia datang berbondong-bondang datang menghampiri (atau mendekati) Nabi untuk menyatakan diri menjadi bagian dari pemeluk agama yang dibawanya.

Mungkin Anda bertanya, mengapa orang yang jauh tiba-tiba mendekati Nabi untuk mempercayai agama yang dibawanya? Nabi memperkenalkan agama langit ini dengan cara-cara yang baik (istilah baik di sini diterjemahkan dari bahasa Arab “ma’ruf” atau kebaikan yang dikenal atau disepakati oleh masyarakat umum). Cara-cara yang baik ini erat kaitannya dengan kemaslahatan dan terhindar dari kemafsadatan. Ada lima bagian yang harus dijaga demi tercapainya kemaslahatan ini, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Lima bagian ini harus terpenuhi semua, tidak boleh memilih satu dan mengabaikan yang lain karena itu akan membahayakan. Buktinya, pelaku terorisme yang berupaya menjaga agama tapi mengabaikan keselamatan jiwa manusia. Aksi terorisme ini jelas tidak dapat dibenarkan karena apa yang diperjuangkan dilakukan dengan cara yang keliru.

Dalam berdakwah Nabi selalu memperhatikan cara-cara yang baik. Nabi tidak pernah mengganggu keyakinan pemeluk agama lain. Nabi hanya menyampaikan ajaran agama yang dibawanya. Bahkan, Nabi melindungi keselamatan pemeluk agama di luar Islam. Nabi tidak pernah merusak tempat ibadah mereka, karena mereka memiliki hak untuk hidup nyaman dan aman. Sikap Nabi ini termasuk dalam kategori toleransi terhadap agama lain. Setelah beliau wafat, toleransi ini mulai dilupakan. Manusia, lebih-lebih di era sekarang, disibukkan untuk memperjuangkan kepentingan pribadi saja dan tidak peduli meski merugikan orang lain.

Manusia yang melupakan toleransi yang diperjuangkan Nabi ini diistilahkan dengan khawarij atau orang yang keluar dari perjuangan Nabi meski mereka mengatasnamakan agama dalam setiap langkahnya. Kelompok ini mulai tampak di permukaan pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Mereka mengkafirkan Ali, bahkan tragisnya mereka menghalalkan darah Ali beserta pengikutnya dibunuh. Pada era sekarang khawarij ini lebih dikenal dengan sebutan kelompok radikal, baik tertutup pemikirannya maupun gemar melakukan aksi-aksi terorisme.

BACA JUGA  Momen yang Tepat Kelompok Radikal Refleksi di Malam Lailatul Qadar

Kemunculan kelompok radikal itu jelas mengganggu kenyamanan dan keamanan pemeluk agama, termasuk agama Islam. Banyak orang yang ketakutan menjadi korban dari kejahatannya, semisal korban pengeboman di gereja-gereja di Surabaya beberapa tahun yang lalu, korban dari bom bunuh diri institusi kepolisian di Bandung kemarin, dan masih banyak yang lainnya. Kemudian, akibat dari kejahatan ini banyak orang yang lari atau munaffirin dari agama ini. Mereka fobia untuk bersinggungan dengan agama, karena yang terbersit di pikiran mereka, agama itu teror atau jahat.

Padahal, agama yang sesungguhnya selalu memperjuangkan perdamaian. Perhatikan saja, kenapa agama langit yang dibawa Nabi Muhammad diberi nama dengan Islam, karena sesuai dengan makna katanya, yaitu agama yang menghadirkan perdamaian di tengah-tengah semesta. Agama ini melarang pemeluknya melakukan kezaliman yang dapat merugikan orang lain, baik yang dirugikan akalnya, agamanya, jiwanya, hartanya, dan keturunannya. Larangan ini sudah jelas berbeda paham dengan pelaku terorisme itu.

Tuhan tidak senang terhadap orang yang melakukan aksi terorisme karena ia bagian dari kezaliman. Pada surah an-Nisa’ ayat 168 Tuhan tidak bakal mengampuni dosa orang yang kufur dan zalim terhadap sesamanya. Nabi pun tidak senang, karena kezaliman ini menjauhkan seseorang dari Islam. Nabi pernah marah karena mendengar pengaduan seorang sahabat, bahwa ia pernah shalat, sedang imamnya baca surah yang cukup panjang, sehingga membuat sahabat ini “males” untuk ikut berjamaah lagi. Tindakan imam ini dinilai oleh Nabi sebagai perbuatan zalim terhadap orang lain. Ini masih dalam persoalan ibadah, apalagi sampai melakukan kejahatan yang mengatasnamakan agama. Jelas itu membuat beliau lebih marah lagi.

Maka dari itu, hindari melakukan sesuatu yang berpotensi menjauhkan orang lain lari dari Islam. Itu bukan hal yang dibenarkan oleh Tuhan dan Nabi-Nya. Melakukan sesuatu yang membuat orang lain lari atau fobia dari Islam secara tidak langsung memusuhi Tuhan dan Nabi-Nya. Kelompok radikal hendaknya berhenti menebar kebencian dan melakukan aksi terorisme, karena apa yang mereka lakukan menentang Tuhan dan Nabi-Nya.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru