32.9 C
Jakarta

Mengapa HTI Sangat Ngotot Menganggap Turki Utsmani Negara Khilafah?

Artikel Trending

Milenial IslamMengapa HTI Sangat Ngotot Menganggap Turki Utsmani Negara Khilafah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Beredar kembali flyer yang berisi peringatan satu abad runtuhnya khilafah. Keruntuhan khilafah yang dimaksud disandarkan pada runtuhnya Turki Utsmani pada 1924. Meskipun sudah banyak diterangkan, juga sudah banyak saya tulis, bahwa Turki Utsmani bukan negara Islam dan bahwa ia bukan simbol sistem khilafah, narasi pengarusutamaan Turki Utsmani sebagai khilafah terus bergema. Pelakunya, seperti biasa, adalah orang-orang HTI. Pertanyaannya, mengapa mereka ngotot?

Pada uraian-uraian yang sudah lalu, saya berulang kali menegaskan, kata “al-khilafah” adalah bahasa Arab yang berarti penggantian (al-niyabah ‘an al-ghayr) atau suksesi. Khilafah adalah predikat yang subjeknya disebut al-khalifah, orang yang mengganti atau memimpin. Dalam makna tersebut, khilafah merupakan pemerintahan secara umum dan sama sekali bukan bentuk atau sistem pemerintahan tertentu. Seluruh negara di dunia, dengan demikian, telah punya khilafahnya sendiri.

Inggris, sebagai contoh. Khilafah di sana berbentuk monarki konstitusional dengan sistem parlementer. Malaysia, bekas jajahan Inggris, juga menggunakan bentuk dan sistem pemerintahan yang sama. Brunei Darussalam, juga bekas jajahan Inggris, yang saat ini sering kali dianggap simbol negara Islam, ternyata menggunakan sistem monarki absolut—sama dengan Arab Saudi dan negara-negara Teluk. Islam di negara-negara tersebut mayoritas, seperti di Indonesia.

Namun, apakah Malaysia, Brunei, Arab Saudi, dan UEA bisa disebut negara Islam? Tidak. Sebab, Islam tidak membuat konsensus tentang sistem pemerintahan tertentu. Lalu bagaimana dengan Turki Utsmani; jika bentuk dan sistem negaranya monarki absolut, mengapa orang-orang HTI ngotot menjadikannya simbol khilafah dan menjadi bahan propaganda mereka hingga hari ini? Apa sebenarnya tujuan mereka, kalau ternyata Islam tidak mewajibkan sistem pemerintahan tertentu?

Sekilas Turki Utsmani

Kekaisaran Utsmani atau yang disebut juga Kekaisaran Turki, adalah kerajaan yang menguasai sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat, dan Afrika Utara antara abad ke-14 dan awal abad ke-20. Didirikan pada akhir abad ke-13 di Anatolia barat laut, kekaisaran menyeberang ke Eropa dan memegang kekuasaan lintas benua. Turki Utsmani mengakhiri Kekaisaran Bizantium dengan penaklukan Konstantinopel tahun 1453 oleh Muhammad Al-Fatih—yang hari ini sering dielukan orang-orang HTI.

Di bawah pemerintahan Sulaiman I, sultan kesepuluh Utsmani, kekuasaan dan kemakmuran mencapai puncak. Utsmani berada dalam perkembangan tertinggi sistem pemerintahan, sosial, dan ekonomi. Pada awal abad ke-17, kekaisaran memiliki 32 provinsi dan banyak negara bawahan. Dengan Konstantinopel sebagai ibu kota dan penguasaan tanah di sekitar Cekungan Mediterania, Turki Utsmani menjadi pusat interaksi antara Timur Tengah dan Eropa selama enam abad.

BACA JUGA  Melihat Lebaran Ketupat dari Kacamata Deradikalisasi

Meski begitu, tekanan akibat inflasi sudah menggerayangi Turki Utsmani sejak paruh kedua abad keenam belas, akibat inflasi dan peningkatan biaya perang. Tekanan-tekanan tersebut menyebabkan serangkaian krisis pada kekaisaran. Pada pertengahan abad ke-19, Turki Utsmani disebut sebagai orang sakit Eropa (Sick Man of Europe). Tiga negara penguasa; Kerajaan Serbia, Wallachia, dan Moldavia, bergerak menuju kemerdekaan de jure selama tahun 1860-an dan 1870-an.

Setengah abad berikutnya, adikuasa Turki Utsmani runtuh total karena sistem pemerintahannya diganti. Yang awalnya monarki absolut, Kemal Ataturk mengubahnya menjadi demokratis sekuler. Dan karena Turki Utsmani merupakan benteng terakhir kerajaan monarki Islam, hingga kini ia selalu dijadikan rujukan untuk menarik umat Muslim ke arah Renaisans. Sayangnya, mereka yang mengelu-elukan kajayaan Islam justru mengeksploitasi Islam demi kepentingan politiknya belaka.

Nihilnya Negara Khilafah

Orang-orang HTI tidak peduli apakah Islam menuntut sistem pemerintahan tertentu atau tidak. Yang mereka tahu, mereka harus berada di tampuk kekuasaan dan kejayaan Islam adalah iming-imingnya. Tidak peduli dengan sains dan penguasaan teknologi, pokoknya bagi mereka yang penting adalah politik, politik, dan politik. Mereka ngotot menganggap Turki Utsmani negara khilafah dan menganggap khilafah sebagai sistem tunggal yang harus umat Islam tegakkan.

Padahal faktanya tidak ada negara khilafah di dunia, jika khilafah yang dimaksud adalah sistem tertentu. Yang benar, seluruh dunia sudah menerapkan kekhilafahan, hanya saja bentuk dan sistemnya berbeda. Kebenaran ini diabaikan oleh orang-orang HTI, dan mereka tetap memaksa “khilafah versi mereka sendiri” untuk ditegakkan. Sejarah dikesampingkan bahkan dimanipulasi. Narasi dimainkan dengan sangat masif. Turki Utsmani terus di-framing sebagai simbol khilafah.

Berbagai tulisan sudah mengulasnya, namun sikap ngotot tersebut tidak juga selesai. Orang-orang HTI terus memainkan propaganda. Umat pun banyak yang terpengaruh—jualan khilafah ala HTI laku keras. Sepanjang tahun narasi khilafah mereka mainkan, pada momentum-momentum tertentu yang berkaitan dengan Turki Utsmani. Tahun depan, bersamaan dengan Pemilu 2024, HTI akan menggelar peringatan satu abad runtuhnya khilafah. Dari kenihilan khilafah, mereka bergerak menuju tegaknya negara Islam.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru