25.6 C
Jakarta
Array

Mengapa Akhlak Luhur Dibutuhkan? (1)

Artikel Trending

Mengapa Akhlak Luhur Dibutuhkan? (1)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Hari ini, kita menyaksikan betapa umat Islam banyak yang tidak (lagi) menerapkan ajaran luhur (akhlak) di tengah masyarat. Tanpa rasa malu, muslim mencuri uang di kotak amal Mushola atau Masjid tertentu. Belum lagi soal etika kekinian, misalnya di dunia maya; tokoh agama di-nyinyirin habis-habisan. Dibilang ini-lah, itu-lah. Padahal, secara umur dan kapasitas keilmuan tidak berimbang. Begitu mudah masyarakat kita menghujat tanpa menggunakan etika yang luhur.

Dalam konteks global, hasil penelitian Prof. Dr. Scherazade S. Rehman dan Prof. Dr. Hossein Askari terhadap negara-negara yang paling Islami akhlaknya dengan menggunakan tolok ukur nilai-nilai Islami, menyebutkan bahwa ternyata negara yang paling Islami dalam penelitian pada tahun 2010 itu adalah Selandia Baru. Posisi kedua adalah Luxemburg. Sementara Amerika Serikat yang digadang-gadang sebagai negara ‘kafir’ justru menempati urutan ke-15.

Yang mencengangkan adalah, Arab Saudi—yang dipandang sebagai representasi Islam—menempati urutan ke-91. Kalau Arab Saudi saja masih jauh dari kata Islami, bagaimana dengan Indonesia? Apalagi Indonesia, hanya menempati urutan ke-104. Memang, tolok ukur penelitian ini tidak hanya dari aspek hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan juga penerapan ekonomi dan prinsip keadilan dalam berpolitik dan pemerintahan serta lainnya seperti HAM.

Toh jika ada yang tidak sepakat dengan hasil penelitian dua orang peneliti Muslim Washington itu, dalam konteks Indonesia, secara tegas dan nyata menunjukkan betapa akhlak atau nilai Islami tidak dijadikan sebagai roh dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tak ayal, sementara pakar menamai agama Islam sebagai ‘one of the most misunderstood reliogion’, yaitu salah satu agama yang paling disalahpahami.

Rasanya pernyataan mak jleb sementara pakar tersebut tidak berlebihan, bahkan menjadi kenyataan. Sekarang kita buka-bukaan saja, bahwa hampir di semua level; baik level akar rumput (gras root) maupun elite negeri ini melanggar norma yang berkaitan dengan akhlak luhur. Lucunya lagi, bahwa tidak jarang diperdengarkan takbir ketika berakhlak buruk atau nama Allah disebut-sebut sambil melakukan teror dan kekerasaan lainnya. Istilah STMJ; shalat terus, maksiat jalan, merupakan potret tak terbantahkan akan ajaran luhur Islam telah disalahpahami.

Implikasi atas ‘pembajakan’ ajaran luhur Islam adalah menjadikan citra Islam buruk. Terutama di mata orang Barat. Mereka membaca dan mengenal Islam tidak melalui halaqah atau forum mudzakarah, seperti yang akan dihelat Harakatuna Media di Serang-Banten pada tanggal 30 November esok. Sekali lagi bukan. Mereka membaca dan belajar tentang Islam dari apa yang dipraktikkan oleh orang Islam itu sendiri. Celakanya, mereka membaca tentang Islam dari orang yang mengaku ‘mewakili’ Islam, tetapi yang ‘mewakili’ itu gemar melakukan teror dan penganiayaan.

Dari pemaparan di atas, ada sebuah pertanyaan yang menggelitik, namun wajib dicarikan jawabannya. Ya, pertanyaan itu adalah; mengapa akhlak luhur dibutuhkan? (Bersambung). [n].

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru