26.8 C
Jakarta
Array

Mengaji Islam Moderat kepada Gus Yahya

Artikel Trending

Mengaji Islam Moderat kepada Gus Yahya
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kehadiran Gus Yahya dan beredarnya Video wawancaranya di acara AJC menuai kontroversi. Walaupun sudah ada penjelasan bahwa posisinya dalam rangka membela Palestina tetapi tetap saja tidak mampu memadamkan kritik dan caci maki. Lebih-lebih banyak pihak yang menilai tidak ada satu kalimatpun dari video wawancaranya yang secara eksplisit menyatakan dukungan atau pembelaannya atas Palestina.

Langkah gus Yahya sebenarnya bisa dibaca dengan menggunakan pendekatan etika, yaitu dengan melihat Maqashid, Tathbiq, dan Ghayah:

1) Maqashid/motif adalah ‘amalul qolbi. Motif/niat ini menjadi asas bagi semua tindakan manusia, sesuai dengan kaidah fiqh الأمور بمقاصدها . Pada aspek ini tidak ada yang mengetahui motif dari keputusan gus Yahya kecuali dia sendiri. Tapi saya berhusnudzan dan yakin bahwa gus Yahya memiliki itikad baik untuk membela Palestina; bahwa pembelaan terhadap kaum tertindas adalah selalu baik, dimanapun dan kapanpun.

2) Tathbiq. Yakni cara gus Yahya memulai melakukan pembelaan terhadap Palestina secara soft, dialogue, dalam acara AJC merupakan manifestasi dari pembelaannya atas Palestina. Dengan melontarkan kata-kata “mengedepankan rahmah dalam beragama” di forum tersebut, lebih dari cukup untuk menjadi awal pembelaan seandainya tidak ada kata-kata yang lebih eksplisit untuk diungkapkan. Walaupun frasa “by standing with Palestine (berada di Posisi Palestina)” yang menyatakan secara jelas posisi Yahya sebenarnya bisa didengar dalam Video dialogue di ICFR (Israel Council for Foreign Affairs) dimana Yahya memberikan perspectif berbeda bagi pemecahan konflik dua negara tersebut dengan prinsip nir-kekerasan.

3) Ghayah; bagaimana ghayah/tujuan dari kunjungan gus Yahya ke Israel ini tercapai? Jawabannya belum. Hasilnya tidak bisa langsung dirasakan saat ini pula, mengingat konflik Israel-Palestina udah berusia tua bahkan lebih tua daripada usia gus Yahya sendiri. Namun demikian, perspektif yang dibawa oleh gus Yahya adalah paradigma alternatif “khas Indonesia” bagi pemecahan konflik yang layak dicoba.

Lalu, kenapa muncul kritik, hujat dan cacian? Sebagai jawaban, saya berasumsi bahwa kritik-kritik yang dilontarkan kepada gus Yahya diakibatkan oleh setidaknya dua hal:

Pertama, sikap apatis bahwa tindakan gus Yahya tidak akan berhasil mendamaikanan dua negara tersebut. Itu berdasar fakta bahwa setiap kesepakatan terdahulu selalu berujung ketidak sepakatan.

Lalu bagaimana gus Yahya harusnya bertindak? Hal yang perlu diingat adalah itikad yang baik harus dilaksanakan dengan baik الغاية لا تبرر الوسيلة , karena tindakan etis adalah baik pada dirinya بذاتها dan tujuannya بمقاصدها, bukan pada akibatnya. Perilaku jujur adalah selalu baik pada dirinya dan tujuannya. Bahkan KPK sampai mengkampanyekan adagium “berani jujur, hebat” untuk membangun mental non-koruptif.

Begitu juga pembelaan terhadap kaum tertindas adalah utama, baik dilihat secara intrinsik maupun dilihat dari tujuannya. Terkait apakah tindakan Gus Yahya akan menghasilkan kebaikan atau tidak, itu tidak berada dalam kuasa Yahya. Urusan gus Yahya adalah beritikad baik dan bertindak baik.

Kedua, kritik-kritik yang ditujukan kepada Gus Yahya dikarenakan sensitifitas politik dan ideologi. Sebagaimana tahun politik yang sudah-sudah, apapun bisa ditunggangi untuk kepentingan politik tertentu. Lebih-lebih Gus Yahya, yang masuk dalam lingkaran Istana. Tindakannya bisa dibiaskan untuk kepentingan politik. Yang perlu diantisipasi adalah adanya tendensi memecah belah anak bangsa termasuk NU. Bagaimana tidak? Mengingat agenda menghancurkan NU dengan merusak martabat tokoh-tokohnya dan membenturkan NU, antara struktural dan kultural, semakin nyata.

Kenapa dikaitkan dengan NU? Kehadiran Gus Yahya menawarkan konsep “rahmah” ke Israel adalah keberanian. Sedangkan keberanian adalah moderasi, yakni sikap tengah-tengah antara nekat dan pengecut. Membawa layang-layang atau senjata, bagi Yahya, adalah tindakan nekat. Gagasan gus Yahya lebih mahal daripada kematiannya. Atau, dengan sikap pengecut, Gus Yahya hanya berkoar-koar di Media sosial dengan mengutuk mencaci sana-sini.

Keberaniannya menyampaikan nilai rahmah kepada Israel adalah cerminan dari sikap moderat yang elegan dan anggun.

Begitu juga dialog. Dialogue adalah cermin Islam moderat, yang menengah-tengahi antara angkat senjata yang gegabah dan cuek seribu bahasa. Angkat senjata bisa saja dilakukan dan bahkan telah dilakukan, tetapi selalu menghasilkan kesengsaraan baru. Diam seribu bahasa adalah tindakan pengecut yang tidak sesuai dengan tuntutan keadaan. Tetapi pribadi Gus Yahya secara tidak langsung adalah representasi Islam Moderat ala NU.

Nah, kritik mereka kepada Gus Yahya sebenarnya bukan kritik terhadap Kiai muda yang brillian itu. Lebih dari itu, sebenarnya kritik itu adalah sentimen kepada NU في ذكر الجزئي ارادة الكل . Karena NU sebagai ormas Islam yang berhaluan moderat yang mengedepankan prinsip “خير الأمور اوسطها” (sebaik-baiknya perkara adalah tengah-tengahnya) dianggap sebagai pengahalang, setidaknya bagi kelompok ekstrim kanan dan ekstrim kiri. Maka wajar dan tidak perlu kaget jika keributan ini memang digunakan oleh “mereka” untuk “mengobok-obok air keruh” dan bermuara pada mendiskreditkan Nahdliyyin dan Indonesia secara umum. Semoga kita doberi kekuatan untuk menghadapi fitnah yang bertubi-tubi ini.

*Lora Mohammad Kholil, Kiai muda di PP. Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo Jatim

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru