26.2 C
Jakarta

Meneropong NII dan Transformasi Radikalisme

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuMeneropong NII dan Transformasi Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Judul Buku: Islam: NII, Gerakan Lama Yang Diam-Diam Mencoba Terus Hidup. Pengarang: Pusat Data dan Analisa Tempo. ISBN: 978-623-262-353-8. Penerbit: TEMPO Publishing. Tahun Terbit: 2019.

Indonesia mempunyai kisah kelam berkaitan ikatan keagamaan. Selain melawan pihak penjajah, Indonesia juga menghadapi problema dalam menentukan bentuk negara. Ada dua sudut pandang berbeda dari dua kelompok yang sama besarnya. Pertama, kelompok yang menginginkan bentuk nasionalis sekuler, dan yang kedua, kelompok yang menghendaki bentuk nasionalis Islam [hlm. 24].

Setelah melalui berbagai macam perundingan, kelompok kedua tumbang atas dasar kemaslahatan. Namun, seiring berjalannya waktu, kelompok kedua ini berenkarnasi menjadi wujud baru yang lebih canggih di masa sekarang. Cara yang mereka gunakan lebih terstruktur, sistematis, dan masif, sehingga pihak keamanan samar melihat keberadaan mereka.

Kembalinya wujud Negara Islam Indonesia (NII) di masa kini menjadi bukti bahwa mengubah tata negara menjadi bentuk Islami masih diminati. Dulunya Negara Islam Indonesia (NII) atau yang disebut juga sebagai Darul Islam (DI) didirikan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo [hlm. 28]. Beliau adalah sosok yang sederhana dan keras kepala dalam mempertahankan pendapat yang diusungnya. Hal ini berbuah manis ketika gagasan mendirikan negara Islam, disambut baik dengan kelahiran Negara Islam Indonesia (NII).

Darul Islam berhasil berdiri pada tanggal 7 Agustus 1949 di desa Cisampang [hlm. 36]. Struktur organisasi ini ditata rapi dengan pemimpin tertinggi yang disebut Majelis Syuro [hlm. 38]. Berdirinya Darul Islam sebagai simbol perlawanan kepada bentuk pemerintahan yang tidak menjadikan Islam sebagai sandaran.

Dengan propagandanya, mereka berhasil menghimpun lebih dari 13.000 pasukan dengan jumlah senjata 3.000 buah [hlm. 47]. Meskipun jumlah mereka cukup besar, mereka tidak berhasil menyatukan kekuatan, sehingga tentara Republik Indonesia berhasil membubarkan melalui operasi-operasi militer [hlm. 58].

Melihat keadaannya, organisasi Negara Islam Indonesia (NII) sudah hilang di telan zaman. Namun siapa sangka pokok pikiran mereka telah diwarisi oleh berbagai tingkat generasi sampai kini. Anjuran menggunakan negara Islam dalam tatanan pemerintahan Indonesia sayup-sayup kembali kencang disuarakan. Wujud mereka kini bersemayam dalam diri orgsnisasi keagamaan yang berideologi khilafah. Memang wujud kongkret organisasi Darul Islam sudah hilang, namun pokok ajaran terus menerus terwariskan sepanjang zaman.

BACA JUGA  Menyelisik Intoleransi sebagai Titik Tolak Terorisme

Dari semua oraganisasi berhaluan khilafah tak semuanya menggunakan kekerasan sebagai keberhasilan tujuan. Ada pula organisasi serupa yang memilih jalur diplomasi dengan menyusupkan agen-agen andalannya ke berbagai lembaga pemerintahan dan ke daerah-daerah yang diperkirakan bisa diubah ideologinya. Gerakan mereka super cepat, membangun benteng pertahanan melalui peraturan, sehingga siapa saja yang menentang dapat dikenai hukuman yang dahulu telah ditetapkan.

Berbeda dengan golongan diplomat, ada pula organisasi khilafah yang memilih jalan kekerasan sebagai ladang jihad. Dengan memborbardir pos penjagaan, menyebar teror ketakutan, hingga melakukan bunuh diri berdasar ayat Al-Qur’an yang telah diselewengkan. Berbeda dengan kelompok diplomat, Pemerintah begitu siap menghadapi teror dari kelompok ini. Dengan kekuatan militer yang cukup mumpuni, pemerintah membentuk Densus 88 untuk membekuk pelaku sebelum melakukan aksi kejahatan.

Memang pada dasarnya, pemasukan ideologi khilafah ke bentuk kekerasan lebih bisa cenderung dihentikan. Ketika tindak kekerasan diluncurkan, maka saat itu juga musuh dapat diketahui identitasnya. Berbeda dengan kelompok yang dengan lembut meluncurkan ideologi khilafah.

Melawan mereka tidak bisa langsung asal tembak, namun perlu dilakukan penyelidikan, analisis panjang, baru kemudian adu pemikiran yang tentu saja harus dimenangkan pihak pemerintahan. Cara mereka cukup sistematif, menempatkan seseorang pada posisi penting di pemerintahan. Sehingga dengan kuasa yang ada, dia bisa meramu daerah kekuasaannya menjadi apa yang dicita-citakan kelompoknya.

Meskipun cara mereka tergolong berat untuk dipatahkan, namun tetap ada upaya pencegahan dari pihak pemerintah. Dengan bantuan para agamawan, pemerintah merancang ciri-ciri suatu oraganisasi tergolong pendamba negara Islami. Sehingga apabila ciri-ciri ini terdapat pada suatu oraganisasi, maka akan dilakukan penyelidikan yang menghasilkan analisis panjang dan akhirnya siap dibawa ke meja pengadilan. Pemerintah juga terus melakukan edukasi dengan menempatkan media sebagai benteng pertahanan dalam medan peperangan.

Pemerintah terus berupaya mengedukasi dengan berbagai cara melalui konten-konten kreatif dan inovatif. Menanamkan ke seluruh institusi pendidikan, bahwa Pancasila adalah satu-satunya ideologi negara. Dengan modal itulah, pemerintah berharap mereka tumbuh dengan nilai toleransi yang tinggi. Tidak mudah tersesat, apalagi terpengaruh oleh ideologi khilafah yang sebenarnya akan merusak kedaulatan negeri sendiri.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru