32.1 C
Jakarta

Menelisik Pentingnya Toleransi dalam Kehidupan Beragama 

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuMenelisik Pentingnya Toleransi dalam Kehidupan Beragama 
image_pdfDownload PDF
Judul Buku: Pendar-Pendar Kebijaksanaan, Penulis: K.H. Husein Muhammad, Penerbit: IRCiSoD, Cetakan: 2021, Tebal: 444 halaman, ISBN: 978-623-6166-67-3, Peresensi: Sam Edy Yuswanto.

Harakatuna.com – Banyak hikmah dan kebijaksanaan hidup yang bisa kita petik dari kehidupan para ulama atau kiai. Kepada mereka, kita bisa menggali kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, sebagai bekal mengarungi kehidupan di tengah masyarakat yang memiliki keragaman karakter. Seyogianya, keragaman karakter manusia harus kita sikapi dengan arif bijaksana. Bukan dengan sinisme dan egoisme. Apalagi sampai menganggap mereka sebagai musuh hanya karena berbeda pemahaman atau pandangan.

Bicara tentang beragam perbedaan yang ada di tengah masyarakat, memang seolah tak pernah ada habisnya. Ya, hal ini memang sangat wajar. Sebab watak manusia memang berbeda-beda, dan cara memahami sebuah persoalan juga berbeda. Namun, poin penting dari setiap perbedaan tersebut adalah: jangan sampai membuat satu sama lain terpecah-belah. Justru perbedaan tersebut menjadikan hidup yang kita jalani menjadi lebih indah. Sebagaimana pelangi yang memiliki warna berbeda-beda, tapi justru begitu indah dipandang mata.

Tak ayal, toleransi sangat dibutuhkan agar kita bisa lebih menghormati setiap perbedaan. Kita bisa belajar tentang pentingnya memiliki rasa toleransi dari Kiai Husein Muhammad dalam buku ini. Bahwa Islam adalah agama toleran. Bila ada fakta tindakan yang membuat sulit orang, memberatkan atau menderitakan, maka itu bukan ajaran agama Islam, karena itu merupakan tindakan intoleran.

Syekh Wahbah al-Zuhaili, ahli fikh kontemporer terkemuka dari Suriah, mengatakan bahwa toleransi dalam Islam meliputi lima nilai dasar. Yakni, persaudaraan atas dasar kemanusiaan, pengakuan dan penghormatan terhadap yang lain, kesetaraan semua manusia, keadilan sosial dan hukum, kebebasan yang diatur oleh undang-undang (hlm. 394).

Salah satu wujud dari rasa toleransi yang bisa kita lakukan adalah dengan menyayangi sesama manusia. Ya, saling menyayangi satu sama lain, tanpa pandang bulu, bahkan terhadap orang-orang yang tidak kita kenal sekali pun, merupakan hal yang mestinya selalu diupayakan. Tanpa membekali diri dengan sifat atau sikap kasih sayang, kita akan kesulitan menghargai dan menghormati satu sama lain.

Mengapa kita harus saling menyayangi satu sama lain? Pertanyaan semacam ini mungkin hadir di benak sebagian orang. Jawabannya, karena setiap orang memiliki hak yang sama. Sama-sama ingin dihormati, dihargai, dan diperlakukan dengan baik. Logikanya, kalau kita ingin dihormati oleh sesama, maka kita juga harus pandai menghormati orang lain. Ketika kita saling menghormati satu sama lain, maka kedamaian hidup pun akan tercipta.

BACA JUGA  Telaah Radikalisme-Khilafah: Tinjauan Kritis dan Strategi Pencegahan di Era Modern

Menurut Kiai Husein, hal yang mendasar dari keinginan dan dambaan setiap manusia adalah kedamaian, dihargai, dan mendapatkan kasih sayang. Semua agama dan etika kemanusiaan menyerukan dan mengajak masyarakat untuk menyebarkan perdamaian dan saling menyayangi. Dalam Islam, ada pernyataan Nabi Saw. yang menarik:

Seorang bertanya kepada Nabi, ‘Islam yang bagaimanakah yang paling baik?’ Nabi menjawab, ‘Engkau memberi makan, menyampaikan ajakan damai kepada yang kau kenal dan yang tak kau kenal‘.” (HR. Bukhari).

Sikap menyayangi manusia ini, bahkan tidak ada batasannya. Artinya, kepada mereka yang secara kasat mata bergelimang kemaksiatan pun, kita harus berusaha menyayanginya. Tentu saja sayang di sini bukan berarti menyayangi dan mengamini kemaksiatan yang dilakukan mereka. Tetapi menyayangi manusianya, dengan cara memperlakukan mereka dengan baik. Dengan harapan, kasih sayang yang kita curahkan dapat mengantarkan mereka kembali ke jalan yang diridai oleh-Nya.

Perihal pentingnya sikap saling menyayangi satu sama lain, ada sebuah nasihat bijak dari Syekh Nawawi Banten yang diungkap dalam buku ini. Beliau pernah mengatakan begini: “Maka, sayangilah semua ciptaan Allah karena mereka adalah hamba-hamba Allah, meskipun mereka berdosa,” (Al-Futuhat al-Madaniyyah, hlm. 18).

Buku ini merangkum tulisan-tulisan K.H. Husein Muhammad dengan tema beragam yang begitu penting untuk kita renungi sekaligus menjadi media untuk saling introspeksi. Tentu saja, dalam tulisan-tulisan tersebut, kita bisa menggali kebijaksanaan-kebijaksanaan hidup yang bermanfaat bagi kehidupan kita. Hal terpenting yang harus kita catat bahwa kebijaksanaan hidup itu bisa datang dari mana saja. 

Tak perlu kita menutup diri saat menemukan hal-hal baik dari orang yang tak dikenal atau berbeda keyakinan dengan kita. Saya sangat sepakat dengan apa yang disampaikan Kiai Husein dalam salah satu tulisannya di buku ini. Beliau mengatakan, “Setiap penemuan ilmiah yang dihasilkan oleh manusia, siapa pun ia, dari latar belakang status sosial apa pun ia, sepanjang bermanfaat bagi kehidupan dan kesejahteraan umat manusia, seharusnya diapresiasi oleh siapa pun, termasuk kaum muslimin dan dipandang sebagai produk-produk yang tidak bertentangan dengan agama, terutama Islam”.

Sam Edy Yuswanto
Sam Edy Yuswanto
Bermukim di Kebumen, tulisannya dalam berbagai genre tersebar di berbagai media, lokal hingga nasional, antara lain: Koran Sindo, Jawa Pos, Republika, Kompas Anak, Jateng Pos, Radar Banyumas, Merapi, Minggu Pagi, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dll.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru