30.8 C
Jakarta
spot_img

Menelisik Islam di Mata Media Barat: Meretas Bias, Menyemai Harapan

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMenelisik Islam di Mata Media Barat: Meretas Bias, Menyemai Harapan
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Ketika kita berbicara tentang dunia modern, tak bisa dipungkiri bahwa media memegang peranan besar dalam membentuk cara kita melihat segala hal. Islam, yang dipeluk oleh lebih dari satu miliar orang di dunia, sering kali jadi sorotan di media Barat, namun dengan cara yang kontroversial. Kita mungkin sudah cukup kerap mendengar cerita-cerita yang mengaitkan Islam dengan kekerasan atau konflik.

Sayangnya, cerita-cerita tersebut menjadi yang paling banyak diberitakan, sementara cerita-cerita tentang kedamaian, kemajuan, dan kebaikan yang datang dari umat Muslim hampir selalu terabaikan.

Kadang saya merasa ada yang tidak beres dengan cara media Barat menggambarkan Islam. Coba perhatikan, hampir selalu yang ditonjolkan itu kekerasan, terorisme, atau penindasan. Padahal, kalau dipikir-pikir, Islam punya sejarah yang jauh lebih luas dan dalam. Islam punya banyak kontribusi positif dalam ilmu pengetahuan, seni, dan budaya, yang terlupakan. Kalau kita cuma melihat sepotong kecil dari cerita besar ini, apa yang kita dapatkan? Cuma gambaran yang tidak lengkap.

Media: Kekuatan Pembentuk Persepsi

Sebelum kita lanjut, saya rasa kita perlu sadar satu hal. Media Barat, mulai dari televisi sampai platform digital, punya pengaruh sangat besar dalam membentuk cara pandang kita terhadap banyak hal. Terutama, cara kita melihat Islam. Apa yang kita tahu tentang dunia datang dari apa yang mereka sajikan kepada kita.

Islam, sebagai agama terbesar kedua di dunia, menjadi sorotan dalam laporan berita, yang tak jarang lebih menonjolkan sisi sensasional dari agama ini. Sering sekali media menyoroti isu-isu seperti terorisme, kekerasan, atau penindasan perempuan yang, meskipun relevan dalam beberapa kasus, tidak mewakili keseluruhan pengalaman umat Muslim.

Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah bias yang sudah terbentuk sejak lama dalam media. Media Barat, dalam banyak kasus, lebih memilih untuk menyajikan Islam dalam narasi yang lebih sederhana dan mudah dicerna—biasanya terkait dengan konflik, ketegangan Timur-Barat, atau ketidaksetaraan sosial. Pandangan tersebut mengabaikan keragaman dalam ajaran Islam serta kontribusi positif umat Muslim di dunia.

Konstruksi Media: Dari Stigma ke Stereotipe

Stereotipe negatif adalah elemen utama yang terus-menerus diulang dalam media Barat. Gambar-gambar terkait kekerasan dan terorisme sering menguasai headline, dan ini membentuk gambaran publik yang sempit tentang Islam. Salah satu contoh yang paling mencolok adalah bagaimana media melaporkan serangan teroris pasca-peristiwa 9/11, yang hampir selalu dikaitkan dengan Islam—meskipun mayoritas umat Muslim menentang keras aksi kekerasan atas nama agama mereka.

Namun, penting untuk memahami bahwa kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ekstremis, yang mengklaim Islam sebagai identitas mereka, tidak mencerminkan ajaran agama ini secara keseluruhan. Islam, sebagaimana yang diajarkan dalam banyak tradisi, menekankan nilai-nilai perdamaian, kasih sayang, dan keadilan. Tetapi media Barat sering gagal untuk menampilkan sisi ini, lebih memilih narasi yang lebih mudah dipahami dan lebih menarik secara sensasional.

Selain kekerasan, media juga menyoroti penindasan perempuan di dunia Muslim, menggambarkan perempuan Muslim sebagai korban yang terbelenggu dalam budaya patriarki yang ketinggalan zaman. Stereotipe ini memperparah pandangan bahwa perempuan di dunia Muslim tidak memiliki suara atau kekuatan. Padahal, banyak perempuan Muslim yang berperan aktif dalam berbagai bidang—baik di dunia politik, sosial, maupun bisnis—dan memberikan kontribusi luar biasa dalam masyarakat mereka.

Bias Media: Fenomena Othering dalam Representasi Islam

Konsep othering merujuk pada cara di mana suatu kelompok digambarkan sebagai “lain,” berbeda, atau bahkan inferior dibandingkan kelompok dominan. Dalam konteks itu, media Barat menggambarkan umat Muslim sebagai “yang lain,” yang lebih rendah atau lebih asing dibandingkan dengan norma Barat.

Sering kali, gambaran tentang Islam di media Barat terasa seperti stereotipe yang tak pernah berubah. Islam digambarkan sebagai ancaman atau sesuatu yang eksotis dan primitif, bahkan seolah-olah harus diwaspadai.

Edward Said dalam bukunya, Orientalism, mengungkapkan bagaimana Barat selama ini membentuk gambaran yang sangat terdistorsi tentang Timur, termasuk Islam. Islam sering dipandang sebagai sesuatu yang terbelakang dan jauh dari peradaban.

Meski sekarang mungkin gambaran itu lebih halus, saya rasa dampaknya masih sangat terasa, bahkan tanpa kita sadari. Media tetap memperkuat narasi bahwa Islam adalah ancaman yang harus dipahami atau bahkan dikendalikan menurut cara pandang Barat.

BACA JUGA  Melawan Intoleransi di Momentum Natal; Mainstreaming Moderasi Menuju 2025 yang Gemilang

Stereotipe Positif: Upaya untuk Menyeimbangkan Narasi

Di sisi lain, meskipun representasi negatif Islam sangat dominan di media Barat, ada pula upaya untuk menghadirkan gambaran yang lebih seimbang tentang umat Muslim.

Sebagian media, terutama dalam beberapa tahun terakhir, mulai memberikan lebih banyak ruang untuk menggambarkan keberagaman dan kompleksitas dalam dunia Muslim. Media mulai menampilkan kisah-kisah tentang Muslim yang berjuang untuk keadilan sosial, kontribusi ilmiah, dan upaya mereka dalam menciptakan perubahan positif di masyarakat.

Salah satu contoh representasi positif adalah peningkatan penuturan tentang perempuan Muslim yang memimpin di berbagai bidang, dari politik hingga olahraga, serta kisah-kisah inspiratif tentang para pemimpin Muslim yang memperjuangkan hak-hak minoritas dan keadilan sosial. Meski demikian, kisah-kisah seperti ini masih relatif jarang dibandingkan dengan narasi dominan yang mengaitkan Islam dengan kekerasan.

Dampak pada Persepsi Masyarakat: Polaritas dan Ketegangan

Dampak dari representasi media sangat besar. Masyarakat Barat, yang banyak bergantung pada media untuk membentuk pandangan mereka tentang dunia luar, kerap kali terjebak dalam narasi yang bias dan terdistorsi. Hal ini menciptakan polaritas antara Muslim dan non-Muslim, yang memperburuk ketegangan sosial dan politik. Ketakutan terhadap “yang lain” semakin meningkat, dan stereotipe yang ada semakin mengakar kuat.

Beberapa negara Barat, seperti Prancis dan Inggris, belakangan ini terlihat semakin memunculkan sentimen anti-Muslim. Kebijakan diskriminatif terhadap komunitas Muslim juga makin meningkat, dan itu memperburuk pemisahan antara kelompok tersebut dengan yang lainnya. Yang lebih parah lagi, kelompok ekstremis bisa memanfaatkan stereotipe buruk tersebut untuk memperkeruh hubungan antaragama dan antarbudaya.

Mengubah Narasi: Media dan Perubahan Sosial

Perubahan narasi tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Media harus berusaha lebih keras untuk menggambarkan Islam secara lebih seimbang. Tidak hanya menyoroti aspek negatif, media perlu lebih banyak memberi ruang untuk cerita-cerita positif dari dunia Muslim—termasuk kontribusi umat Muslim dalam bidang sains, seni, politik, dan perubahan sosial.

Saya rasa, sebagai individu, kita harus berani untuk tidak sekadar menerima informasi yang diberikan begitu saja. Terkadang, informasi yang datang kepada kita sangat terbatas, hanya menyoroti sisi yang negatif, sementara sisi yang lebih luas, yang penuh dengan kedalaman dan kompleksitas, sering terabaikan.

Islam, seperti halnya budaya dan agama lainnya, bukanlah topik yang hanya layak dibicarakan dalam konteks tertentu. Ada begitu banyak sisi yang kurang dikenal dan mungkin belum banyak dijelaskan dengan adil. Untuk itu, penting bagi kita untuk berusaha mencari lebih dari apa yang terlihat di permukaan, membuka ruang bagi pemahaman yang lebih mendalam dan luas tentang Islam, agar kita bisa menyumbangkan sudut pandang yang lebih seimbang.

Media tentu sangat berpengaruh, tapi saya yakin media juga punya potensi untuk membantu membangun pemahaman yang lebih baik antara dunia Barat dan Timur. Jika narasi yang disampaikan bisa lebih seimbang, saya rasa kita bisa mulai melihat pandangan yang lebih adil dan terbuka mengenai Islam di Barat. Ini merupakan langkah kecil, meski sederhana, yang bisa membuka ruang bagi percakapan yang lebih produktif antarbudaya.

Kalau ada usaha sungguh-sungguh untuk memperkenalkan narasi yang lebih seimbang, yang mencerminkan keragaman, pandangan masyarakat Barat tentang Islam bisa berubah. Bukan hanya dalam berita atau gambar yang tersebar, tapi juga dalam pemahaman yang jauh lebih dalam. Sebaliknya, mereka juga harus memberikan perhatian yang cukup kepada sisi positif, seperti kontribusi umat Muslim dalam bidang-bidang lain yang sering terabaikan.

Saya meyakini perubahan dalam cara Islam yang digambarkan di media Barat mungkin saja terjadi. Namun, untuk itu kita perlu usaha bersama dari berbagai pihak. Media harus lebih berusaha untuk menyajikan gambaran yang lebih seimbang mengenai Islam. Mereka harus memperkenalkan narasi yang lebih luas, yang tidak hanya menyoroti aspek kekerasan atau konflik, tetapi juga berbagai pencapaian positif umat Muslim di seluruh dunia.

Proses tersebut, pada akhirnya, akan membuka ruang bagi percakapan yang lebih konstruktif dan saling menghargai antarbudaya, yang pada gilirannya akan mempererat hubungan antarkomunitas global. Dengan cara itulah, kita dapat menyadari bahwa media, meskipun memiliki kekuatan luar biasa, juga memiliki potensi untuk membangun hubungan yang lebih baik antara Barat dan Timur, terutama dalam hal pemahaman terhadap Islam.

Fadhel Fikri
Fadhel Fikri
Co-Founder Sophia Institute Palu. Mahasiswa Filsafat di UIN Datokarama Palu.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru