25.4 C
Jakarta

Meneladani Tradisi dan Semangat Menulis KH. Hasyim Asy’ari

Artikel Trending

KhazanahLiterasiMeneladani Tradisi dan Semangat Menulis KH. Hasyim Asy’ari
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Menulis adalah salah satu cara manusia untuk menyampaikan pemikirannya. Pada zaman dahulu, tradisi tulis menulis sudah mengakar kuat dalam keseharian para ulama dan santri untuk menuangkan pemikirannya dalam berbagai disiplin ilmu.

Berbagai karya ulama yang dihasilkan dari menulis sangat memberikan andil dalam perkembangan ilmu pengetahuan di masa kini. Maka tidak heran jika para akademisi berlomba-lomba untuk menghasilkan karya-karya terbaiknya guna memajukan khazanah keilmuan.

Dalam menuntaskan karyanya, setiap penulis memiliki cara yang berbeda untuk dapat menghasilkan karya terbaiknya. Hal itu juga yang diterapkan oleh KH. Hasyim Asy’ari. Sosok ulama pendiri organisasi kemasyarakatan terbesar yang lahir pada Selasa, 24 Dzulqa’dah 1287 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 Masehi, di pesantren Gedang, Tambakrejo, Kabupaten Jombang.

Tidak banyak yang tahu bahwa KH. Hasyim Aay’ari menulis tidak hanya untuk mengamalkan ilmunya tetapi juga sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah yang merenggut hak rakyat untuk belajar dengan dipekerjakan secara paksa dan fitnah-fitnah keji yang dilontarkan kepadanya.

Ini berawal dari kitabnya, At-Tanbihat Al-Wajibat, sebuah kitab yang merespons isu sosial kemasyarakatan tentang bahasan Maulid Nabi, dengan adanya karangan ini justru beliau difitnah sebagai orang Wahabi karena dianggap tidak memperbolehkan Maulid Nabi, padahal realitanya yang terjadi tidak seperti itu, pada peringatan Maulid kala itu (di dalam tradisinya) terjadi kemungkaran sehingga beliau mengkritiknya dalam sebuah tulisan untuk dakwah dengan etika yang baik kepada masyarakat.

Perannya sebagai kolumnis di majalah-majalah, seperti Majalah Nahdhatul Ulama’, Panji Masyarakat, Swara Nahdhotoel Oelama menandakan bahwa ia tidak hanya berkutat pada pemikiran jagad pendidikan pesantren saja, melainkan juga merespons isu-isu yang berkembang di masyarakat. Karya-karyanya telah banyak yang menjadi rujukan jawaban atas berbagai problematika masyarakat.

Ada beberapa kebiasaan yang dianggap sebagai manifestasi penghormatan pada ilmu yang dipelajari dan diamalkan. Menurut Sanusi yang tertuang dalam karyanya, ia menerangkan bahwa sebelum memulai membaca dan menulis tentang ilmu syariah, beliau selalu bersuci dan membaca basmalah.

Hal demikian merupakan salah satu laku spiritual untuk membersihkan hati dari hal-hal yang bersifat kotor yang  akan menghalangi ilmu masuk ke dalam hati dan pikiran dan bila KH. Hasyim Asy’ari membaca atau menulis ilmu retorika atau ilmu umum, beliau akan membaca shalawat dan hamdalah.

BACA JUGA  Eksis dalam Dunia Kepenulisan Itu Asyik, Lho!

Hal ini diyakini bahwa para pencari ilmu akan terus mendamba syafaat Nabi agar proses belajar atau mengajarnya mudah dan apa yang ingin disampaikan melalui tulisannya sampai kepada pembaca.

Perihal waktu menulis, mempunyai waktu yang khusus, yakni di pagi hari sekitar pukul 10.00 hingga menjelang zuhur. Di samping itu juga, beliau mengajar, berdakwah, dan berjuang. Pada waktu itu lah beliau mulai produktif-produktifnya sebagai penulis buku-buku, kitab, sebagai karya yang memang gunanya untuk masyarakat.

Kebiasaan itulah yang terus dilakukan beliau ketika hendak membaca dan menulis, terlebih jika apa yang ia baca atau kutip dari ulama salaf terdahulu atau orang-orang soleh tak luput beliau bertawasul atau mengirim doa terdahulu kepada pengarangnya. Hal itu dilakukan berharap memperoleh barokah dari pengarang kitab tersebut.

KH. Hasyim Asy’ari menyarankan kepada murid-muridnya untuk memiliki karya, seperti yang dilakukan oleh dirinya sendiri, karena menurutnya orang yang sedang menempuh ilmu, diharuskan memiliki karya buku tersendiri supaya ilmu yang didapatkan dari jerih payahnya sendiri dengan melalui perjuangan yang berdarah-darah dapat dirasakan manfaatnya tidak hanya untuk diri sendiri melainkan banyak orang.

Jika kita dapat meneladani keistiqomahannya dalam menulis, kita dapat melahirkan karya yang bermanfaat dan tidak sedikit, kita dapat dengan mudah mencari karya-karyanya, bahkan banyak juga karyanya yang hingga kini belum terpublikasikan, di antaranya adalah:

  1. Hasyiyah ‘ala Fath ar-Rahman bi Syarh Risalah al-Wali Ruslan li Syeikh al-Islam Zakariya al-Anshari
  2. Ar-Risalah at-Tawhidiyah
  3. Al-Qala’id fi Bayan ma Yajib min al-Aqa’id
  4. Al-Risalah al-Jama’ah
  5. Tamyiz al-Haqq min al-Bathil
  6. Al-Jasus fi Ahkam al-Nuqus
  7. Manasik Shughra

Lihatlah, banyak sekali karya yang dihasilkan berkat semangat menulisnya. Yang perlu kita teladani dalam waktu menulis adalah bukan terletak pada jamnya yang harus sama dilakukan, namun keistiqamahan beliau dalam meluangkan waktu menghasilkan karya.

Berbagai tulisan yang telah diwariskan KH. Hasyim Asy’ari, baik dalam bentuk buku, manuskrip, maupun yang dipublikasikan dalam media masa benar-benar telah menjadi bukti atas kebermanfatan menulis, pasalnya tulisan Hadratussyaikh hingga kini masih dan tetap menjadi rujukan penting bagi umat Islam dalam menjalani alur kehidupan.

Maka tidak heran jika dikatakan bahwa sebaik-bainya karya tulis adalah yang tidak hanya  dapat dibaca oleh orang-orang sezaman, tetapi juga dengan membaca karya dan pemikiran para tokoh setelah kematian penulisnya.

Hilda Rizqi Elzahra
Hilda Rizqi Elzahra
Mahasiswi Tadris Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri KH. Abdurrahman Wahid. Gemar membaca dan menulis. Tulisan-tulisannya dimuat di beberapa media massa. Keturuan Jawa asli tanpa kontaminasi. Putri pertama dari tiga bersaudara.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru