29.7 C
Jakarta

Meneguhkan Pancasila sebagai Identitas Konstitusional

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuMeneguhkan Pancasila sebagai Identitas Konstitusional
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Judul Buku: Pancasila Identitas Konstitusi Berbangsa dan Bernegara, Penulis: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Penerbit: Rajawali Pers, PT Rajawali Grafindo Persada, Depok, Tebal: 462 halaman, Terbit: Agustus 2020, ISBN: 978-623-231-521-1, Judul Resensi: Meneguhkan Pancasila Sebagai Identitas Konstitusional, Peresensi: Bahrur Rosi.

Kehidupan berbangsa dan bernegara tidak lain merupakan kehidupan berkonstitusi. Dalam konteks bernegara, nilai-nilai dasar Pancasila menjadi jiwa bagi identitas konstitusional bangsa Indonesia dengan lima prinsip dasar kebangsaan, yaitu: pluralisme, inklusivisme, universalisme, nasionalisme, dan konstitusionalisme yang beridentitas Pancasila.

Sementara itu, pergulatan pengaruh nilai-nilai universal yang datang dari pengaruh globalisme versus lokalisme telah membentuk semangat kebangsaan, yaitu semangat nasionalisme Indonesia modern. Semangat nasionalisme itulah yang dituangkan menjadi kesepakatan tertinggi dalam bentuk Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dokumen konstitusi berbangsa dan bernegara.

Di dalam konstitusi tersebut terkandung banyak nilai-nilai fundamental yang bersifat universal. Namun, lima diantaranya sengaja dipilih dan disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara sebagai lima sila yang disebut Pancasila sebagai identitas konstitusional bangsa Indonesia (constitutional identity).

Sebagai bangsa, kita hidup dalam lingkungan kebangsaan yang majemuk dan plural, tetapi dipertemukan pada satu semboyan yang sama “Bhinneka Tunggal Ika”. Tidak ada pilihan lain bagi setiap warga negara negara Indonesia selain menerima, mengakui, dan bahkan menikmati kenyataan hidup dalam kemajemukan, inilah realitas pluralisme yang nyata.

Namun, pluralisme yang kita warisi, hingga hari ini, mengandung dalam dirinya pelbagai fragmentasi dan meliputi segmen-segmen etnisitas dan religiusitas yang beraneka ragam yang cendrung hidup dalam ekslusiftas masing-masing berdasarkan faktor SARA.

Di samping itu, dalam pergaulan membaur di tengah kemajemukan itu, diperlukan keinginan yang kuat di antara sesame warga bangsa untuk mencari titik temu, menemukan nilai-nilai persamaan yang bersifat universal yang mempersatukan. Karena itu, disamping pengakuan akan adanya pluralisme dan keharusan sikap inklusivisme, dibutuhkan pula spirit universalisme dan perikehidupan berbangsa dan bernegara.

Nasionalisme menyangkut identitas kebudayaan setiap bangsa di dunia yang majemuk. Karena itu, semangat kebangsaan terus aka ada dan terus memerlukan pupuk-pupuk pengukuhan dan pencerahan dalam menghadapi zaman yang serba bebas dan disruptif dewasa ini dan mendatang [hlm. 6].

BACA JUGA  Keterlibatan Perempuan dalam Kejahatan Terorisme

Begitu kuat dan kompleksnya keragaman budaya antara golongan, agama, ras, dan bahkan suku-suku bangsa, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang paling plural atau paling majemuk di dunia dalam semua aspek kehidupan dalam wadah NKRI. Karena itu, pola kehidupan manusia Indonesia membutuhkan sikap inklusif dalam pergaulan antar sesame dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Indonesia membutuhkan 5 prinsip hidup Bersama sebagai bangsa, yaitu: (i) Pluralisme, (ii) Inklusivisme, (iii) Universalisme, (iv) Nasionalisme, dan (v) Konstitusionalisme.

Yang pokok dalam kelima pilar dan kelima prinsip dasar tersebut di atas, tidak lain adalah Pancasila sebagai lima nilai dasar yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa yang termaktub dalam kesadaran konstitusional seluruh rakyat Indonesia, yaitu: (i) Ketuhanan Yang Maha Esa, (ii) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, (iii) Persatuan Indonesia, (iv) Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan (v) Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nilai-nilai luhur Pancasila itu bersifat fundamental, meskipun berasal dari perasan jiwa rakyat Indonesia, tetapi dapat ditemukan juga dimana saja dan kapan saja di sepanjang sejarah umat manusia [hlm. 61]. Nilai-nilai luhur Pancasila itu juga bersifat universal, dan karena itu secara insani dapat dikatakan bersifat mutlak, akan terus hidup dan terbuka menerima realitas-realitas baru di sepanjang sejarah di masa depan.

Di era globalisasi dewasa ini, nilai-nilai lokal inilah yang bersitegang dengan aneka pengaruh nilai-nilai asing yang datang sebagai akibat pergaulan Indonesia yang aktif dan terbuka. Dari ketegangan persaingan itulah muncul dan terbentuk kesadaran baru yang mewarnai wacana kebangsaan.

Nasionalisme Indonesia baru, yang terbuka. Namun, nasionalisme Indonesia itu tetap dilandasi dan berlandaskan pada nilai-nilai luhur Pancasila yang bersifat universal sebagai akar kebangsaan dan roh identitas ke-Indonesiaannya.

Dalam pengertian yang demikian itu, Pancasila diidealkan menjadi sikap dan falsafah hidup setiap individu manusia Indonesia, keluarga Indonesia, dan masyarakat Indonesia. Atas dasar itu, falsafah hidup Pancasila itu akan tumbuh dan hidup sebagai falsafah hidup dalam kegiatan berbangsa dan bernegara.

Bahkan, nilai-nilai luhur Pancasila itu dapat dikatakan harus tercermin dalam iklim dan budaya kerja, baik di lingkungan pemerintahan negara, di lingkungan dunia usaha, maupun di kalangan masyarakat madani yang terorganisasi.

Bahrur Rosi
Bahrur Rosi
Alumni Universits Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru