26.1 C
Jakarta

Mencegah Radikalisme dengan Nilai-nilai Pancasila

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMencegah Radikalisme dengan Nilai-nilai Pancasila
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Radikalisme adalah suatu perubahan sosial dengan jalan kekerasan, dengan satu tujuan yang dianggap benar namun dengan menggunakan cara yang salah. Radikalisme merupakan gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan sikap, berdamai dan mencari perdamaian.

Soekarno menawarkan suatu ideologi yang sesuai dengan dasar kebiasaan yang ada di Indonesia. Soekarno sepertinya dapat melihat bahwa akan terjadi berbagai gerakan yang dapat merusak dan mengancam negara Indonesia, salah satunya adalah radikalisme. Dengan mengamalkan nilai-nilai ideologi Pancasila, suatu bangsa dapat menjalankan proses hidup dalam berbangsa dan bernegara tanpa ada ancaman dari gerakan yang mengancam keutuhan negara.

Saat ini Pancasila adalah ideologi yang terbuka, dan sedang diuji daya tahannya terhadap gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi besar lainnya, seperti liberalisme (yang menjung tinggi kebebasan dan persaingan), sosialisme (yang menekankan harmoni), humanisme (yang menekankan kemanusiaan), nihilsme (yang menafsirkan nilai-nilai luhur yang mapan), maupun ideologi yang berdimensi keagamaan.

Pancasila sebagai ideologi terbuka pada daarnya memiliki nilai-nilai yang sama dengan ideologi lainnya, seperti keberadaban, penghormatan akan HAM, kesejahteraan, perdamaian dan keadilan. Di era globalisasi romantisme kesamaan historis zaman lalu tidak lagi merupakan pengikat rasa kebersamaan yang kokoh. Kepentingan akan tujuan yang akan dicapai lebih kuat pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejahteraan.

Karena itu, implementai atas nilai-nilai Pancasila, agar tetap aktual menghadapi ancaman radikalisme yang semakin beranu menampakkan batang hidungnya di khalayak umum.

Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang harus tetap diimplementasikan itu adalah:

  1. Kebangsaan dan persatuan
  2. Kemanusiaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia
  3. Ketuhanan dan toleransi
  4. Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan
  5. Demokrasi dan kekeluargaan

Ketahanan nasional merupakan suatu kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan dan dibina secara terus menerus secara sinergis dan dinamis mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan dan nasional yang bermodalkan keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan pengembangan nasional.

Salah satu unsur ketahanan nasional adalah Ketahanan Ideologi. Ketahanan Ideologi perlu ditingkatkan dalam bentuk; (1) pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif; (2) akulturasi, adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nila-nilai baru; (3) pegembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam seluruh berbangsa dan bermasyarakat.

BACA JUGA  Puasa: Momentum Menahan Diri dari Nafsu Ekstremisme-Terorisme

Gerakan radikalisme yang sering dan paling populer menggunakan jalur agama. Agama merupakan hal paling sensitif dalam sebuah pembahasan, karena itu muncullah fenomena radikalisme agama. Pengaruh radikalisme agama dapat melahirkan radikalisasi gerakan keagamaan para pemeluknya yang disebabkan oleh keinginan kuat untuk mempraktikkan doktrin ajaran agamanya yang dalam bentuk gambaran masyarakat ideal dan tantangan realistis domestik umat dalam negara dan konstelasi politik internal yang dinilai memojokkan dan merusak kehidupan sosial politik umat Islam.

Secara filosofis, fenomena radikalisme agama merupakan persoalan agama yang personal yang berhubungan dengan pengalaman inti (core experience), memori kolektif (collective memory) dan penafsiran (intepretation) agama. Dalam keagamaan nampaknya belum ada istilah yang tepat untuk menggambarkan gerakan radikal. Oliver Roy misalnya, menyebut gerakan Islam yang berorientasi pada pemberlakuan syarat Islam sebagai Islam  fundementalis, yang ditunjukkan dengan gerakan Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jam’iati Islami dan Islamic Salvation Front (FIS). Muhammad Abid al-Jabiri menggunakan istilah ekstremisme Islam.

Dalam kasus ini, seharusnya Pancasila bisa meredam gerakan radikalisme. Apakah Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia tidaklah mampu? Jawabannya tentu mampu, yang menjadi akar masalah dari bangsa Indonesia sendiri adalah kurangnya respek antarsesama terutama di wilayah perkotaan. Soekarno secara tegas berkata: “Apabila bangsa Indonesia melupakan Pancasila, tidak melaksanakan bahkan tidak mengamalkannya, maka bangsa Indonesia ini akan hancur berkeping-keping”.

Kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pengamalan Pancasila menjadi fokus utama, bahkan bisa kita lihat di zaman sekarang ini yang dikenal dengan zaman anak milenial, banyak generasi muda yang tidak tahu arti Pancasila bahakan banyak juga yang tidak hafal teks Pancasila itu sendiri. Sangat memprihatinkan memang, tapi itulah kenyataan pahit yang dapat kita lihat. Jadi, apakah Soekarno benar dengan ucapanya apabila negara kita masih seperti sekarang dengan generasi muda yang sekarang ini, kita tunggu saja bagaimanakah nasib negara Indonesia di masa mendatang.

Kholil Chusyairi
Kholil Chusyairi
Reporter di Intis Press, Mahasiswa Universitas Nahdhatul Ulama Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru