29.7 C
Jakarta

Menangkis Kepalsuan Khilafah yang Terus Dicekokkan pada Umat

Artikel Trending

Milenial IslamMenangkis Kepalsuan Khilafah yang Terus Dicekokkan pada Umat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pro-kontra soal isu khilafah adalah masalah perspektif dan tergantung pada berbagai faktor. Individu, pemerintah, dan masyarakat memiliki alasan berbeda untuk melawan atau mendukung, dan demokrasi mempersilakan keragaman pendapat. Namun demikian, isu khilafah selama ini telah menggiring umat Islam pada kesemrawutan sosial-politik. Mau tidak mau, sesama umat Islam hari ini kerap tidak damai. Kepalsuan khilafah sudah mencekoki mereka terlalu dalam.

Sebagai contoh, stabilitas politik. Sejumlah pengamat mengatakan, isu khilafah seperti yang digaungkan para ekstremis menyebabkan instabilitas dan konflik politik. Mereka menunjuk bukti historis ketika upaya mendirikan khilafah mengakibatkan perebutan kekuasaan, perpecahan, dan segala intrik yang muaranya kekerasan. Para pengusung khilafah dan umat Muslim yang termakan narasi palsunya selalu menggunakan kekerasan sebagai senjata dan, naifnya, dianggap legal di mata Islam.

Efek buruk lain dari kepalsuan khilafah ialah cederanya HAM. Tafsir ekstremis pengasong khilafah memantik masalah HAM yang signifikan, mencakup penindasan, diskriminasi, dan pelanggaran kebebasan individu, terutama bagi kelompok yang terpinggirkan atau individu yang tidak sesuai dengan ideologi ekstremis. Kalau hanya dianggap fasik atau bahkan kafir itu biasa. Yang lebih menjengkelkan adalah, mereka menebar teror dan pelanggaran HAM berat lainnya.

Keamanan internasional, keniscayaan pluralisme, dan demokrasi sendiri juga terganggu oleh narasi palsu tentang khilafah. Para khilafahers sering kali berambisi memperluas pengaruh mereka melampaui batas-batas negara. Itu dapat menimbulkan ancaman keamanan tidak hanya lokal, Indonesia misalnya, tapi juga secara global. Ini sekilas mirip instabilitas politik. Namun ternyata lebih kompleks, karena mencakup instabilitas ekonomi, sosial, dan keberagamaan itu sendiri.

Memang, pemerintahan Muslim dengan prinsip-prinsip Islam secara penuh, di bawah satu bendera, adalah impian segenap umat Islam. Namun demikian, mudarat isu khilafah kepada umat jauh lebih besar, di samping juga Nabi Saw tidak pernah bersabda yang mewajibkan penegakan negara khilafah. Jika yang mengatakan bahwa Nabi memerintah, maka ia jelas berdusta. Seluruh narasi khilafah adalah propaganda belaka, yang sama sekali jauh dari fakta.

Fakta Propaganda Khilafahers

Ada satu fakta utama yang penting disadari bersama, bahwa meskipun isu khilafah telah disebarkan oleh berbagai kelompok ekstremis, mayoritas Muslim di seluruh dunia tidak mendukung tafsir mereka yang selain menyalahi Al-Qur’an dan hadis, juga menyalahi kebenaran sejarah. Ada beberapa fakta yang jika disadari bersama, akan secara gamblang menunjukkan kepalsuan khilafah itu sendiri. Ini menarik diuraikan sebagai kontra-propaganda khilafahers.

Pertama, propagasi ekstremisme. Isu khilafah hanya digaungkan oleh rganisasi ekstremis, seperti ISIS, Al-Qaeda, dan sejumlah kelompok ekstrem lokal. Mereka menggunakan berbagai platform media, termasuk media sosial, video, majalah online, hingga buku indoktrinasi, untuk menyebarkan ideologi mereka dan merekrut individu dari berbagai belahan dunia. Para propagandis siap kapan pun di mana pun. Beberapa khilafahers bahwa juga beraksi di lapas saat mereka dipenjara.

Kedua, rekrutmen pejuang asing. Propaganda khilafah telah menarik orang-orang dari berbagai negara, memikat mereka untuk bergabung dengan jajaran kelompok ekstremis. Pejuang asing dari berbagai wilayah, termasuk Eropa, Amerika Utara, Asia, dan Afrika, telah melakukan perjalanan ke zona konflik seperti Suriah, Irak, dan Afghanistan untuk berpartisipasi dalam pembentukan kekhalifahan yang diproklamirkan sendiri. Indonesia juga masuk daftar rekrutmen tersebut.

BACA JUGA  Politik Dinasti dan Politik Identitas, Bahaya Mana?

Ketiga, pengaruh daring, terutama di zaman AI. Internet dan media sosial telah memainkan peran penting dalam penyebaran dakwah-dakwah palsu khilafah. Para pengasongnya telah memanfaatkan platform online untuk menjangkau khalayak global, menyebarkan pesan mereka, dan menjerumuskan umat sebanyak mungkin. Citra grafis dan narasi ideologis melahirkan kuatnya jaringan dan kuatnya pengaruh mereka—dalam menyesatkan umat dengan narasi palsu.

Keempat, daya tarik ideologis. Khilafah palsu yang selalu dicekokkan pada umat selalu menarik bagi individu yang teralienasi secara sosial-politik, atau rentan narasi ekstremis karena pengetahuan keislaman yang dangkal. Janji sebuah negara Islam utopis yang dinarasikan para khilafahers sangat menarik bagi mereka yang mencari tujuan dan identitas. Maka tidak heran, umpamanya, kaum milenial hijrah menjadi korban paling rentan.

Banyak lagi lainnya dan terlalu banyak untuk diungkap. Namun yang jelas, Islam tidak membenarkan khilafah, dan para khilafahers selama ini hanya memperdaya umat Islam belaka demi kepentingan politik kekeuasaan. Di sini perlu digarisbawahi, umat Muslim harus cerdas agar selamat dari propanda khilafahers sekaligus bisa menangkis kepalsuan khilafah itu sendiri. Selama umat mengabaikan urgensi kecerdasan, mereka akan terus dicekokkan propaganda.

Umat Islam, Cerdaslah!

Cerdas di sini bukan sesuatu yang elitis, semisal harus sarjana atau bahkan bergelar doktor. Tidak harus. Untuk memahami bahwa isu khilafah itu bukan syariat Islam, juga bahwa penerapannya di Indonesia merupakan kenaifan dan hal yang mutahil, itu tidak perlu pendidikan tinggi. Seseorang hanya perlu paham sejarah dan politik. Tidak selamanya umat Islam hidup dalam kungkungan khilafah palsu. Rantai penipuan itu harus diputus dan umat cerdas adalah jawaban satu-satunya.

Memahami sejarah Islam merupakan modal primer, sementara melek politik menjadi modal sekunder. Bahwa khilafah ala HTI dan para esktremis tidak punya landasan sama sekali dalam Al-Qur’an dan hadis, itu sudah berkali-kali disampaikan. Namun apakah narasi kepalsuan khilafah hilang? Tidak. Demikian karena masih banyak umat Muslim yang buta sejarah dan apolitis, sehingga mudah terkena tipu muslihat para pengoplos Islam politik.

Di mana pun umat Islam tingga, di Indonesia maupun negara lainnya, isu khilafah akan selalu menghantui. Jika pencegahan sepenuhnya dipasrahkan pada negara, maka otoritas pemerintah hanya berlaku dalam teritorial tertentu. Namun jika seluruh kepalsuan tersebut dilawan secara individual dengan menjadi umat yang cerdas, di mana pun propaganda khilafah berkibar ia tidak akan punya petuah. Hanya dengan menjadi cerdas, para khilafahers tidak akan bisa menipu umat Islam.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru