27.4 C
Jakarta
Array

Menangkal Maraknya “Kiai Partisan” Pemilu

Artikel Trending

Menangkal Maraknya "Kiai Partisan" Pemilu
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Didorong oleh naluri politik, Jokowi memilih Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presidennya, sementara Prabowo memilih Sandiaga Uno untuk maju dalam Pilpres 2019 pada bulan April mendatang. Pemilu Presiden mendatang pun akan mengadu Jokowi Ma’ruf VS Prabowo Uno. Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo mengejutkan banyak orang di Indonesia, ketika ia mendeklarasikan seorang ulama Muslim terkemuka sebagai pasangannya dalam Pilpres 2019 mendatang.

Spekulasi merebak bahwa Ma’ruf Amin yang berusia 75 tahun adalah pilihan Presiden tersebut di ‘menit-menit terakhir,’ di mana profesor hukum populer Mahfud MD telah secara luas diperkirakan akan menjadi pilihan Jokowi. Nama dan foto Mahfud menjadi viral selama beberapa hari terakhir. Pada kesempatan yang sama, Presiden tersebut juga menyatakan keputusannya untuk maju kembali dalam pemilu tahun depan, yang dianggap bukan hal baru bagi publik.

Sementara itu, acara politik lain yang juga sudah ditunggu-tunggu pada Kamis (9/8) malam, menjadi kenyataan. Setelah menonton laporan media tentang deklarasi Jokowi, masyarakat segera menantikan kemungkinan Gerindra dan partai-partai koalisinya secara resmi mencalonkan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai calon presiden dan wakil presiden mereka, untuk pemilu tahun depan.

Para pemimpin partai koalisi oposisi sebelumnya mengatakan, bahwa deklarasi akan berlangsung pada Kamis (9/8). Mantan jenderal bintang tiga Prabowo Subianto mendirikan dan masih memimpin Partai Gerindra, sementara Sandiaga saat ini adalah Wakil Gubernur Jakarta. Prabowo dan pasangannya sebelumnya, Hatta Rajasa, kalah tipis dari Jokowi dan pasangannya Jusuf Kalla dalam Pemilihan Presiden 2014.

“Partisipasi” Kiai 

Indonesia merupakan negara timur yang akan dan selalu bangga terhadap ketokohan. Ketokohan seorang individu selalu dianggap sebagai suatu hal yang harus mendapatkan tempat tersendiri. Figur-figur penting seperti pahlawan, pejabat pemerintahan, guru dan bahkan kiai merupakan junjungan ummat yang selalu dinantikan segala petuahnya. Karena itulah masyarakat Indonesia cenderung mematuhi segala sesuatu yang disarankan oleh figur-figur diatas.

Masyarakat menganggap jika seorang tokoh masyarakat memiliki karisma yang patut untuk diteladani. Mereka akan cenderung mengikuti apa yang diucapkannya meskipun hal tersebut tak menguntungkannya atau bahkan mengancam jiwanya. Sam’an wa tho’atan. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kedudukan mereka dimata tokoh masyarakat, terlebih jika dihadapan seorang kiai.

Sebagai tokoh agama, kiai dianggap memiliki karisma yang membuatnya dipandang dan diakui kedudukannya sebagai bagian terpenting dari elemen masyarakat. Bahkan terkadang suara kiai dianggap sebagai sabda Tuhan yang harus dijalankan. Tak jarang banyak kiai yang memiliki banyak “abdi dalem”. Mereka inilah orang-orang yang rela bekerja untuk seorang kiai tanpa mengharapkan sebuah imbalan. Karena itulah terkadang banyak kiai yang memanfaatkan keadaan ini untuk mendapatkan keuntungan.

Sebagai sosok yang memiliki tempat sendiri di hati masyarakat, oleh politikus kiai dijadikan sebagai komoditi pemikat rakyat. Banyak diantara tokoh-tokoh penting dalam sebuah partai politik (parpol) yang dengan sengaja menggandeng para kiai. Selain menjadikan mereka sebagai penasehat spiritual, mereka juga menjadikan kiai sebagai bintang iklan mereka untuk merengkuh kekuasaan.

Tak jarang banyak politisi yang sowan ke kediaman kiai untuk sekadar minta do’a restu dan dukungan. Namun yang mengkhawatirkan adalah ketika politisi tersebut meninggalkan selembar amplop. Dari sinilah masalah yang pelik akan muncul. Kebanyakan politisi yang memberikan pesangon terhadap kiai bukan tanpa alasan. Mereka tentunya akan mengambil simpati dari sang kiai agar memberikan dukungan kepadanya. Tak berhenti sampai disitu, terkadang politisi juga meminta para kiai untuk mengajak para santri dan kerabatnya untuk memberikan suaranya kepada politisi tersebut.

Selain untuk menarik massa dari kalangan kerabat, abdi dalem dan santriwan-santriwati kiai, kedatangan politisi ke kediaman kiai terkadang juga mendapatkan sorotan yang terlalu berlebihan dari media. Tak jarang media yang membesar-besarkan hal tersebut. Pemberitaan yang dibesar-besarkan ini dimaksudkan untuk memberitahukan kepada masyarakat jika sang politisi merupakan seorang yang agamis dan dekat dengan rakyat kecil.

Sebagai tokoh masyarakat yang terpandang, kiai seharusnya tidak menggunakan kedudukannya untuk menghimpun massa guna mendukung seorang politisi. Perlu adanya tindak lanjut mengenai politisi yang akan direkomendasikan oleh sang kiai. Jika memang politisi tersebut layak untuk direkomendasikan, maka dia harus segera direkomendasikan atau jika perlu langsung disosialisasikan kepada masyarakat luas. Namun, jika politisi yang direkomendasikan tak sesuai nurani, maka sungguh dhalim kiai tersebut.

Tak perlu dipertanyakan lagi, seorang kiai tentunya tahu bagaimana kriteria seorang pemimpin yang baik. Terlebih pemimpin yang kini sedang diharapkan oleh rakyat Indonesia. Indonesia sudah terlalu lama dipimpin oleh pemimpin yang dhalim. Sudah saatnya Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan. Untuk itu Indonesia butuh pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab terhadap kesejahteraan bangsa Indonesia, setidaknya untuk lima tahun mendatang.

Untuk itu perlu adanya kejelihan dari seorang kiai untuk memberikan suaranya kepada calon pemimpin-pemimpin daerah yang minimal mendekati sempurna. Seoarang kiai tidak boleh memberikan dukungannya hanya kepada siapa yang menyumbang pesantrennya, namun lebih dari itu. Seorang kiai haruslah memberikan suaranya kepada calon pemimpin daerah yang memiliki akhlak Rosulullah.

Alhasil, partisipasi kiai pada pesta demokrasi 2019 mendatang dirasakan begitu signifikan. Oleh karena itu, seoarang kiai harus jeli dalam memanfaatkannya. Sebagai figur yang menjadi panutan, seoarang kiai tentunya harus mampu mengarahkan kerabat, abdi dalem dan santrinya untuk memilih calon pemimpin daerah yang amanah, fathonah, tablig, istiqomah dan sidiq. Karena apabila pemimpin yang direkomendasikan sang kiaidhalim, maka hal tersebut merupakan tanggung jawab sang kiai pula. Wallahu A’lamu bi Al-Shawab

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru