31 C
Jakarta

Menakar Ihwal Intoleransi di Kalangan Selebriti

Artikel Trending

Milenial IslamMenakar Ihwal Intoleransi di Kalangan Selebriti
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Hari-hari, simpatisan Hizbut Tahrir di Indonesia membuat agama Islam teridentifikasi, tindakan mereka yang mamakai landasan agama dalam setiap dakwah dan gerakannya terdengar benci kian memupuk aksi provokasi. Ihwal radikalisme, terorisme dan intoleransi menjadikan Islam sebagai anotasi hingga tren hijrah pun tambah meningkat di kalangan selebriti.

Mungkinkah awal mereka berhijrah karena menyimak narasi-narasi HT ataukah memang bersungguh-sungguh ingin belajar Islam secara kaffah? Dalam ulasan ini sangat menarik, jika mengkaitkannya dengan viralnya disertasi Oki Setiana Dewi yang berjudul “Model Dakwah di Kalangan Selebriti.” Apakah dakwah mereka menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi?.

Toleransi adalah perilaku seseorang yang terbuka dan responsif dalam menerima pendapat orang lain tanpa harus mencegah, membantah atau melarang. Sedangkan intoleransi sendiri kerap kali kita jumpai di setiap kanal media sosial, hal itu berdasarkan fakta banyaknya ujaran kebencian, selisih pendapat dan kata-kata ekstrem yang dewasa ini beredar luas.

Menurut Dadi Darmadi Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM), UIN Jakarta. “Penting dicatat, pandangan keislaman publik figur yang menjadi lebih saleh itu tidak seragam. Dengan demikian, harus ditelusuri apa afiliasi keislaman publik figur itu. Apa, misalnya, ia berafiliasi dengan Hizbut Tahrir, Salafi Tabligh/Jamaah Tabligh, beda afiliasi pula pandangan keislamannya.”(10/09/2020)

Polemik hijrah di kalangan selebriti sangat berbanding lurus dengan bibit intoleransi yang mengalami pertumbuhan di media sosial pada umumnya. Kualitas ajaran Islam bisa terdengar rapuh jika hijrahnya para selebriti tanah air ini tidak menunjukkan tren positif terhadap toleransi, apalagi sampai berafiliasi dengan kekhilafahan HT sebagai organisasi intoleransi.

Menurut Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid, bahwa berkisar 11,4 juta jiwa atau 7,1% terpapar paham radikalisme dan gerakannya. Di sisi lain, sikap intoleransi di Indonesia cenderung meningkat dari sebelumnya sekitar 46% naik menjadi 54%. Ia menjelaskan bahwa intoleransi adalah sikap yang melarang atau tidak membolehkan kelompok/orang lain mengekspresikan hak-haknya dan atau tidak boleh menampilkan budaya etniknya.(sumber: mediaindonesia.com, 18/01/2020)

Indikator Intoleransi

Indikator intoleransi di kalangan selebriti terbukti ketika mereka ikut kajian keislaman kelompok-kelompok salafi dan sering nimbrung dengan HT. Yang gerakan mereka tak hanya menyentuh isu-isu ibadah saja, melainkan isu siyasah dan khilafah. Padahal, ide HT tentang penegakan khilafah sendiri tertolak oleh sistem yang sudah final yaitu Pancasila.

Antara lain, selebriti yang sering ikut kajian keislaman kelompok salafi yang digelar stasiun televisi swasta di Masjid Al-Azhar, Bekasi. Yang hadir adalah Dude Harlino, Mario Irwansyah, dan Zee Zee Shahab. Adapun tausiahnya dibawakan Subki Al-Bughury, dan Derry Sulaiman salah satu artis yang hijrah, serta ia pernah berdialog dengan Felix Siauw soal khilafah, Pancasila dan Abu Janda di channel youtubenya.(sumber: tirto.id, 18/10)

Deretan selebriti yang getol bicara soal khilafah semisal Ahmad Dhani, atau yang ikut-ikut nimbrung saja seperti Teuku Wisnu. Dulu, ia sempat viral menjadi perdebatan soal pemikiran keislamannya berafiliasi dengan kelompok mana saja. Soal dakwah dan hijrah mereka merupakan langkah yang strategis dalam memajukan popularitas ajaran Islam di era milenial.

Namun dalam tindakannya, gerakan hijrah mereka harus menjadi benteng kekuatan negara. Sebaliknya, bukan membenturkan agama dan negara. Misalnya, membanding-bandingkan al-Qur’an dan Hadits dengan UUD 1945, atau pilih khilafah dibanding Pancasila. Jika pembelaan mereka terhadap khilafah yang jelas bukan khilafah Rasulullah Saw, melainkan sistem khilafah ala minhajin nubuwwah milik Hizbut Tahrir di Indonesia.

BACA JUGA  Stop Polarisasi! Rakyat Indonesia Mesti Bersatu

Oleh karena itu, meskipun pemikiran keislaman mereka tak cenderung radikal dan menerima Pancasila sebagai dasar negara memang benar adanya. Akan tetapi, dalam pelbagai studi, riset terkait intoleransi parameternya adalah sejauh mana respon selebriti yang hijrah terhadap konsep khilafah. Kalau pun menerima, menjadi kenyataan bahwa intoleransi itu nyata.

Dalam penelitian SETARA Institute (2020), sejak tahun politik nasional 2019, ada kecenderungan peningkatan ekspresi intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok agama minoritas. Dalam hal ini, Harry Mukti (2015), misalnya diketahui berafiliasi dengan HT. Bagi HT, Islam akan jaya kembali diperjuangkan melalui jalur politik.(ppim.uinjkt)

Mutiara Toleransi

Ahmad Syarif Yahya dalam bukunya (Ngaji Toleransi: 2017), mengutip surat seseorang Nasrani Syam untuk Abu Ubaidah bin Jarrah, “Wahai kaum muslimin, kalian lebih kami cintai daipada orang-orang Romawi, meskipun mereke memeluk agama kami, namun kalian lebih menjauhi dari berbuat zalim kepada kami, dan lebih baik menjadi pemimpin atas kami.”

Surat tersebut mengingatkan kita sebagai umat Islam terutama di kalangan selebriti muslim baik yang hijrah maupun tidak untuk berpikir toleran. Catatannya, tidak melanggar aturan yang sifatnya legalistik-normatif. Tentunya, pemikirannya tidak sedang mengalami konflik atau pun saling membenturkan antara Islam dan Pancasila yang bisa bertindak intoleransi.

Ahmad Syarif Yahya meminjam sabda Nabi dalam bukunya (Ngaji Toleransi: 2017), “Agama yang paling dicintai Allah adalah agama yang suci lagi mudah.” Semua agama memang mendekatkan kita kepada toleransi dan ajarannya menjauhkan kita dari tindakan intoleransi. Mutiara Islam akan digali oleh banyak umat dari semua golongan jika menanam bibit toleransi.

Toleransi adalah keniscayaan yang tiada henti harus dibumikan di negeri ini, sebaliknya intoleransi menjadi batang kehancuran negeri jika terus-menerus berselisih dan tak ingin saling menghormati. Maka dari itu, Pancasila sebagai dasar negara yang mengakomodir nilai-nilai Islam universal perlu peran kaum selebriti untuk menggaungkan toleransi sejak dini.

Paling tidak, tindakan intoleransi yang selama Hizbut Tahrir praktikkan telah menjadi pelajaran bagi kaum selebriti yang siap-siap untuk berhijrah. Kajian keislaman kelompok salafi radikal itu hanyalah datang dari HT yang suka menebar intoleransi dan memajukan Islam melalui orientasi politis. Disadari atau tidak, Islam esensinya menegakkan toleransi.

Singkat kata, menjadi muslim Indonesia yang toleran lebih baik daripada sekedar mendalami Islam sembari menebar intoleransi di muka bumi ini. Islam rahmah adalah agama yang menebar kasih sayang, lemah-lembut dan sopan-santun dalam bertindak. Maka dari itu, Islam toleran lebih mulia perilakunya dibandingkan Islam intoleran yang mendekatkan diri pada pola ekstrem dan kekerasan.

Selebriti muslim di kalangan artis Bollywood yang tetap kuat menjunjung tinggi toleransi adalah Shah Rukh Khan, Aamir Khan, dan Salman Khan. Mereka adalah aktor yang hidup di negara India yang mayoritas penganutnya memeluk agama Hindu. Namun, keislaman mereka tetap bersikap ramah dan toleran. Sebuah keteladanan yang harus dipraktikkan di lingkaran selebriti Indonesia.

والله أعلمُ بالـصـواب

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru