31.7 C
Jakarta
Array

Memutus Kebencian

Artikel Trending

Memutus Kebencian
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kebencian belum habis. Masih saja kebencian itu menyelimuti hati kita. Beragam faktor dapat memicu kebencian itu, termasuk karena persaingan politik saat ini. Tak dapat dimungkiri, karena kepentingan politik membuat kita saling membenci hanya untuk sebuah kemenangan dalam kontestasi politik. Keadaan inilah yang sebenarnya tak diperkenankan tumbuh dan berkembang di negeri ini.

            Terkait itu, saat ini saja kita masih menyaksikan bagaimana peredaran berita hoaks masih masif, ujaran kebencian dan politik identitas yang mencerminkan kampanye damai belum tercipta. Bagi penulis, apa yang terjadi saat ini adalah bentuk kebencian dan ambisi untuk menang semakin kuat, sehingga melupakan asas kampanye yang sebenarnya. Dari fenomena itu dapat kita simpulkan bahwa memang kebencian masih bertahta dalam hati kita. Oleh karenanya, patut kebencian itu tidak kita tanam dalam-dalam di hati kita, namun haruslah kita buang. 

Tanggungjawab bersama

            Fenomena seperti itu yang sudah lari dari nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara adalah tanggungjawab bersama. Mengapa bersama?. Hal itu karena kitalah yang berperan besar membentuk kampanye damai itu. Dengan adanya yang melakukan ujaran kebencian, berarti ada yang salah selama ini dalam diri kita. Terutama para pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilu menjadi orang yang penuh kebencian. 

Seharusnya, setiap masyarakat itu mampu menunjukkan karakter bangsa Indonesia yang sebenarnya, dimana mampu berpolitik yang baik dan benar. Peran besar orangtua diperlukan membentuk karakter anak agar nantinya ketika dewasa, anak mampu bersaing dan tampil sebagai manusia yang patut untuk ditiru.

Tak bisa lagi orangtua itu terus menerus memanjakan anak, apalagi membiarkan anak belajar sendiri. Celakanya, bila dibiarkan, maka si anak tidak dapat dikontrol tingkah lakunya. Bisa saja si anak tadi masuk dalam lingkungan yang tercemar. Saat masuk ke lingkungan sesat, maka jangan harap anak menjadi orang yang baik. Yang terjadi, anak menjadi penjahat, pembenci dan masa depannya pun hancur. 

Saatnya orangtua bertanggungjawab kepada anak. Bertanggungjawab atas tugas-tugasnya untuk mendidik anak menjadi pribadi yang baik. Jangan biarkan anak berjalan sendiri, karena hal itu nanti yang membuatnya jatuh ke dalam lubang kehancuran. Ibarat kelompok pecinta alam yang ingin mendaki gunung, selalu ada pengarah jalan buat mereka agar tidak tersesat. 

Jadi, orangtua pun harus bertanggungjawab sebagai pengarah jalan bagi si anak agar dirinya tidak tersesat. Jadilah orangtua sebagai penerang di tengah kegelapan bagi anak. Jika sudah begitu, anak akan dapat berjalan lurus dan tanpa ada hambatan. 

Hal yang baik 

            Dari kasus diatas dapat diambil hikmah bahwa anak-anak maupun remaja sudah tersangkut dalam kebencian. Mereka (anak dan remaja) sudah tahu untuk membenci. Mereka sudah tahu untuk mencela bahkan menghina orang lain. Mereka tak peduli apa yang akan terjadi pada dirinya ketika benci itu menguasai hatinya. Terpenting, dalam pikiran si anak maupun remaja mampu untuk melampiaskan segala amarah kebencian kepada orang yang tidak disukainya.

            Bagi penulis, sosok anak dan remaja penting terus dibina sampai dia tahu apa itu kebaikan. Apa itu kebersamaan dalam keberagaman dan apa itu cinta kasih?. Tak bisa pula orangtuanya membiarkan anaknya dikuasai kebencian yang semakin akut. Tak bisa hanya meminta maaf atas candaan yang ia lakukan, tetapi harus ada perubahan dan tak mengulanginya lagi.

            Hidup ini bukan candaan, bukan panggung sandiwara seperti yang dinyanyikan Nicky Astria dan penyanyi lainnya. Jangan hidup ini dijadikan peranan kocak untuk membuat kita terbahak-bahak. Kita tahu bahwa banyak terjadi sandiwara di kehidupan ini, tetapi perlahan harus kita putus sandiwara itu. Setidaknya, tidak banyak ujaran kebencian yang terjadi.

            Marilah berbuat hal-hal yang baik saja dalam kehidupan ini. Tak perlu berbuat hal-hal yang jahat, sedangkan kita sudah berbuat baik saja, masih ada orang yang tidak suka. Bagaimana dengan berbuat hal yang jahat?. Pasti, akan semakin dibenci, bahkan dikenai sanksi. Maka, kita, orangtua dan seluruh masyarakat berbuat hal-hal yang baik saja.

Hal yang sesuai dengan aturan, nilai dan norma yang berlaku. Hidup ini penuh tantangan, jadi jangan lagi dinodai dengan kebencian maupun kejahatan lainnya. Kita lelah bila terus dihantui dengan berbagai bentuk kejahatan. 

            Saatnya masyarakat Indonesia menjadi orang terdidik yang mampu membedakan mana hal yang baik dan buruk. Terakhir, bagi anak dan remaja yang ada di Indonesia harus bersama kita didik menjadi pribadi yang tidak membenci. Apalagi sampai membenci kepala negara dan kepala pemerintahan yang merupakan simbol negara dan membenci sesama harus kita hindari.

Nilai-nilai kehidupan yang positif harus diajarkan kepada anak bangsa. Semangat Pancasila wajib kita gelorakan bagi setiap insan manusia demi terciptanya negara yang aman, nyaman dan setiap masyarakat mencirikan jiwa Pancasila yang abadi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kebencian harus kita hancurkan dengan cinta, didikan dan pengamalan Pancasila yang baik dan benar. Semoga!!

            Penulis, penulis lepas di berbagai media cetak, tinggal di Medan

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru