30.1 C
Jakarta
Array

Memurnikan Kembali Cinta Kepada Sang Nabi Saw

Artikel Trending

Memurnikan Kembali Cinta Kepada Sang Nabi Saw
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Setiap ketakwaan pasti berangkat dari murninya kesaksian dalam dua kalimat syahadat. Dengan mengakui Allah swt sebagai satu-satunya sesembahan. Tidak ada sifat ketuhanan dalam alam semesta. Serta tidak ada sifat (ke-alam-an) bagi Tuhan. Lalu kesaksian selanjutnya diperuntukkan bagi utusan-Nya. Wakil Tuhan yang berasal dari golongan manusia. Seorang Nabi yang membawa misi dan ajaran rahmat kedamaian bagi seluruh jagat raya. Beliau-lah Sayyidinâ Muhammad putra Abdullah.

Bagaimana mungkin kita bisa bersaksi untuk seseorang yang belum pernah kita temui? Bertemu saja tidak, bagaimana bisa kenal? Cara mengenalnya lewat belajar sejarah Nabi saw. Salah satu media paling efektif mengenalnya adalah melalui peringatan maulid Nabi saw. Sebab maulid merupakan salah satu metode dakwah yang diisi dengan shalawat, sejarah biografi Nabi saw dan nasehat-nasehat keagamaan.

-((أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ))- (69) المؤمنون

Apa mereka tidak mengenal Rasul, sehingga mereka mengingkarinya QS al-Mu’minun [23]: 69

Mengenal rasul yang diyakini merupakan sebuah keharusan. Tanpa kenal tak akan muncul rasa percaya. Tanpa kenal takkan terucapkan kesaksian yang murni. Tanpa kenal tak nampak keimanan. Tanpa kenal tak akan tumbuh rasa cinta. Tanpa mengenal tak akan bisa diteladani.

Dialah, seorang Nabi saw yang merayakan hari kelahirannya dengan berpuasa. Sementara kita –sebagai umatnya- merayakan hari lahir kita dengan pesta makan sepuasnya.

Seorang Nabi saw yang diminta pengikutnya untuk menyumpahi dan mendoakan celaka kaum yang mendustakannya, namun beliau malah menjawab, “Aku diutus bukan untuk mencaci dan melaknat. Aku diutus untuk membawa kasih sayang, rahmat”. HR Muslim. Lalu berapa kali kita mencaci setiap harinya? Masih seringkah kita mengumpat orang yang kita benci setiap kali mengingatnya?

Seorang Nabi saw yang dengan penuh kesabaran dalam berdakwah, bukannya disambut malah disambit akan tetapi beliau tidak sambat. Lalu pernahkah kita tidak mengeluh? Masih seringkah kita mengumbar kesengsaraan di media sosial?

Seorang Nabi saw yang tidak mengenal rasa dendam, idzhabû fa antum thulaqâ. Pergilah kalian bebas. Tidak dibunuh. Tidak disandera. Tidak dijadikan budak. HR al-Baihaqi. Lalu masihkah kita kenal dekat dengan rasa dendam?

Seorang Nabi saw yang menjadi sumber telaga keluhuran akhlak. Sebab saat ditanya tentang akhlak baginda Nabi saw, Aisyah ra menjawab, kâna khuluquhu al-Qur’ân. Seberapa seringkah kita memprioritaskan akhlak dan moral dibanding angka dan nominal? Seberapa jauhkah tindak-tanduk kita dengan nilai al-Quran?

Seorang Nabi saw yang saat kelahirannya, api sesembahan kaum Majusi di Persia tiba-tiba padam. Harusnya api kedengkian dan permusuhan yang hinggap dalam jiwa kita bisa padam dengan ajaran kasih sayang yang dibawa oleh Nabi saw.

Seorang Nabi saw yang saat kelahirannya, berhala-berhala sesembahan di Mekah runtuh. Harusnya fanatisme dan keegoisan yang berdiri kokoh dalam diri kita bisa runtuh dengan ajaran kepedulian sosial yang diajarkan oleh Nabi saw.

Seorang Nabi saw yang tidak pernah menghardik pembantunya, tidak menegur, “mengapa kau melakukan ini?” “mengapa kau tidak melakukan itu?”. Sedangkan kita gemar mengomentari dan menilai pekerjaan orang lain.

Seorang Nabi saw yang tidak mau merepotkan orang lain. Memperbaiki baju dan sandalnya sendiri. Berbeda tipis dengan kita yang maunya merepotkan orang lain.

Seorang Nabi rahmah, penuh kasih sayang terhadap siapapun dan apapun. Saking sayangnya kepada umatnya, beliau selalu menyebut “umatku-umatku” pada akhir hayat beliau. QS al-Taubah [9]: 128-129.

Saking rahmatnya beliau tidak mau memerangi atau menyandera kaum munafikin. Saking rahmatnya, siapapun yang mendustakannya tidak langsung diazab seperti umat terdahulu. Saking sayangnya beliau mempercepat shalat saat terdengar tangisan anak kecil. Saking sayangnya beliau tidak gengsi untuk menyapa hingga duduk-duduk bersama fakir, miskin, dan yatim. Saking rahmatnya beliau memperlakukan binatang dengan penuh belas kasihan. Saking rahmatnya beliau meminta sahabat untuk mengembalikan dua anak burung yang baru menetas kepada induknya.

Saking rahmatnya Nabi saw, seorang sahabat menyatakan “Demi Allah aku tidak rela Nabi saw tertusuk duri sedangkan aku duduk bersantai bersama keluargaku”. Orang-orang musyrik pun mengatakan, “Kami tidak pernah melihat kecintaan seseorang melebihi kecintaan para sahabat Muhammad kepada Muhammad saw”.

Barangkali pada beberapa minggu ini kita sering mendengar khatib, penceramah, pembicara bercerita tentang sosok baginda Nabi Besar Muhammad saw. Tanyakan pada diri kita, apakah kita bosan mendengarnya? Jika bosan, cinta kita kepada Rasul saw perlu dipertanyakan. Tidak ada ceritanya orang yang mabuk cinta bosan mendengarkan tentang sosok yang dicintainya. Kapanpun dan di manapun hatinya akan berbunga-bunga ketika sang kekasih disebut-sebut apalagi dipuji dan dipuja-puja.

Tidak semua orang yang bersyahadat memiliki kemurnian rasa cinta kepada Baginda saw. Mungkin tidak sedikit umat Muhammad saat ini yang memproklamirkan cinta Rasul saw, tapi tindakannya tidak mencerminkan ajaran Rasul saw. Perbedaan menjadi permusuhan. Rasa benci sudah tak terbendung lagi dalam hati. Memaki sana-sini menjadi makanan tiap hari. Provokasi pun sudah menjadi hobi. Suka memperlihatkan kehebatan. Mudah merasa terzalimi. Cinta Rasul yang seperti itu adalah cinta semu. Cintanya hanya di bibir saja. Padahal gerak-geriknya sering membuat Nabi saw terluka. Meski Nabi saw sendiri tak merasa tersakiti. Sebab rasa cintanya kepada umat melebihi cintanya pada diri sendiri (QS al-Ahzab [33]: 6). Lalu seberapa dalamkah kita cinta kepada Nabi saw?

((لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ)) رواه مسلم

Iman menjadi sempurna saat cinta yang tulus datang dari hati hanya bagi sang Nabi saw, manusia sempurna. Kemurnian cinta yang hakiki akan melahirkan chemistry. Kesamaan tindakan, ucapan dan perasaan. Oleh karenanya Nabi saw ada untuk menebar virus keteladanan. Hanya menjangkiti hati-hati yang dipenuhi cinta murni. Hati yang menaruh harapan besar kepada Allah swt dan hari akhir. Kecintaan yang menuntut untuk selalu ingat dan banyak menyebut (QS al-Ahzab [33]: 21). Itu semua hanya dimiliki oleh hati yang jernih.

Mari kita jernihkan hati dengan shalawat kepada Nabi saw. Semua amal ibadah manusia masih menggantung, kemungkinan antara diterima dan ditolak. Kecuali satu amal yaitu shalawat kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw.

Shalawat merupakan sarana penyambung batin kita kepada Rasulullah saw. Sebab –menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah- setiap shalawat dan salam kepada Rasulullah, ruh beliau saw dikembalikan untuk menjawabnya. Ketika ikatan batin dengan Rasulullah saw sudah terjalin, lambat laun benih kemurnian cinta akan tumbuh. Saat benih itu terjaga dan terawat, kecintaan akan semakin kuat. Hingga melebihi kecintaan terhadap diri sendiri.

Allâhumma shalli wa sallim ʻalâ Sayyidinâ Muhammad

*Ali Fitriana, Pengasuh Rublik Asas-Asas Islam Harakatuna.com

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru