30.9 C
Jakarta

Memupuk Jaringan Terorisme di Internet

Artikel Trending

EditorialMemupuk Jaringan Terorisme di Internet
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Era 4.0 alias era digital mengubah tatanan dunia menjadi lebih progresif, kreativitas generasi muda semakin paham teknologi maka ideologi mereka akan mengalami perkembangan. Internet telah menguasai segala-galanya hingga para pengguna mudah mengakses pemahaman apa saja yang tidak diketahui. Terutama yang berhubungan dengan wawasan keagamaan yang masif merajai dunia maya, dan media sosial.

Radikalisasi agama mengalami transformasi dari kultural menjadi transnasional, benih-benih pemahaman yang transnasional mudah merekrut generasi kita melalui umpan radikalisme agama. Strategi emas kelompok terorisme memang dimulai dari pengaruh yang radikal bebas hingga mereka jadi teroris.

Tak dapat dinafikan lagi ketika kelompok terorisme di berbagai belahan dunia melakukan rekrutmen generasi radikal-teroristik melalui alat internet. Yaitu, sejenis media sosial. Dilansir pikiranrakyat.com Tim Densus 88 Polri lagi-lagi menangkap seorang pemuda terduga teroris di Kalimantan Barat. Ia terang-terangan mengaku relawan ISIS, dan ia mengenal kelompoknya di Facebook. (09/06/2020)

Terlepas ilmu pengetahuan bertambah maju seiring perkembangan teknologi internet. Namun, alat tersebut justru sebagian banyak digunakan untuk hal-hal yang tidak menebar kemanfaatan. Yang ada mereka akan lebih leluasa membangun narasi kebencian, dan menebar kekerasan berkedok ajaran-ajaran agama.

Sungguh tragis, tanpa terpikir sedikit pun, teroris memanfaatkan internet untuk menebar paham terorisme ke tengah-tengah masyarakat, dan generasi muda. Modus kelompok terorisme tampak ada kemajuan, dan mereka semakin lihai melakukan dakwah intoleran, kebencian, dan kekerasan yang dibarengi wawasan keagamaan.

Era digital telah membuktikan kejahatan terorisme dominan meningkat pasca regenerasi teroris sukses terlaksana di dunia maya. Belum lagi yang tersebar di media sosial. Seperti, twitter, facebook, instagram, youtube, whatsApp, messenger, dll. Bahaya laten radikalisme, dan terorisme mengintai kehidupan sehari-hari.

Tidak sedikit generasi kita yang termakan paham kelompok terorisme, mereka akan terus-menerus beroperasi di dunia maya dan media sosial memupuk jaringan digital. Mulai dari al-Qaida, Jamaah Islamiyah, JAD, MIT, dan ISIS. Salah satu kelompok yang paling getol menyuarakan ideologi khilafah dan kekerasan yaitu ISIS.

Berhati-hatilah, dunia internet kali ini bukan alat untuk bermain-main dengan paham terorisme. Oleh karenanya, mereka akan tampil pesona dan datang bukan untuk mengajak kita menjunjung tinggi toleransi. Akan tetapi, menabur provokasi yang dapat mempengaruhi kesadaran generasi muda. Utamanya, krisis pemahaman agama.

Bahaya Terorisme Transformatif

Beberapa dekade belakangan, serangan teroris datang bertube-tube di setiap daerah. Dan, yang menarik adalah, terorisme transformatif. Terorisme meningkat karena diipengaruhi oleh kemajuan teknologi internet, mereka cenderung menebar ideologi transnasional itu tidak hanya di dunia maya, tapi, media sosial.

Tampaknya pertarungan dengan kelompok terorisme di lapangan tidak efektif. Akan lebih efektif juga, jika bahaya ideologi dilawan melalui dunia teknologi. Hal itu belum tentu menjamin keamanan pikiran dari virus terorisme, sebab mereka melakukan rekrutmen disertai bumbu-bumbu kekerasan atas nama agama.

Adalah modus baru, terorisme menggunakan teknologi internet sebagai alat untuk berkomunikasi, dan membangun propaganda radikalisme agama yang mampu menyita perhatian umat beragama. Sehingga, taktik mereka merupakan bahaya laten bagi generasi muda yang biasa memakai android dan mudah mengakses informasi.

BACA JUGA  Metamorfoshow: Indoktrinasi Ajaran HTI Kembali Terjadi

Bahaya sangat mudah memancing pemikiran kita yang sempit pemahaman akan keagamaan. Agenda-agenda kemanusiaan adalah langkah strategis mereka dalam menarik teroris baru, baik lewat donasi maupun organisasi. Penggalangan dana melalui dunia maya terus bergulir untuk mengatasi bencana, dan bantuan pendidikan.

Modus gerakan kelompok terorisme ini harus kita jadikan pelajaran bagi umat beragama. Agar tidak terpapar paham-paham radikal yang beredar di dunia maya dan media sosial. Oleh sebab itu, setiap informasi baru yang datang di internet parlu diklarifikasi, tujuannya adalah untuk mencegah paham-paham ekstrem tersebut.

Apalagi Pandemi Covid-19 belum reda, transisi pembatasan sosial berskala besar berproses, dan persiapan New Normal belum final. Artinya, setiap agenda atau kegiatan bisnis, dan kantor melalui virtual. Nah, terorisme bisa saja merekrut melalui virtual dengan membangun pendekatan agenda-agenda keagamaan.

Di sisi lain, virtual sebagai alat internet untuk kegiatan-kegiatan on-line memang positif agar terhindar dari serang virus corona. Tetapi, virtual dimanfaatkan oleh teroris untuk menarik calon teroris baru. Modus operandi terorisme belakangan ini cukup berbahaya, dan mampu mematikan akal pikiran seseorang.

Waspadalah!

Pada akhir kesimpulan, teknologi internet memang menjadi sebuah komunitas baru dalam memupuk jaringan terorisme. Namun, teknologi juga memiliki manfaat tersendiri untuk mencegah keberadaan ideologi terorisme di dunia maya. Monster inilah yang harus dilawan oleh semua pengguna internet, dan generasi muda.

Kreativitas generasi milenial yang tidak lepas dari dunia internet seperti media sosial. Tentu, menjadi tugas fungsional dan struktural Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Cyber Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Institusi tersebut harus segera meretas dan mencegah terorisme di lingkungan virtual.

Masyarakat kita yang awam, dan generasi muda yang masih minim akan wawasan agama, serta tidak memiliki kesadaran yang tinggi tentang nasionalisme. Inilah kesempatan bagi kelompok terorisme, arah baru gerakan kelompok mereka harus membuat kita waspada, dan sadar bahwa ideologinya sangat-sangat berbahaya.

Sosialisasi keamanan di tingkat regional, dan nasional. Haruslah menjadi agenda utama semua institusi yang bersangkutan dalam rangka memperkuat kesadaran umat beragama, dan terhindar dari paham terorisme. Di sela-sela ini, kedamaian juga perlu dikampanyekan melalui dunia maya, media sosial, dan virtual umumnya.

Dunai yang mulai sebar on-line, tidak hanya ramai oleh marketing produk perusahaan, dan ajaran agama. Melainkan memasarkan ideologi transnasional yaitu terorisme. Keamanan di era digital haruslah diperketat kembali oleh seluruh institusi sebagai langkah preventif untuk menangkal produk yang ditawarkan kelompok terorisme.

Rentetan terorisme perlu menjadi kewaspadaan kita sebagaimana ucapan pengamat intelijen dan terorisme, Ridlwan Habib. “Meningingat agar masyarakat Indonesia mewaspadai ancaman perang siber (cyber warfare) pada 2021.” Terorisme yang mulai marak baik di lingkungan konvensional maupun di lingkungan digital mendorong kesadaran kita untuk menjaga-jaga diri dari informasi apapun yang telah tersebar.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru