Harakatuna.com – Salah satu hukum pelik dalam pergaulan manusia atau muamalah adalah masalah pinjam-meminjam. Tidak sedikit urusan pinjam-meminjam ini berakhir di pertengkaran atau meja pengadilan. Oleh karenanya, sebagai orang yang beriman, haruslah memedomani ajaran agama dalam urusan muamalah termasuk urusan pinjam-meminjam. Dalam agama Islam, hukum pinjam-meminjam itu boleh, namun apakah meminjamkan barang pinjaman dalam Islam diperbolehkan?
Imam Nawawi Al-Bantani, dalam sebuah kitabnya menjelaskan bahwa meminjamkan barang yang dipinjamkan itu tidak diperbolehkan. Hal ini lantaran peminjam bukanlah pemilik barang pinjaman tersebut. Namun demikian, Imam Nawawi membolehkan meminjamkan barang pinjaman dengan syarat mendapatkan izin dari pemilik barang. Tanpa izin dari pemilik barang maka meminjamkan barang pinjaman tidaklah diperbolehkan.
وَمَنْ لَمْ يَمْلِكْ الْمَنْفَعَةَ كَمُسْتَعِيْرٍ لَاتَصِحُّ إِعَارَتُهُ إِلَّا بِإِذْنِ الْمُعِيْرِ فَإِنْ كَانَتْ بِإِذْنِهِ صَحَّتْ
Artinya: “Seseorang yang tidak memiliki manfaat suatu barang seperti peminjam maka tidak sah meminjamkan barang pinjaman kecuali atas seizin orang yang meminjamkan, jika atas seizinnya, maka diperbolehkan.” (Tausyikh Ala Ibn Qasim Al-Ghazi [Beirut: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah], h. 310)
Syaikh Taqiyudin menambahkan bahwa sejatinya seorang peminjam itu hanya diberikan izin oleh pemiliknya untuk memanfaatkan barang pinjaman tersebut dan bukan memindahkan izin kepada orang lain. Beliau menuliskan:
وَلَا يُعِيْرُ الْمُسْتَعِيْرُ لِأَنَّهُ غَيْرُ مَالِكٍ لِلْمَنْفَعَةِ وَإِنَّمَا أُبِيْحَ لَهُ الْاِنْتِفَاعُ وَالْمُسْتَبِيْحُ لَا يَمْلِكُ نَقْلَ الْإِبَاحَةِ بِدَلِيْلِ أَنَّ الضَّيْفَ لَا يُبِيْحُ لِغَيْرِهِ مَا قُدِّمَ إِلَيْهِ وَلَا يُطْعِمُ الْهِرَّةَ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيحُ فِي الرَّافِعِيِّ وَالرَّوْضَةِ وَالْمِنْهَاجِ وَالْمُحَرَّرِ
Artinya: “Dan seorang peminjam tidak diperbolehkan meminjamkan barang pinjamannya kepada orang lain sebab ia bukan pemilik manfaatnya. Ia hanya diberi izin untuk memanfaatkan barang tersebut, sedangkan seseorang yang hanya mendapatkan izin pemanfaatan tidak memiliki hak untuk memindahkan izin itu. Sebagai dalil, seorang tamu tidak diperbolehkan memberikan kepada orang lain apa yang disuguhkan kepadanya, dan juga tidak boleh memberikannya kepada kucing. Ini merupakan pendapat yang shahih menurut Imam Ar-Rafi’i, kitab Ar-Raudhah, kitab Al-Minhaj, dan kitab Al-Muharrar.” (Kifayah Al-Akhyar Fi Halli Ghayah Al-Ikhtishar [Damaskus: Dar Al-Khair], vol. 1, h. 279)
Dari keterangan ini menjadi jelas bahwa meminjamkan barang pinjaman dibolehkan dengan syarat ada izin dari pemilik barang. Tanpa izin pemilik barang maka meminjam barang pinjaman tidaklah diperbolehkan, Wallahu A’lam Bishowab.