30 C
Jakarta

Meminimalisir Takfirisme Melalui Rasionalitas Tauhid

Artikel Trending

KhazanahOpiniMeminimalisir Takfirisme Melalui Rasionalitas Tauhid
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Doktrin takfirisme telah menyebar luas di kalangan para generasi muda yang baru tumbuh dan siap berkembang. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari masuknya doktrin takfirisme dalam lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal. Sehinngga, memberikan ruang kelompok radikal ini untuk masuk dan menyebarkan pemahamanny. Meskipun tidak bisa dipungkiri proses penyebarannya begitu cepat dan begitu rapi teratur.

Namun, dalam realitasnya dampak dari perkembangan doktrin ini sangat mencemaskan banyak golongan. Hal ini dikarenakan dalam konsep ajaran keimanannya berisi pembelajaran yang memberikan pemahaman terkait membolehkan menilai sesama umat muslim dalam hal keimanan. Sehingga, hal tersebut dapat merugikan banyak pihak dari polemik  permusuhan, perdebatan, kekacauan, bahkan kerusuhan yang tidak memberikan cerminan wajah Islam yang santun melainkan sebaliknya memberikan wajah yang tidak harmonis.

Merambatnya pemahaman konsep takfirisme tidak lain karena lemahnya pembelajaran yang mengkhususkan keilmuan tauhid. Hal ini disebabkan karena semakin banyak umat Islam yang tidak mengenal Islam dan keislaman. Sehingga, penyebaran doktrin seperti ini mudah merambah di berbagai wilayah, baik di wilayah yang masih lugu dalam beragama sampai ke wilayah yang cerdas dalam beragama.

Selain itu, dampak negatif dari tersebarnya doktrin takfirisme dengan pemahamannya yang radikal dan mencemaskan berpengaruh pada sudut pandang seseorang, baik dalam hal keislaman maupun pandangan dalam keberagamaan seseorang. Hal ini merupakan polemik luar biasa yang dapat menimbukan konflik besar antara dua pihak yang terkait yakni penilai dan objek penilaian.

Adanya doktrin ini dalam pikiran individu merupakan bibit masalah yang susah untuk diajak diskusi etis terkait permasalahan agama, karena sudah terintervensi oleh pemahaman yang merubahnya menjadi invidu yang kaku, kolot, dan tidak menerima atas suatu perbedaan.

Selain itu, polemik ini menjadikan individu hanya ikut-ikutan saja dalam beragama, tidak memberikan ruang individu sebagai generasi baru untuk mengembangkan rasionalitas pemikirannya dengan memadukan teks-teks agama, melainkan diajarkan hanya untuk mempelajari ijtihad kelompoknya dan dipaksa untuk membenarkannya secara mutlak dan menyalahkan kepada siapapun yang tidak sepaham.

Jika saja para generasi muda memberikan ruang penuh akan pembelajaran ilmu tauhid, baik di pendidikan Islam dalam lembaga-lembaga pendidikan formal maupun dalam pendidikan Islam non-formal seperti majelis taklim yang memfokuskan materinya pada ilmu tauhid dengan sandaran yang jelas berupa teks-teks agama dan rasional. Sehingga, berdampak pada terminimalisirnya penyebaran doktrin takfirisme di kalangan muda.

Polemik takfirisme terletak pada kefanatikan yang berlebih pada golongannya beserta pemahamannya, sehingga menganggap kebenaran hanya terletak pada ijtihad kelompoknya dan yang tidak sepaham dengan kelompoknya salah. Hal yang mengerikan yakni sampai pada taraf mengklaim sesat, kafir, bahkan sampai menghalalkan darah sesama muslim.

Takfirisme Radikal

Bukan hanya itu, pemberian label sesat sampai kafir tidak beda jauh dengan memberikan ruang neraka pada hidup seseorang, sehingga berdampak buruk pada perkembangan rasionalitas seseorang yang kagum kemudian mengikuti juga berdampak pada perpecahan, permusuhan, dan pertumpah darahan yang bisa saja terjadi pada kelompok yang memiliki watak yang sama keras dan tidak terima akan pengklaiman tersebut. Sehingga, doktrin takfirisme harus diminimalisir dengan pembelajaran disertai pemahaman dalam pembelajaran ilmu tauhid.

BACA JUGA  Pilpres 2024; Ulama Sebagai Komoditas Politik Semata?

Meminimalisir doktrin radikal seperti fenomena keagamaan berupa takfirisme bukan merupakan suatu hal yang mudah, jika masyarakat atau generasi muda yang menjadi sasaran masih belum beranjak atau masih malas untuk mengeksekusi rasionalitas dalam pemikirannya untuk menemukan argumen yang sekiranya dapat menjadi prinsip hidup dengan menyelaraskan dengan Islam. Sehingga, dapat mengembangkan kelogisan berpikir.

Rasionalitas merupakan cara yang ampuh dalam menolak doktrin, sehingga terjauhkan dari taklid buta akan suatu perkara. Peningkatan kesadaran akan berfikir logis dalam keberagamaan perlu dibangkitkan sebagai usaha untuk mengoptimalkan diri dalam bersosial budaya sesuai dengan ajaran dalam Islam yang moderat. Hal ini, akan memberikan dampak positif berupa kokohnya suatu prinsip berdasar pada argumen logis dalam beragama, sehingga tidak mudah untuk menerima konsep takfirisme.

Selaras dengan hal itu, pendidikan Islam non-formal merupakan tempat yang tepat untuk mendalami pemahaman tentang Islam dari berbagai sudut pandang. Bukan saja tentang amal shaleh, melainkan juga tentang penalaran akan sesuatu dengan berdasar pada teks-teks agama. Sehingga fokus pembelajaran dan pemahamannya tidak hanya ada teks-teks keagamaan melainkan terfokus pada pengontrolan cara berfikir.

Bukan hanya itu saja, pendalaman ilmu tauhid merupakan akar dari kefleksibelan seseorang dalam suatu perkara. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari isi materinya yang mengajak seseorang untuk memahami suatu teks dengan pembuktian dalil yang di peroleh dari pemikiran. Sehingga, tidak ada celah sedikitpun dalam pembelajaranya yang mengajak untuk taklid buta terhadap suatu perkara apapun.

Adapun hasil dari pembelajaran ilmu tauhid yakni memahami konsep kebenaran mutlak yang tidak terdapat pada wilayah manusia melainkan hanya terdapat pada wilayah Tuhan. Pemahaman menyeluruh terkait ini berdampak pada sikap dan tindakan manusia untuk toleran terhadap suatu perkara tanpa menghukuminya dengan argumen dari ijtihad kelompoknya ataupun penemuan dirinya sendiri.

Kesadaran akan pemahaman tauhid perlu dibangkitkan dengan tujuan untuk meminimalisir polemik taklid buta dalam perkara keberagamaan yang memberikan dampak negatif pada moderasi Islam yang menjadi cerminan wajah Islam. Sehingga, pembelajaran dan pemahaman akan tauhid disertai dengan aktivitas berfikir logis dan perpaduan dengan teks-teks agama dapat berdampak pada terminimalisirnya penyebaran doktrin takfirisme yang mencemaskan dan terus berkembang.

Terminimalisirnya perkembangan doktrin takfirisme yang berdampak pada berkurangnya kerusuhan, perdebatan, kekacauan, dan pengklaiman kepada siapapun atas kesesatan dan pengkafiran oleh pemahaman seuatu kelompok. Sehingga, hal tersebut memberikan ruang cerminan untuk wajah Islam yang santun dan moderat.

M. Khusnun Niam
M. Khusnun Niam
Alumni Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru