29.7 C
Jakarta

Memilih Pemimpin Seperti Nabi, Caranya Gimana?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanMemilih Pemimpin Seperti Nabi, Caranya Gimana?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Indonesia dihadapkan dengan kontestasi politik pada tahun 2024. Masyarakat akan dituntut untuk menentukan pilihannya pada satu pilihan presiden yang akan memimpin negara ini. Sebelum memilih, penting mereka membaca tulisan ini sebagai bekal agar memilih dengan akal sehat, bukan intervensi pihak tertentu atau money politic.

Satu-satunya pemimpin yang dapat dijadikan teladan (role model) adalah Nabi Muhammad Saw. Disebut begitu, karena Nabi memiliki empat sifat mulia dalam memimpin suatu negara, yaitu cerdas (fathanah), terpercaya (amanah), menyampaikan sesuatu (tabligh), dan jujur (shiddiq). Empat sifat Nabi ini benar-benar melekat pada kepribadian beliau, bukan sifat yang dibuat-dibuat karena kepentingan politis semata.

Dalam memimpin Nabi itu cerdas. Ini sifat pertama yang harus dipenuhi. Kecerdasan itu ditopang dengan ilmu. Jadi pemimpin harus sudah belajar banyak hal dan punya pengalaman leadership (kepemimpinan). Kecerdasan ini akan mengantarkan seorang pemimpin memiliki visi misi yang jelas ke depan.

Visi misi ini tentu mendukung terhadap prinsip-prinsip negara di mana seseorang menjadi pemimpin. Katakan saja, Indonesia memiliki prinsip pluralisme dan nasionalisme. Pluralisme adalah paham kemajemukan untuk menerima perbedaan yang ada. Sementara, nasionalisme adalah kecintaan seseorang terhadap tanah airnya. Dua prinsip ini harus muncul pada visi misi seorang pemimpin. Sebagaimana Nabi dulu menanamkan dua prinsip ini saat memimpin Madinah.

Ketika punya kecerdasan, maka terbangun kesadaran pada diri Nabi untuk menjadi pemimpin yang amanah. Amanah ini bukan hanya sebatas visi misi atau teori, tetapi lebih kepada praktiknya. Beliau mampu merealisasikan semua visinya itu di suatu negara yang dipimpinnya. Pemimpin harus meniru beliau.

BACA JUGA  Pilihlah Presiden yang Berilmu dan Beretika, Siapa Dia?

Tidak benar pemimpin yang hanya mengumbar janji. Ia hanya manis di mulut tapi pahit di hati. Jangan pilih pemimpin seperti itu. Sebab, jika ia dikasih kepercayaan, maka ia akan khianat akan janjinya sewaktu kampanye di depan publik. Maka, kesengsaraan akan menimpa negeri ini. Negeri ini akan menjadi negera yang tidak subur dan sejahtera.

Sifat amanah yang melekat pada diri Nabi ini menyebabkan beliau menyampaikan segala risalah atau pesan moral yang diperintahkan oleh Tuhan. Ini berat. Tapi, Nabi benar-benar bisa mengerjakannya, karena sifat amanah tadi yang menopangnya. Sifat menyampaikan dengan benar ini penting diperhatikan pada diri seorang urusan Tuhan ini. Bayangkan bagaimana jadinya jika Nabi tidak menyampaikan dengan sebenar-benarnya, pasti negeri ini akan hancur.

Oleh sebab itu, pemimpin tidak boleh menyimpan atau mendustakan visi yang telah disampaikan di awal. Tidak boleh pura-pura lupa atau bersikap ”bodoamat”. Sikap melanggar visi ini adalah bentuk korupsi terhadap janjinya sendiri. Bagaimana mungkin negera ini maju jika pemimpin mengingkari janjinya sendiri?

Sifat yang terakhir adalah jujur (shiddiq). Ini sifat yang dibuat sendiri tapi lebih kepada penilaian publik. Nabi menyandang sifat jujur ini karena beliau berhasil melalui tiga sifat sebelumnya. Dalam konteks di Indonesia bangsa ini sudah pasti tahu membedakan mana pemimpin yang patut menyandang sifat jujur atau tidak.

Sebagai penutup, bangsa ini tidak perlu bingung dalam memilih pemimpin pada 2024 nanti. Perhatikan rekam jejaknya, apakah calon pemimpin itu sesuai dengan sifat-sifat Nabi tadi atau belum? Maka, jangan sampai salah memilih, karena kelalaian itu akan menyengsarakan diri sendiri.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru