26.7 C
Jakarta
Array

Membumikan Kembali Madrasah Diniyah

Artikel Trending

Membumikan Kembali Madrasah Diniyah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Di kampung-kampung zaman dulu, Madrasah Diniyah (Madin) sangat populer, dan banyak anak dari generasi umat Islam, yang belajar di lembaga pendidikan keagamaan non formal ini.

Masyarakat zaman dulu meyakini, bahwa Madin memiliki peran yang sangat penting, dalam upaya transfer of knowledge dan transfer of value, sehingga Madin disadari atau tidak, merupakan lembaga pendidikan yang sangat penting dalam penanaman karakter bagi anak-anak.

Persoalannya, saat ini kondisi Madin-madin yang ada di berbagai daerah, tak terkecuali di Kabupaten Kudus, cukup memprihatinkan. Banyak anak-anak yang kini kurang berminat masuk di lembaga pendidikan ini.

Atau ketika si anak berminat, terkadang waktunya habis karena disibukkan dengan kegiatan sekolah formalnya di pagi hari. Yang tak jarang, kegiatan sekolah itu dilaksanakan sampai sore hari.

Melihat berbagai hal seperti itu, maka sebenarnya perlu dicarikan solusi bersama, agar anak-anak bisa mengenyam pendidikan keagamaan di Madin, sebab banyak ilmu-ilmu yang sangat penting untuk dipelajari, diajarkan di sini.

Selain untuk anak-anak, Madin biasanya juga menjadi lembaga pendidikan alternatif bagi orang-orang dewasa yang ingin mendalami ilmu-ilmu agama, di sela-sela aktivitasnya bekerja atau aktivitas harian lainnya.

Berbagai ilmu yang lazim diajarkan di Madin, di antaranya fikih, pegon (tata cara penulisan Jawa dengan menggunakan huruf Arab), tauhid, tarikh al-Islam, hadis, dan beragam hal tentang praktik ibadah.

Banyak hal penting pada akhirnya memiliki relevansi terhadap masalah ubudiyah, yang bisa dipelajari di sini. Salat, misalnya. Bagi Islam, salat ini adalah hal wajib, namun menuntut aktivitas lainnya agar sah. Di antaranya, baju yang dikenakan untuk salat harus suci. Untuk mengetahui kesucian baju yang akan dipergunakan untuk salat, ini terkait dengan masalah fikih, yaitu pada pembahasan thaharah.

Contoh lain, bagi seorang perempuan, dituntut untuk memahami persoalan haidl, yang merupakan siklus bulanan. Untuk memberikan wawasan dan pemahaman terkait hal ini, bisa dilakukan melalui Madin dengan materi-materi terkait yang diajarkan, khususnya pada pembahasan soal haidl (mahidl).

Melihat dari peran penting yang diambil oleh Madin dalam pembinaan dan transfer ilmu-ilmu keagamaan bagi anak-anak generasi muda Islam, serta bagi mereka yang hendak menekuni ilmu-ilmu keislaman, maka keberadaan Madin sudah semestinya dipertahankan.

Namun demikian, adalah hal yang mustahil diwujudkan dalam upaya mempertahankan Madin, jika tokoh-tokoh agama yang sehari-hari mengelola Madin. Semua pihak yang terkait, harus ikut ambil bagian dalam upaya mulia tersebut, yakni dalam rangka melestarikan keberlanjutan Madin di tengah-tengah masyarakat. Wallahu a’lam. (*)

*Nurul Huda, Penulis adalah mahasantri pada Ma’had Aly Tasywiquth Thullab Salafiyah Kudus

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru