29 C
Jakarta

Membongkar Sesat Pikir Alfian Tanjung Ihwal Pemindahan Ibu Kota Negara

Artikel Trending

KhazanahOpiniMembongkar Sesat Pikir Alfian Tanjung Ihwal Pemindahan Ibu Kota Negara
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Polemik pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) tidak hanya diwarnai oleh debat seputar “Nusantara” sebagai nama baru IKN. Baru-baru ini, di media sosial beredar potongan video ceramah Alfian Tanjung yang menyebut bahwa pemindahan IKN ialah program Partai Komunis Indonesia (PKI) sejak tahun 1955.

Ia juga menyebut bahwa pemindahan IKN ialah bagian dari scenario besar penguasaan Indonesia oleh China. Alfian menyebut bahwa kantor-kantor pemerintahan yang ada di Jakarta akan dijual ke China. Dan, siapa pun masyarakat yang menolaknya akan ditangkap Polisi.

Barangkali ini ialah hoaks terbesar dalam isu perpindahan IKN. Ketika para pakar mengkritisi kebijakan pemerintah dari sisi finansial (anggaran) juga penamaan Nusantara yang problematis, Alfian justru mengaitkan pemindahan IKN dengan isu komunisme.

Menilik rekam jejak Alfian, pernyataan itu kiranya tidak mengherankan. Bisa dibilang, Alfian ini merupakan penceramah agama spesialis isu PKI. Apa saja yang tidak ia suka, pasti dikaitkan dengan PKI atau komunis.

Misalnya, ia pernah memfitnah Gerakan Pemuda Ansor dan Banser sebagai keturunan PKI. Belakangan ia meminta maaf atas pernyataan tersebut dan membayar denda (diyat). Selanjutnya, ia pernah menyebut mayoritas anggota DPR dari PDI Perjuangan ialah komunis. Bahkan, ia menuding simpatisan PKI menduduki jabatan strategis di Istana Negara. Ringkas kata, “kebangkitan PKI” telah menjadi trade-mark dalam ceramah-ceramahnya.

Di titik inilah penting kiranya membongkar sesat pikir Alfian Tanjung ihwal pemindahan IKN yang dikaitkan dengan isu kebangkitan PKI dan dominasi China atas Indonesia.

Sesat pikir pertama yang perlu dibongkar ialah ihwal tudingan bahwa pemindahan IKN ialah program PKI. Argumen itu jelas ahistoris, alias tidak sesuai dengan fakta sejarah. Jika ditilik dari sisi sejarah, isu pemindahan Ibu Kota Negara sebenarnya sudah muncul sejak lama, bahkan sudah muncul sejak era kolonialisme.

Isu pemindahan Ibu Kota Negara juga nyaris selalu muncul dalam setiap periode pemerintahan sejak era pemerintahan Sukarno, Suharto, Gus Dur, Megawati, SBY hingga Jokowi. Di era kepemimpinan Presiden Jokowi, isu pemindahan IKN kian kencang terdengar. Argumennya ialah bahwa Jakarta tidak lagi memiliki daya dukung sebagai kota metropolitan dan ibu kota negara.

BACA JUGA  Etika Politik Berbasis Religi sebagai Kontra-Polarisasi Pemilu 2024

Kepadatan penduduk, tingkat polusi yang tinggi, serta ancaman bencana alam membuat Jakarta kehilangan visibilitas sebagai ibu kota negara. Maka, pemindahan ibu kota negara ialah sebuah keniscayaan.

Selain itu, pemindahan ibu kota negara juga terkait dengan upaya pemerataan kesejahteraan ke seluruh wilayah Indonesia. Dengan pemindahan IKN, diharapkan pembangunan nasional tidak lagi bersifat Jawa-sentris, melainkan lebih Indonesia-sentris.

Sesat pikir kedua yang perlu dibongkar ialah pernyataan yang menyebut bahwa gedung pemerintahan, pusat bisnis, dan gedung universitas akan dijual ke China. Asumsi ini tidak hanya irasional, namun absurd alias konyol. Pemindahan ibu kota negara ialah pemindahan pusat pemerintahan, sementara pusat bisnis yang memang sudah mapan di Jakarta tidak akan dipindah. Demikian pula universitas-universitas yang ada di Jakarta juga tidak akan ikut pindah.

Ihwal dugaan bahwa gedung pemerintahan akan dijual ke China juga tuduhan yang sama sekali tanpa dasar. Yang benar ialah pemerintah akan menyewakan gedung-gedung tersebut untuk modal pembangunan IKN yang baru.

Sesat pikir yang ketiga yang perlu kita bongkar ialah kebiasaan Alfian Tanjung yang selalu mengaitkan apa pun dengan isu kebangkitan PKI. Pola pikir ini menandai betapa sempit wawasannya terutama terkait dinamika sosial-politik global. Siapa pun yang paham akan situasi geopolitik global saat ini pasti tidak akan percaya pada narasi kebangkitan komunisme atau lebih spesifiknya kebangkitan PKI.

Komunisme sebagai ideologi telah bangkrut seiring dengan hancurnya Uni Sovyet. Pasca kehancuran Federasi Uni Soviet, komunisme dianggap sebagai ideologi yang telah using dan mustahil bangkit atau dibangkitkan kembali. Bahkan, negara-negara yang dulunya komunis pun pindah haluan menjadi negara liberal-kapitalis.

Terlebih dalam konteks Indonesia, kebangkitan PKI merupakan hal yang mustahil. Tersebab, PKI sebagai sebuah organisasi sudah dibubarkan dan dianggap organisasi terlarang sejak tahun 1966. Sejak saat itu, seluruh sumber daya dan jejaring PKI otomatis dipereteli dan nyaris tidak bersisa.

Kini, lebih dari lima dekade sejak PKI dibubarkan dan dilarang, kemungkinan untuk bangkit itu nyaris tidak ada. Jadi, isu kebangkitan PKI itu sengaja diciptakan untuk menimbulkan kegaduhan dan ketakutan publik.

Siti Nurul Hidayah
Siti Nurul Hidayah
Peneliti pada “Center for the Study of Society and Transformation”, alumnus Departemen Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru