28.9 C
Jakarta

Membongkar Politisasi Olahraga dalam Piala Dunia U-20

Artikel Trending

Milenial IslamMembongkar Politisasi Olahraga dalam Piala Dunia U-20
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Terlibatnya grup sepakbola Israel dalam Piala Dunia U-20 memantik tanggapan negatif dari sejumlah pihak. Partisan yang tidak setuju dengan tegas mengatakan, negara penjajah Palestina tersebut wajib diboikot dan tidak laik berpartisipasi dalam ajang dunia karena kebiadaban negara mereka. Bagi mereka yang tidak sudi Israel dikasih panggung, olahraga sepakbola dianggap tidak sehat. Kontroversi tersebut terus bergulir bak bola liar yang siap membakar siapa saja.

Untuk diketahui, timnas Israel ikut serta dalam Piala Dunia U-20 di Indonesia yang dimulai pada 20 Mei mendatang. Ada enam kota yang ditunjuk sebagai tempat pelaksaan turnamen tersebut, yaitu Gianyar Bali, Palembang, Bandung, Jakarta, Surakarta, dan Surabaya. Namun penolakan berdatangan dari sejumlah pihak. Pemerintah Bali menyatakan menolak keikusertaan timnas Israel untuk bertanding di Provinsi Bali, sesuai surat Gubernur Bali, I Wayan Koster, Selasa (14/03), kepada Menpora RI.

Selain itu, massa gabungan Front Persaudaraan Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), dan PA 212 juga menggelar demo di Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, Senin (20/3) kemarin, menolak kedatangan timnas Israel ke Indonesia. Koorlap aksi, Husein, menyinggung soal timnas Rusia yang dilarang FIFA bertanding dalam Piala Dunia 2022 di Qatar. Senada dengan itu, PKS dengan tegas menuntut boikot timnas Israel karena alasan kebiadaban Zionisme.

Namun tanggapan sebaliknya datang dari Lembaga Perguruan Tinggi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPT-PBNU). Ketua LPT-PBNU, Ainun Naim mengatakan, ia tidak mempermasalahkan kedatangan Israel untuk berpartisipasi di ajang olahraga. Apalagi Israel menjadi salah satu perwakilan dari konfederasi Eropa (UEFA) bersama Prancis, Italia, Inggris, dan Slovakia, yang artinya negara penjajah Palestina tersebut tidak berpartisipasi secara independen.

Lalu bagaimana dengan sikap pemerintah RI? Belum ada rilis resmi terkait hal tersebut. Tetapi PSSI sudah menegaskan bahwa Indonesia sekadar menjadi tuan rumah dan tugas PSSI adalah menyiapkan segala teknisnya. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin juga menyindir bahwa demonstrasi sejumlah ormas kemarin salah alamat. Menurutnya, ini kesempatan untuk RI menjadi host Piala Dunia 2036. Bagaimana sebenarnya membaca alur kontroversi ini?

Konflik Zionisme dan Muslim

Pemerintah RI, menanggapi kontroversi tersebut, jelas bersikap suportif. Satu sisi, Piala Dunia U-20 memiliki manfaat strategis untuk masa depan sepak bola Indonesia. Namun di sisi yang lain, okupasi Israel atas Palestina merupakan masalah yang sensitif untuk masyarakat Muslim di negara ini. Indonesia pun, sejak era Soekarno, konsisten mengutuk kekejaman Israel; membela hak-hak kemanusiaan, hak-hak demokrasi, hak-hak politik orang Palestina untuk merdeka.

Kendati demikian, dalam konteks hadirnya timnas Israel ke Indonesia, Dubes Palestina untuk RI juga mengatakan hal yang sama. “Pisahkan isu politik dan olahraga,” ujar Zuhair Al-Shun, yang meyakini dukungan Indonesia untuk perjuangan Palestina tidak akan goyah di tengah rencana berpartisipasinya timnas Israel dalam perhelatan Piala Dunia U-20. Artinya, ada yang sengaja memanas-manasi keadaan dengan memanfaatkan konflik Israel dengan Palestina.

BACA JUGA  Melawan Otoritarianisme-Radikalisme dengan Tradisi Kritisisme

Dengan melihat spirit demonstrasi FPI cs kemarin, tidak sulit untuk disimpulkan bahwa penolakan disebabkan pencampuradukan olahraga dengan politik, atau yang bisa disebut juga politisasi olahraga. Pola gerakannya sama dengan yang sudah-sudah, memelintir hal tertentu untuk menarasikan hal lainnya. Timnas Israel dan Zionisme berada dalam ranah yang berbeda, namun sementara kalangan Muslim menjadikan Zionisme cara untuk memboikot total Israel.

Di situlah letak masalahnya. Ada kebencian akut terhadap Israel oleh sementara kalangan umat Muslim Indonesia, yang mereka terapkan untuk menghalangi seluruh aspek termasuk olahraga. Dengan menegasikan segala manfaat strategis, konflik politik Zionisme dibawa-bawa ke ranah olahraga. Akhirnya lahir sentimen bahwa keikutsertaan Israel dan kehadirannya di Indonesia merupakan pengkhianatan terhadap konstitusi. Jelas, ini salah kaprah.

Indonesia tegas menentang Zionisme. Indonesia konsisten mendukung perjuangan Palestina. Tetapi Piala Dunia U-20 adalah event olahraga, sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebijakan politik. Ketidaksukaan pada Israel dipersilakan, tetapi umat Muslim di Indonesia—sebagaimana ditampilkan ormas demonstran—tidak laik mempolitisasi olahraga. Apalagi jika narasi yang mereka bangun dibumbui dengan tuduhan tak berdasar terhadap pemerintah.

Bahaya Politisasi Olahraga

Apa maksud tuduhan tak berdasar? Ini penting diuraikan untuk menciptakan kesepahaman masyarakat bahwa politisasi olahraga harus dilawan. Jika diamati, Israel bukan target tunggal demonstran. Memang, tuntutan awalnya adalah memboikot timnas Israel masuk ke Indonesia, bahkan mengancam akan mengadangnya di bandara. Para demonstran seolah menjadi pihak yang paling membela Palestina, dan menganggap kalangan selain mereka sebagai pro-Israel.

Tetapi niat mereka tidak sebersih itu. Tujuan terselubungnya adalah menciptakan mosi tidak percaya terhadap pemerintah dengan menuduhnya telah memberi panggung Zionis hadir ke Indonesia. Narasi utamanya adalah memberi kesan buruk rezim yang tengah berkuasa, Jokowi dan partainya. Sementara itu, donatur PA 212 dan GNPF di antaranya adalah trah Cendana, sehingga tidak heran jika melalui politisasi olahraga, yang diserang justru rezim.

Bagaimana jalan keluarnya, bukanlah perkara yang sulit. Kuncinya adalah bagaiman melihat suatu hal secara multi-perspektif. Lolosnya Israel di U-20 dan rencana hadirnya mereka ke Indonesia harus dilihat melalui kacamata olahraga, sementara kekejaman Zionisme mesti dipandang dari kacamata politik. Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif tetap konsisten membela Palestina tanpa disuruh FPI cs, maka tidak ada alasan memojokkan pemerintah melalui U-20.

Jika dibiarkan, politisasi olahraga memiliki dampak buruk: negara ini akan dikenal tidak profesional karena mencampuradukkan kegiatan olahraga dengan aspirasi politik. Karenanya, tidak bisa ditawar lagi, politisasi olahraga harus ditindak pelakunya. Pemerintah tidak pernah membelot ke Israel dan tetap anti-Zionisme. Namun tidak berarti secara membabi-buta memboikot timnas Israel sebagaimana yang dilakukan FPI cs—yang selama ini memang hobinya menggeruduk, mendemo, dan grasah-grusuh.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru