Pada awal September yang lalu, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan tewasnya bocah 11 tahun asal Indonesia ketika menjadi petarung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah. Seperti dilansir www.cnnindonesia.com, bocah bernama Hatf Saiful Rasul itu dilaporkan meninggalkan bangku sekolah dan terbang ke Suriah untuk ikut menjadi militan ISIS. Bocah yang akrab dipanggil Hatf itu tewas usai terkena serangan udara pada 1 September 2017 yang lalu.
Beberapa media memberitakan bahwa keputusan Hatf untuk bergabung dengan ISIS pertama kali diketahui ketika ia mengunjungi ayahnya, Syaiful Anam, di penjara berpengamanan tinggi. Saat itu Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud, tempatnya menimba ilmu, sedang musim libur sekolah. Syaiful menceritakan hal itu dalam esai 12 ribu kata yang dipublikasikannya secara daring. Hatf mengungkapkan keinginannya kepada Syaiful lantaran beberapa teman-teman dan guru-guru di sekolahnya telah pergi untuk bergabung dengan ISIS dan “menjadi martir di sana”. Syaiful akhirnya mengizinkan Hatf pergi bergabung dengan ISIS. Ia diketahui pergi ke Suriah pada 2015 bersama 12 orang yang terdiri dari 8 orang guru dan empat pelajar dari Ponpes Ibnu Mas’ud.
Peristiwa tersebut menjadi salah satu bukti menjamurnya ideologi ISIS di Indonesia. Materi-materi jihad mereka tidak hanya ditangkap dan berkembang di kepala orang-orang dewasa, bocah 11 tahun bahkan mengenyamnya dengan sempurna. Lantas dari mana ISIS berakar, tumbuh dan bercabang?
Dalam artikel The Evolution of ISIS in Indonesia, Muhammad Wildan (2014) menjelaskan bahwa dukungan untuk ISIS di Indonesia dimotori salah satu aktivis muda Indonesia, Muhammad Fachry, yang pada mulanya bergabung dengan Al-Muhajiroun, sayap organisasi radikal Internasional, Hizbut Tahrir. Al-Muhajiroun datang ke Indonesia melalui internet. Pada tahun 2005, Fachry mengenalnya melalui forum obrolan video yang disebut Paltalk (www.paltalk.com) dan mulai mengikuti diskusi religius online yang dimpimpin oleh Omar Bakri. Bakri yang kemudian memberinya lampu hijau untuk mendirikan kelompok Al-Muhajiroun di Indonesia.
Al-Muhajiroun percaya bahwa negara-negara seperti Pakistan, Afghanistan, Bangladesh, Indonesia, dan Malaysia harus menjadi target untuk mewujudkan kekhalifahan. Negara-negara ini tidak hanya berisi tiga perempat dari muslim dunia, tapi mereka juga memiliki tentara yang lebih kuat dari Timur Tengah dan belum pernah disusupi pasukan asing. Dan kaum muslimin tentu saja memiliki hasrat kuat untuk menegakkan Islam.
Dengan pengetahuan yang Fachry dapatkan dari diskusi ini, pada tahun 2006 ia membuat kelompok diskusi sendiri melalui Yahoo Messenger dan MSN Messenger dan mulai mempromosikan ajaran Bakri secara pribadi melalui ceramah dan khotbah. Selama aktivitas daringnya, Fachry ingin membuat majalah. Karena seperti kebanyakan jihadis lainnya, ia percaya bahwa musuh Islam, terutama Amerika dan sekutu-sekutunya mengendalikan main-streaming media global. Dan oleh karena itu, penting mengembangkan alat untuk melawan balik dengan media yang sama.
Al-Muhajiroun sendiri telah menerbitkan edisi pertama majalah Al-Muhajirin pada tahun 2007 dengan fokus utama “Jalan Menuju Jihad”, termasuk karya terjemahan ulama radikal dan wawancara dengan Osama bin Laden. Kemudian edisi kedua pada pertengahan 2007 ditampilkan sebuah profil Islam di Irak, pendahulu ISIS. Di dalamnya, penulis menjelaskan bahwa pembentukan kekhalifahan melalui pembangunan politis Islam yang lebih kecil (Imarah Islam) yang pada akhirnya akan bergabung bersama-sama. Penampilan jihad tersebut menarik Fachry ke dalam interaksi yang lebih luas dengan komunitas jihad.
Pada tahun 2010, Fachry memulai sebuah kampanye akar rumput yang disebut Sharia4Indonesia, dimodelkan pada Islam4UK atau Sharia4UK, yang dibentuk Anjem Choudary pada November 2008. Hal itu adalah sebuah projek untuk mendirikan zona teritorial menerapkan hukum Islam. Teman Fachry, seorang pria bernama Abu Shofiy, menjadi kepala Sharia4Indonesia.
Fachry dan teman-temannya berencana membawa Omar Bakri ke Indonesia untuk membantu meluncurkan terjemahan Bahasa Indonesia dari buku Bakri berjudul The Standart of Islam. Namun dia menolak memberikannya, yang kemudian Fachry mengundang Anjem Choudary sebagai gantinya. Kunjungan berlangsung pada bulan Maret 2010 dan Choudary tampil mempromosikan Sharia4Indonesia di Islamic Book Fair, Senayan, Jakarta.
Mereka juga mencoba untuk mendapatkan dukungan publik dengan mengorganisir kegiatan sosial dan perawatan kesehatan darurat di daerah bencana. Termasuk di Jawa Tengah setelah letusan gunung Merapi pada Oktober 2010 yang lalu.
Mereka mencoba mengeksploitasi situasi dengan berkampanye dan mengatakan bahwa bencana yang menyerang Indonesia, dari tsunami 2004 sampai gempa bumi dan letusan gunung Merapi terjadi karena baik komunitas Muslim maupun pemerintah Indonesia telah gagal menerapkan hukum Islam. Lalu mereka melihat kelompok Sharia4Indonesia semakin berkembang dan selalu berkampanye untuk hukum Islam dengan antusiasme yang tinggi bahkan sampai sekarang.
Dengan semakin canggihnya teknologi dan informasi, tentu mereka dalam menyebarkan ajaran-ajaran radikal maupun dalam berkomunikasi dengan jihadis lainnya semakin cepat dan tak terbendung. Jika dulu mereka menggunakan Yahoo Messenger, saat ini dengan adanya WhatsApp, Facebook, maupun Line yang lebih praktis dan cepat, pasti pergerakan mereka semakin progres.
Dengan tertangkapnya “aktor-aktor” Saracen (sebuah konten SARA yang menyebarkan kebencian) beberapa waktu yang lalu menjadi bukti bahwa internet adalah media paling ekfektif dalam menyebarkan ajaran-ajaran tertentu, termasuk ISIS dan gerakan-gerakan radikal lainnya. Oleh karena itu, kita harus terus waspada dan cerdas dalam membaca tulisan-tulisan atau konten-konten yang bertebaran baik di situs maupun sosmed yang semakin membahayakan.
*Fajri Andika, mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.