28 C
Jakarta

Membongkar Eksploitasi Teroris Terhadap Anak Perempuan

Artikel Trending

Milenial IslamMembongkar Eksploitasi Teroris Terhadap Anak Perempuan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Bergeming ketika mendadak gedung kita hancur. Anak-anak dan orang tua bercerai-berai untuk saling menyelamatkan diri. Mereka terpisah akibat kepanikan. Salah satu di antaranya saling meninggalkan. Ada yang mati karena tertimpa gedung, dan lainnya mati karena peluru menembus dadanya.

Anak-anak ini tinggal satu diri, layaknya pahatan patung Batu Dodol di Banyuwangi. Bersandar ke puing-puing bangunan yang dua puluh lima menit lalu masih gagah. Namun, harus runtuh karena keegoisan manusia. Anak-anak terus mencari. Mencakar reretakan demi retakan bangunan. Sambil menjumpalitkan reruntuhan, ait matanya menetes ke bawah tanah.

Dua lima jumpalitan anak itu tak kuat. Karena di balik gumpalan bekas gedung-gedung itu ia tak menemuinya. Hanyalah orang-orang yang lain tewas bersimbah darah. Dan keluarganya mungkin mengalami nasib yang sama. Dia terus mencari , dan terus mencari hingga akhirnya menemukan sosok pahlawan hidupnya: keluarganya. Tapi sudah mati.

Anak dan Nasib Sial Peperangan

Synopsis di atas hampir terjadi kepada anak-anak kecil di negara konflik. Mereka kehilangan masa kecilnya. Mereka kehilangan dunianya. Anak-anak ini harus merawat dirinya sendiri. Ia harus makan, minum, dan berpakaian sebisanya. Namun, semua itu tidak ada. Yang ada hanyalah bunyi bom dan tembakan di sebrang sana.

Bagaimana mungkin dia bisa makan. Sedang kematian ada di depannya. Kadang-kadang nasib lebih sial lagi terjadi pada teman-teman dan anak lainnya. Mereka tertembak akibat peluru nyasar, yang menembus dadanya. Mereka ada di situasi sulit. Sembunyi terus bakal mati kelaparan. Tapi berkeliaran akan tertembak dari jahatnya perang.

Di balik itu semua, ternyata ada terang. Anak-anak itu dikumpulkan di satu rumah. Namun rumah itu tak bisa menampung semuanya. Sehingga, yang tersisa, berteburan entah ke mana. Tapi yang menjadi sesak, di antara anak-anak itu tak bernasip mujur. Mereka dieksploitasi.

Strategi Eksploitasi Teroris

Yang laki-laki diajari berperang. Yang perempuan harus menjadi ibu, dan menjadikan mereka ternak anak. Agar anak-anak yang lahir, terus menjadi pengikut dan kelak jika sudah dewasa, menjadi tentara perang. Anak-anak ini kemudian menjadi simpatisan kelompok besar, seperti ISIS, Al-Qaeda, dan Boko Haram.

Anak perempuan menjadi pemuas nafsu dan budak seksual setelah mestruasi pertama. Kecendrungan teroris, sangat gencar mengincar perempuan-perempuan muda, terlebih wanita belia. Perilaku ini terekam di dalam buku Returness Indonesia: Membongkar Janji Manis ISIS.

Semua kejahatan dari mulai eksploitasi, fedofil, dan kekerasan disandarkan kepada ayat-ayat sebagai justifikasi terhadap perilaku jahat tersebut.  Bahkan anak-anak tersebut tidak sedikit yang mempercayai doktrin teroris ini.

BACA JUGA  Ramadan dan Gerilya Radikalisasi, Bagaimana Menanganinya?

Anak-anak terlebih perempuan, didoktrin sedemikian rupa. Sampai mereka tidak mengenal arti hidup dan kemanusiaan. Menurut penggalan kisah dalam buku Returness Indonesia, tidak sedikit dari mereka, yang harus gonta-ganti pasangan (suami). Menurut pemahaman mereka adalah hal wajar, karena dianggap perempuan sudah semestinya berkorban demikian. Perempuan menjadi objek pemuas nafsu.

Kisah-kisah ngeri itu sebenarnya telah banyak kita dengar. Namun, sebagian kita masih banyak juga yang ingin berangkat ke Suriah. Demi jihad dan perang untuk menegakkan negara Islam, merasakan negara surgawi, dan demi alasan lainnya. Padahal, mereka tertipu atas kedok berbentuk tayangan video indahnya negara surgawi fiktif buatan ISIS.

Namun, meski banyak orang yang telah membongkar kekejaman itu. Banyak sebagian muslim kita yang ngeyel dan tetap setia pada ISIS. Mereka bahkan mengorbankan semua hartanya. Doktrin teroris yang telah mendarah daging, membuat mereka buta akan kekejaman ISIS, dan bahkan membenarkan penyelewangan berbentuk agama itu.

Meningkatkan Kewaspadaan

Hal tersebut jangan dikira hanya terjadi di muslim perkotaan. Di pelosok-pelosok desa, juga banyak yang masih percaya hal-hal demikian. Bagi mereka, jika Islam tegak, setidaknya di Suriah saja, maka Indonesia akan ikut mengalami pergolakan indah layaknya zaman emas dulu kala. Tapi semua itu hanya ada di pikiran orang awam.

Keberhasilan doktrin teroris, telah membuat anak-anak mendadak menjadi benda. Kosong tak bermakna. Anak-anak lalu hilang rasa kemanusiaannya dan menjelma setan merah yang setiap saat bisa membunuh, membakar orang-orang di sampingnya. Padahal, mereka sudah mati sebelum kematian tiba: mati alam sadarnya.

Maka itu, penting bagi kita literasi dan melek media akan kontra narasi. Jangan anggap remeh kontra narasi. Kita mungkin sudah tahu strategi dan taktik para teroris. Tapi, tetangga kita, anak didik kita, saudara kita di kejauhan sana? Mereka adalah target teroris. Ketidakwaspadaan akan mengantarkan terjadinya ekspolitasi anak dan keluarga kita ke depan. Seperti yang terjadi di Suriah.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru