29 C
Jakarta

Memboikot Ceramah yang dapat Memicu Perilaku Intoleransi

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMemboikot Ceramah yang dapat Memicu Perilaku Intoleransi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kenapa masih ada aja perilaku intoleransi? Padahal agama sudah mengajarkan nilai-nilai kebaikan, kerukunan, dan perdamaian. Kok bisa masih ada perpecahan antar umat agama. Pasti ada beberapa orang yang menjadi oknum dalam usaha memecah belah. Tulisan ini sebagai analisis kritis isi ceramah islami yang seringkali memicu perilaku intoleransi.

Beberapa waktu lalu, saya mendengarkan sebuah ceramah. Tidak hanya sekali, tetapi beberapa kali seorang penceramah menjelaskan terdapat dua musuh besar umat Islam. Hal tersebut disampaikan beliau berdasarkan ayat Al-Qur’an dan beliau dengan tegas mengajak untuk memusuhi umat tersebut.

Beberapa ayat yang sering menjadi referensi untuk mendukung argumennya ialah Al-Baqarah ayat 120 yang artinya “Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka …”.

Al-Maidah ayat 51 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi….”, dan A-Maidah ayat 82 yang artinya “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik ….”.

Bukan hanya itu, beliau pun menafsirkan Surah Al-Fatihah ayat 7 menjadi “(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai (Yahudi) dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat (Nashara)”.

Namun, benarkah demikian? Jelas terlihat hal tersebut hanyalah upaya untuk memecah belah umat beragama. Terdapat tendensi negatif terhadap umat beragama lain yang dibesar-besarkan. Bahkan beliau memberikan contoh perilaku umat yahudi seperti mabuk, judi, dan perilaku negatif lainnya.

Oke, lantas bagaimana sesungguhnya memaknai ayat-ayat tersebut. Sejujurnya, penulis pun tidak punya background pendidikan agama, tidak juga menekuni bidang tafisr ayat, penulis menyadari kekurangannya dalam menjelaskan hal ini. Akan tetapi penulis meyakini bahwa agama Islam bukanlah agama perang atau agama yang penuh kebencian.

Agama Islam bukanlah agama intoleransi, yang menaruh dendam kepada agama Yahudi dan Nasrani. Di dalam surat Al-Kafirun ayat 6 ayat Allah berfirman yang artinya “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

Sebagai penceramah, seharusnya beliau bisa lebih bijak dalam memberikan materi. Karena boleh jadi yang dimaksud dalam Al-Qur’an tersebut bukan orang yahudi dan nasrani secara general akan tetapi perilakunya yang menyimpang di masa lalu. Sehingga sebagai umat muslim, kita tidak boleh meniru, mencontoh, atau meneladani perilaku tersebut.

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 120, terdapat penggunaan dhamir “ka” yang berarti dikhususkan untuk Nabi Muhammad, tidak dimaksudkan untuk umat islam secara keseluruhan. Yahudi dan Nasrani yang dimaksud pun juga terbatas sesuai asbabun nuzul, bukan semua umat Yahudi dan Nasrani.

BACA JUGA  Puasa: Momentum Menahan Diri dari Nafsu Ekstremisme-Terorisme

Tafsir at-Thabari menerangkan bahwa maksud dari Surah Al-Baqarah ayat 120 adalah Nabi Muhammad diminta untuk fokus berdakwah mengharapkan rida Allah dan tidak perlu mencari cara untuk menyenangkan umat Yahudi saat itu. Apa yang didakwahkan Nabi akan ditentang karena berbeda kepentingan. Jangankan mendengarkan dakwah Islam, antara Yahudi dan Nasrani pun saling bertentangan.

Dilihat dari asbabun nuzul nya, Tafsir al-Baghawi menjelaskan terdapat peristiwa yang membuat Yahudi dan Nasrani tidak senang dengan jalan yang ditempuh Nabi Muhammad. Ibnu Abbas mengatakan bahwa dalam kasus kiblat di mana Yahudi Madinah dan Nasrani Najran mengharap pada Nabi agar ketika shalat menghadap kiblat mereka.

Ketika Allah memindahkan kiblat umat Islam ke Ka’bah mereka menjadi putus asa untuk mengharapkan Nabi agar setuju pada kiblat mereka. Maka Allah menurunkan ayat (2:120) ini. Di riwayat yang lain dikatakan, Yahudi dan Nasrani meminta Nabi untuk melakukan gencatan senjata dan mereka berjanji akan ikut Nabi.

Maka Allah menurunkan ayat Al-Baqarah (2) ayat (120). Maksud ayat (2:120) adalah apabila kamu (Muhammad) melakukan gencatan senjata, mereka selamanya tetap tidak akan senang dengan kamu. Mereka meminta gencatan senjata itu hanya sebagai alasan, bukan tanda mereka rela, kecuali kamu ikut jalan mereka.

Orang bisa saja mengulik dan mengutip kisah-kisah permusuhan dan perang dengan Yahudi, tapi Rasulullah sendiri berkawan baik dengan banyak kalangan Yahudi di Madinah. Dalam satu kisah, ada seorang Yahudi Madinah bernama Mukhairiq dari klan Bani Tsa’labah.

Ia justru turut menyerukan pada kaumnya untuk membantu pasukan muslim di Perang Uhud melawan musuh dari Quraisy Makkah. Di akhir hidupnya, ia mendermakan hartanya untuk umat muslim dan perjuangan Nabi Muhammad. Karena itulah, Nabi bersabda, “Sebaik-baik Yahudi adalah Mukhairiq.”

Oleh karenanya kita patut waspada terhadap ceramah-ceramah agama seperti di atas. Jangan sampai kita terpancing atau terjebak dalam perselisihan antar umat beragama. Pesan juga untuk para penceramah untuk berhati-hati dalam bertutur dan memilih materi. Pun sebagai audiens, kita semua harus bijak menyaring setiap kata dan kalimat yang kita dengar.

Bukan hanya itu, kita juga patut waspada dengan penyebaran informasi bohong atau hoaks yang bisa memicu perpecahan. Dulu, Yahudi dan Nasrani dipandang musuh karena tindakan mereka yang mengancam hak-hak hidup umat muslim. Realitanya, konteks kebudayaan dan interaksi manusia sudah banyak berubah. Harusnya, Islam tidak lagi dipahami musuh head to head dengan Yahudi dan Nasrani. Yang dapat melahirkan intoleransi harus diboikot.

Gokhan
Gokhan
Ketua Excellent Academic Community (EXACT).

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru