29.7 C
Jakarta

Memberantas Gurita Radikalisme dalam Islam

Artikel Trending

KhazanahPerspektifMemberantas Gurita Radikalisme dalam Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Dari segi definisinya, Islam ialah selamat, tunduk dan pasrah, sedangkan dari segi istilah Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Agama yang selalu mengedepankan nilai toleransi antarumat beragama, dan menentang radikalisme.

Dalam bukunya Quraish Shihab yang berjudul Logika Agama terdapat banyak perdebatan mengenai berkembangnya Islam dalam konteks modern. Yang ditegaskan bahwa bukanlah Islam yang berubah dan berkembang, karena pada dasarnya Islam tidak mengalami perubahan akan ajarannya. Namun, zaman saja yang membawa Islam berkembang ssuai kondisinya.

Lalu jika dilihat pada umat Muslim yang mengatasnamakan agama demi kepentingannya, menurut orientalis disebabkan bahwa Islam zaman dulu adalah Islam zaman jahiliyah dan berbeda dengan Islam zaman sekarang yang mana menurut Muhammad Asad para ulama fikih hanya mengulang pendapat terdahulu yang itu-itu saja.

Semakin berkembangnya pemikiran-pemikiran terkait Islam, terlebih, banyaknya pandangan pada mufasir modern dan para orientalis yang memandang bahwa agama Islam  bukan saja dibawa Nabi Muhammad melainkan agama yang sudah dibawa oleh nabi terdahulu ialah Islam. Maka jika ia beriman kepada Tuhan, patuh pasrah dan tunduk akan perintah Tuhan ia dapat dikatakan Muslim.

Setiap penganut agama berhak menghakimi dirinya adalah agama yang paling benar. Sikap truth claim akan keselamatan dalam beragama dapat menggiring opini bahwa agama yang lain adalah agama yang salah.

Bahkan pada kasus yang lebih mengerucut, umat Islam sudah hilang spirit spritual terhadap nilai-nilai keislaman. Akibatnya mereka saling acuh tak acuh dan memandang minus ajaran satu dengan lainnya.

Dengan berkembangnya zaman, akidah Islam akan berhadapan dengan masalah berupa tekanan berbagai argumen, ilmu dan pendapat yang akan melemahkan gairah beragama. Oleh sebab itu kemunculan gerakan keagamaan yang bersifat radikal merupakan fenomena penting yang turut mewarnai citra Islam kontemporer.

Dari beberapa fenomena di mana radikalisme yang terjadi termasuk di Indonesia akhir-akhir ini adalah justru dilakukan dan diprakarsai oleh individu maupun komunitas yang mengaku percaya kepada ajaran-ajaran agama. Yang sesungguhnya agama-agama tersebut memerintahkan kepada umatnya untuk berbuat baik serta meninggalkan perbuatan negatif.

Agama seolah-olah dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi berbagai macam tindakan kekerasan. Fenomena radikalisme yang seringkali disandarkan pada paham keagamaan, sekalipun pencetus radikalisme bisa lahir dari berbagai alasan, seperti ekonomi, politik, sosial dan sebagainya.

Memang pada realitanya teroris Indonesia kebanyakan dari kaum Muslim garis keras yang menyebabkan Islam dinilai sebagai jalan kekerasan untuk menyebarkan agamanya. Maka dalam konteks ini, peran sekolah dan lembaga pendidikan serta lingkungan sangat penting dalam menghentikan laju radikalisme Islam.

BACA JUGA  Arrogance Religiosity: Problem Beragama Karbitan yang Harus Dilawan

Faktor Kemunculan Radikalisme

Apakah salah satu faktor munculnya radikalisme? Konflik radikalisme akan terjadi antara negara dan kelompok yang memiliki peradaban berbeda. Menurut John L. Esposito, peperangan dan kekerasan dalam agama selalu bermula dari faktor keimanan manusia sedangkan Yusuf al-Qaradhawi.

Faktor utama munculnya radikalisme dalam beragama adalah kurangnya pemahaman yang benar dan mendalam atas esensi ajaran agama Islam itu sendiri dan pemahaman literalistik atas teks-teks agama.

Dengan demikian, bagaimana Al-Qur’an memandang Islam dan ayat-ayat jihad? Jika merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an yang sering kali disalahpahami dan dijadikan dalil bagi tindakan-tindakan radikal adalah ayat-ayat jihad dan ayat-ayat perang.

Ayat-ayat jihad bagi sebagian kelompok terkadang diartikan perang melawan musuh Islam, sehingga tindakan kekerasan terhadap segala sesuatu yang dianggap musuh Islam, merupakan perbuatan jihad yang mulia.

Akibatnya, kata jihad menjadi sesuatu yang mengerikan dan mengakibatkan Islam menjadi tertuduh. Namun pada surat al-Baqarah [2]: 62 yang bermakna: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang sabi’in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati”.

Pada ayat ini, Quraish Shihab memberikan pandangan jika ayat ini diartikan agama mana saja asal beriman kepada Allah, beramal salih dan berbuat baik tanpa harus memeluk agama Islam maka akan menjadi pemahaman yang salah. Dan akan menimbulkan persamaan semua agama hidup rukun dan damai memanglah sebuah tuntutan agama namun cara mendapatkannya bukanlah dengan mengorbankan agama.

Jihad menurut Al-Qur’an adalah perjuangan untuk mewujudkan as-salam, as-salamah, al-salah, dan al-ihsan, yakni perjuangan untuk mewujudkan perdamaian, kesejahteraan, dan perbaikan kualitas hidup sesuai ajaran al-Qur’an. Al-Qur’an menegaskan cara untuk melaksanakan jihad di jalan Allah, yakni dengan harta dan jiwa (nafs, anfus) dan dengan ilmu agama yang dapat mengajak kepada kebaikan.

Demikianlah pengertian dan perdebatan Islam dan radikalisme yang selalu disandarkan dengan Islam. Dengan penjelasan di atas dapat dimaknai bahwa Islam di sini dimaknai dengan Islam yang berbentuk sifat, makna dasar. Semoga kita dapat terus menyebarkan kebaikan dengan cara yang Allah ridai.

Ulfah Nur Azizah
Ulfah Nur Azizah
Mahasiswi Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Pegiat Kajian Keislaman dan Al-Qur'an, dan Muballigh Koordinasi Dakwah Islam DKI Jakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru