26.2 C
Jakarta

Membendung Dakwah Khilafah Di Era Digital

Artikel Trending

KhazanahMembendung Dakwah Khilafah Di Era Digital
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dakwah tidak saja gencar di tempat-tempat pengajian, dan majelis ta’lim. Pun dakwah milenial pada era digital ini mulai berkembang, masyarakat membutuhkan digitalisasi dakwah rahmah daripada dakwah khilafah yang hanya merusak akal generasi milenial dan masyarakat.

Dakwah digital saat ini lebih banyak menyampaikan pesan-pesan yang membuat masyarakat terprovokasi, dan penuh ujaran kebencian. Sehingga potensial masyarakat cenderung intoleran. Sikap intoleransi ini tidak hanya dalam perbedaan keyakinan, tetapi terkadang yang seiman pun mengalami hal serupa.

Intoleransi sumbernya tidak hanya dari kaum minoritas (non-muslim). Sumbernya lebih banyak muncul dari kaum mayoritas (muslim) yang berdakwah menggunakan agama di era digital, baik menggunakan media sosial berupa WhatsApp, Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube.

Media sosial ini menjadi sarana gerakan dakwah mendukung khilafatisme. Khilafatisme adalah paham ideologi pemerintahan Islam (Islamic state), tatanan negaranya menerapkan syariat Islam. Dakwah yang menggunakan gerakan mendukung ideologi khilafah merupakan dakwah yang mendekati kekerasan.

Kekerasan atas nama agama banyak dimunculkan oleh gerakan khilafatisme. Gerakan berideologi khilafah yang disandang dan dikampanyekan secara luas oleh para pengikut, pendukung, dan simpatisannya secara cepat mampu menarik dukungan kaum muslim di berbagai belahan dunia.

Secara motif politik, gerakan pendukung khilafah Islamiyah. Di antaranya, ISIS (Islamic State of Iraq and Syria), Jamaah Islamiyah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Front Pembela Islam (FPI). Gerakan yang mereka dakwahkan adalah “La hukma illa lillah” tidak ada hukum selain hukum Tuhan.

Adagium itu mendasari gerakan mereka yang hendak menerapkan syariat Islam di bawah sistem khilafah, sistem itu tidak menjamin sepenuhnya keamanan suatu agama. Bagaimana ingin menjamin negara? Sehingga tidak semua sistem awal mulanya mendatangkan kemaslahatan bagi umat beragama.

Negara hendak menerapkannya (syariat-khilafah) walau seperti Indonesia populasinya mayoritas muslim. Keinginan gerakan mereka bisa saja timbul kecemburuan sosial antara di antara hubungan umat beragama, karena tidak hanya muslim yang ada di Indonesia. Akan tetapi, dari golongan non-muslim.

Dakwah Gerakan Khilafah

Mengutip tulisan Khamami Zada (Islam Radikal: Pergulatan Ormas-ormas Islam Garis Keras di Indonesia, 2002). “Gerakan Islam yang berorientasi kepada pemberlakuan syariat sebagai Islam fundamentalis, yang ia tunjukkan dengan gerakan Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jama’ati Islami, dan Islamic Salvation Front (FIS).” [181]

Gerakan yang berkeinginan adanya penerapan syariat Islam di Indonesia tidak serta merta dari struktur politik, tetapi juga secara legalitas. Adapun formalisasi syariat ini mengharuskan revolusi dari ideologi Pancasila ke ideologi khilafah yang diamanahkan mengelola tatanan agama dan negara.

Dakwah yang dikembangkan oleh gerakan khilafah terkonotasi paham kekerasan karena adanya revolusi ideologi. Sehingga banyak penelitian menyebutnya terpapar radikalisme dan esktremisme, awal mulanya disebabkan oleh dakwah yang bisa timbul intoleransi, dan perpecahan.

BACA JUGA  Filter Bubble: Penyebaran Radikalisme Dunia Maya yang Harus Diwaspadai

Media sosial seperti WhatsApp, Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube, menjadi sarana bagi gerakan-gerakan ekstrem dan radikal menyebarkan dakwah keagamaan dengan menyalahkan orang lain yang tidak sependapat. Realitas ini banyak dijumpai di setiap pengguna media sosial.

Kehadiran gerakan dakwah khilafah di era digital bukan persoalan menentang agama Islam. Melainkan karena Islam tidak memaksakan konsep bernegara harus mentaati agama, tetapi bagaimana negara menjaga keamanan agama dari ideologi transnasional (khilafah) yang dinilai ekstrem dan radikal.

Menterjemahkan khilafah tidak hanya dimaknai politik praktis sebagai kepemimpinan institusi negara. Khilafah di Indonesia dimaknai perubahan politik ideologis yang bisa menjadi ancaman bagi Pancasila yang dikampanyekan oleh gerakan masyarakat. Di Indonesia, ada Hizbut Tahrir Indonesia.

Meluruskan Dakwah

Dakwah merupakan persoalan yang tidak lepas dari jihad keagamaan. Secara definitif teori dakwah lebih banyak mengajak masyarakat kepada kebaikan, mengayomi agar bisa hidup rukun, damai, dan menerima perbedaan sebagai wujud toleransi masyarakat majemuk.

Dakwah gerakan khilafah yang intoleran, ekstresm dan radikal nyata tidak menumbuhkan solusi. Apalagi mereka berkeinginan perubahan ideologi negara, sikapnya merupakan kesalahan besar bagi masyarakat Indonesia yang mempunyai nasionalisme dan meyakini Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa dan agama.

Jihad keagamaan mereka hanya berawal dari nafsu yang tidak mampu dikendalikan. Firman Allah SWT “Dan aku tidak merasa bebas dari kesalahan, karena sesungguhnya diri ini cenderung menyeru kepada keburukan, kecuali yang dirahmati Tuhanku”. Kerahmatan hidup umat Islam yaitu persatuan.

Perpecahan awal mulanya berangkat dari kesalahan nafsu yang terlihat intoleran, ekstrem dan radikal. Ujian dakwah dan jihad paling besar tidak hanya membuat kerusakan dan hubungan orang lain terpecah belah, serta dilandasi hawa nafsu. Akan tetapi, dakwah dan jihad harus dilandasi hati nurani.

Menarik kesimpulan ini negara akan terbebas dari gerakan dakwah yang menyerukan penerapan khilafah, karena intoleransi, ekstremisme dan radikalisme khilafah hanya bisa dibendung melalui gerakan dakwah digital yang mengarah kepada persatuan, dan perdamaian yang rahmatan lil ‘alamin.

Masyarakat butuh pencerahan dari seorang pendakwah yang moderat, berpihak kepada toleran perbedaan, menjadikan hubungan Islam dan agama lain sebagai rahmat bagi kehidupan alam semesta. Persoalan ini adalah misi kenabian yang harus didakwahkan untuk meluruskan kaum jihadis, ekstremis dan radikalis.

Adanya moderasi beragama melalui dakwah media sosial seperti WhatsApp, Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube sangat membantu masyarakat, agama, dan negara menangkal ideologi-ideologi ekstremisme,  dan radikalisme khilafah yang datang dari luar.

Oleh: M. Aldi Fayed S. Arief

Penulis, adalah Pemerhati Keislaman, dan Alumni Pondok Pesantren at-Taqwa Pusat Putra, Bekasi.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru