27.4 C
Jakarta

Membebaskan Pancasila dari Narasi Khilafah

Artikel Trending

Milenial IslamMembebaskan Pancasila dari Narasi Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Diskursus khilafah tidak pernah hilang dari permukaan, narasi thaghut kerapkali muncul dari kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kepentingan politik. Pemilu menjadi momentum tepat bagi kelompok mereka yang mendukung ideologi transnasional, sehingga dalam perspektif mereka politik dinilai ada hubungannya dengan agama.

Persoalan politik dan agama, sebenarnya ada pada konteks yang berbeda. Jika ada sebagian kelompok yang menyamakan kedudukan politik dan agama tidaklah tepat, bahkan modus operandinya tidak ada lain. Kecuali, untuk mengganti ideologi negara Pancasila dengan khilafah, dan menegakkan syariat Islam di bawah kepemimpinannya.

Demokrasi dan Pancasila sebagai sistem dan ideologi final merupakan hasil produk ijtihad para pendiri bangsa, dan para ulama. Namun, sistem dan ideologi tersebut menimbulkan kontradiktif di antara umat beragama di Indonesia, terutama bagi kaum mayoritas (muslim) semata-mata persoalan khilafah mewajibkan ketaatan minoritas.

Organisasi masyarakat tergolong kelompok yang memiliki agenda sosial, budaya, dan keagamaan. Salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai Ormas yang teridentifikasi memiliki agenda keagamaan hingga agenda politik sebagaimana mendorong penegakan ideologi khilafah Islamiyah di Indonesia.

Tidak hanya HTI, ada ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Di tengah agenda keagamaan mereka. Politisasi dalil khilafah seringkali digunakan pada momentum politik di Indonesia, sedangkan politik dan agama bukan sumber yang berkitan. Akhirnya, mereka mencerminkan kelompok yang lebih cenderung konservatif, fundamentalis, ekstrem, dan radikal.

Di sisi lain, ideologi kelompok pejuang khilafah itu menilai sistem demokrasi dan ideologi Pancasila adalah thaghut. Narasi khilafah, thaghut, dan kafir adalah persoalan yang problematik di kalangan kita. Sesungguhnya mengganggu situasi-kondisi kedamaian dan kemajemukan kita yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan Islam moderat.

Karena itu, narasi-narasi yang sifatnya ekstrem dan radikal merupakan bahaya besar bagi negara kebangsaan (nation state) yang mayoritas muslim. Aspirasi mereka atas tegaknya negara Islam hanya mendatangkan malapetaka, kehancuran, kebencian, dan perpecahan di antara persaudaraan kemanusiaan dan kebangsaan.

Politisasi Narasi Khilafah

Akhir-akhir ini, diskursur khilafah memang rentan menjadi perhatian pemerintah dalam rangka untuk menjaga keamanan dan kedamaian bangsa. Perhatian ini, karena kelompok berideologi khilafah potensial memicu lahirnya paham hingga agenda-agenda radikalisme dan ekstremisme agama di kalangan masyarakat.

BACA JUGA  Riak-riak Kaum Radikal-Populis di Tengah Putusan MK

Politisasi dalil khilafah masif kita jumpai di Suriah dan Iraq. ISIS jelas-jelas menggunakan dalil agama hanya untuk menciptakan kekerasan, kerusakan, kejahatan dan keburukan. Mungkinkah agama atau Islam sekalipun pernah mengajarkan kekerasan atas nama agama? Tentu tidak, apalagi agama Islam itu sendiri.

Bagaimana gagasan khilafah yang ditawarkan HTI di Indonesia? Apakah khilafah menjamin sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara tercipta suatu kondisi yang maslahah? Belum tentu, karena sebenarnya Indonesia adalah simbol keteladanan semua negara dalam konteks merajut toleransi dan perdamaian. Bukan kiblat kekerasan.

Lalu, apakah khilafah dapat diterima dengan sesederhana itu? Seharusnya pertanyaan demikian membuat kelompok-kelompok masyarakat yang mengatasnamakan agama kembali dan hijrah atas kesadaran mereka yang sebenarnya tidak rasional dengan apa yang dimimpikan sejak sebelumnya.

Khilafah memang bukan ideologi pemersatu golongan. Namun, hanya dapat memecah belah golongan yang kian bersatu. Meskpun khilafah merupakan konteks dari ajaran syariat Islam. Akan tetapi, Islam sendiri tidak mewajibkan orang lain untuk mentantaati kita. Persoalan ini tentu dapat berdampak pada kaum minoritas (non-muslim) jika diterapkan di Indonesia.

Pengamalan Pancasila

Di tengah maraknya penggunaan politisasi dalil agama oleh ISIS dan HTI, pemerintah perlu melakukan beberapa langkah pencegahan. Pertama, pentingnya instansi seperti BPIP, BNPT, Polri, dan Kementerian terkait untuk memberikan penyuluhan nasionalisme pada masyarakat setempat, kalaupun perlu seluruh daerah yang rawan konflik agama.

Kedua, mendorong penguatan ideologi Pancasila melalui agenda sosialisasi kemasyarakatan yang melibatkan tokoh lintas agama. Ketiga, peran lembaga pendidikan untuk sosialisasi penanggulangan ideologi yang terpapar paham radikalisme dan ekstremisme. Paling tidak, semua dapat berperan dalam pelaksanaannya.

Pengamalan Pancasila perlu diyakini mampu menjadi solusi untuk menangkal ideologi khilafah dan narasi thaghut yang merajalela di Indonesia. Alhasil, adanya praktik pengamalan terhadap nilai-nilai Pancasila tersebut dapat membuat masyarakat menyadari. Bahkan, kelompok yang mendukung ideologi transnasional ini seharusnya sadar dan berhijrah pada ideologi dan pemahaman bernegara yang sebenarnya.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru