29.7 C
Jakarta
Array

Membangun Tradisi Gila Literasi, Tugas Siapa?

Artikel Trending

Membangun Tradisi Gila Literasi, Tugas Siapa?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Kecanggihan teknologi telah membawa perkembangan yang begitu pesat bagi media massa. Kini, jenis media massa tidak hanya cetak ataupun elektronik tapi juga ada media online atau akrab disebut cyber. Disamping itu, tingginya angka pengguna internet di Indonesia membuat informasi apapun dapat dengan mudah disebarluaskan. Bahkan apapun yang di inginkan sangat mudah dicari menggunakan internet.

Kemajuan yang begitu cepat ini ditopang dengan menjamurnya media massa berbasis online. Menjamurnya media massa berbasis digital tentu bukan tanpa alasan dan ujug-ujug sengaja diadakan tanpa sebab yang pasti. Kehadiran media online dimaksudkan agar pembaca dapat mengakses berita atau apapun yang berbau jurnalistik dengan mudah. Disisi lain dengan menjamurnya media online memungkinkan semakin terbukanya peluang bagi penulis pemula untuk berkontribusi aktif memberikan gagasannya.

Maka, perlu untuk memberikan respon positif terhadap kemajuan teknologi informasi. Setidaknya media yang berkembang bisa di jadikan wadah untuk menebar pengetahuan sebagai salah satu upaya pencerdasan kehidupan bangsa. meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa media online juga bisa digunakan untuk penyebaran kebencian atau konten negatif lainnya.

Baca juga:

Menjadi Santri yang Melek Literasi

Adanya penyebaran berita hoax bisa jadi hanya satu bukti bahwa media juga bisa menjadi wadah yang membawa dampak negatif. Dampak dari berita hoax sangat jelas untuk merusak nama baik seseorang, golongan/organisasi bahkan yang lebih parah jika meruntuhkan kesatuan bangsa. Namun dititik inilah idealisme dan nasionalisme sebenarnya diuji. Mengapa demikian, karena jika tidak memulai menebar pengetahuan atau kebaikan melalui tulisan sejak dini, sama artinya kita memberikan pintu masuk untuk pembodohan melalui berita hoax ataupun sejenisnya.

Tindakan-tindakan menulis progresif dan produktif perlu mulai dilakukan sejak sekarang, dengan tetap berpegang teguh pada prinsip jurnalisme dan nilai-nilai toleransi. Berpegang teguh pada prinsip dan nilai tersebut diharapkan mampu menjaga independensi penulis sekaligus menghantarkan penulis pada proses transfer pengetahuan yang mencerdaskan.

Mahasiswa dan Tanggungjawab Membangun Literasi

Jika boleh jujur, meski perkembangan media yang begitu pesat namun budaya literasi kita masih rendah. Terlihat dnegan rendahnya minta baca masyarakat kita. Minat baca yang rendah tentu berimplikasi pada minat menulis ynag rendah, karena membaca dan menulis merupakan satu kesatuan yang padu. Sangat memperihantikan, melihat banyaknya manfaat yang didapat dari membaca buku, salah satunya adalah membaca dapat menghantarkan kita pada keluasan pengetahuan. Masyarakat yang minta baca tinggi tidak gampang terprovokasi dan taqlid buta pada sesuatu yang belum teruji kebenarannya.

Lalu siapa yang bertanggungjawab membangun tradisi literasi kita? tentu kita tidak dapat memilih, seluruh masayarkat Indonesia bertanggungjawab membangun literasi kita. Namun penulis merasa perlu ada yang memperbaiki atau membangun minat baca masyarakat kita secara komitmen dan konsisten. Siapa lagi kalau bukan sosok manusia yang mempuyai idealisme tinggi, mahasiswa.

Mahasiswa memiliki citra intelektual yang mumpuni yang disebabkan dunia kemahasiswaan tak pernah jauh-jauh dari dunia tulis menulis. Bisa kita lihat dari kebiasaan mahasiwa yang tak pernah jauh-jauh dari makalah dan tugas yang berkaitan dengan kepenulisan lainnya. Keseharian mahasiswa juga tak pernah lepas dengan buku dan perpustakaan.

Mahasiswa juga dipercaya mempunyai idealisme dan intelektualitas yang mumpuni sehingga dapat memberikan solusi dan  membuat perubahan dalam masyarakat. Sejarah telah mencatat bagaimana mahasiswa selalu ikut andil dalam perubahan bangsa, dari pra-kemerdekaan sampai reformasi sekarang ini.

Idealisme, intelektualitas dan kedekatan dengan dunia tulis menulislah yang membuat penulis yakin mahasiswa dapat menanggung beban mewujudkan “tradisi gila literasi” masyarakat Indonesia. Meskipun kehidupan mahasiswa yang glamour dan apatis dapat menjadi racun kemandekan “tradisi gila literasi” kita, namun ini adalah soal lain yang bisa disingkarkan perlahan-lahan.

Banyak cara yang dapat dilakukan mahasiswa untuk membangun “tradisi gila literasi” baik dalam internal kampus maupun di masyarakat luas. Di dalam kampus mahasiswa dapat melakukannya dengan meningkatkan minat baca-tulis dan diskusi mahasiswa melalui lokus-lokus diskusi yag ada. Mahasiswa juga dapat melakukan pelatihan, workshop, atau lomba kepenulisan untuk menambah pengetahuan sekaligus komitmen mahasiswa untuk menggeluti duni tulis-menulis.

Lalu, apa yang dapat dilakukan mahasiswa untuk membangun budaya literasi dalam masyarakat? Tentu banyak, membuka perpustakaan desa dari buku-buku sumbangan mahasiswa adalah salah satunya. Bisa juga membuat desa binaan yang diarahkan pada semangat untuk belajar. Dan masih banyak gerakan lainnya yang dapat dilakukan mahasiswa. Intinya, gerakan membangun literasi yang dilakukan sebagai upaya mencerdaskan masyarakat sekaligus menjaga agar perdamaian dan tolerasnsi masyarakat tetap terjaga. Sehingga bukan tidak mungkin NKRI ini benar-benar mampu menjadi aktor perdamaian dunia, lewat literasi.

*Zodikin Zani, Peneliti di LPM Paradigma.
Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru