27.1 C
Jakarta

Membaca Kemesraan ACT dengan PKS, Tegaknya Khilafah Adalah Agenda Utama?

Artikel Trending

Milenial IslamMembaca Kemesraan ACT dengan PKS, Tegaknya Khilafah Adalah Agenda Utama?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Masih ingat dengan Edy Mulyadi, Kader PKS, yang beberapa bulan yang lalu bikin konferensi pers dengan para punggawa HTI ihwal penolakannya atas IKN? Kalau lupa, coba cari dulu di Google dan pahami duduk perkaranya. PKS buang tangan dari Edy, dan partai ini terus melaju. Kali ini, PKS kembali cuci tangan di tengah terkuaknya penggelapan dana oleh petinggi ACT. Padahal, ACT sangat dekat dengan PKS. Media PKS pun banyak mempromosikan ACT, sebelumnya.

Sejujurnya, mengaitkan ACT dengan PKS rentan pelintiran. Pasalnya, hari ini PKS lagi bahan pemberitaan karena menggugat Presidential Threshold 20 persen. Politik Pemilu 2024 menuju panas, dan koalisi Golkar, PAN, dan PPP melalui Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) ditengarai membuka peluang PKS bergabung. Artinya, membahas PKS pasti akan dianggap berkenaan dengan sikap politik praktisnya hari ini, apalagi PKS adalah satu-satunya partai oposisi.

Namun demikian, hendak ditegaskan di awal bahwa bahasan mengenai kemesraan ACT dengan PKS di sini sama sekali tidak berkaitan dengan politik praktis, melainkan politik ideologis keduanya. Terlihat ada kesamaan visi-misi dan agenda besar dari keduanya. Di Twitter, beredar kabar bahwa ACT sebenarnya secara diam-diam jadi penyokong dana PKS, meskipun informasi tersebut belum diketahui kebenarannya. Benarkah ACT dan PKS itu antek-antek Ikhwanul Muslimin juga demikian.

Yang jelas indikasinya ada. Misalnya, suaraislam.id, situs web pimpinan Muhammad Al Khaththath, Sekjend Forum Umat Islam (FUI), yang menjadikan M Luthfie Hakim, Munarman, dan Wirawan Adnan sebagai pelindung hukum, sering memuat berita/artikel yang membela ACT. Pada saat yang sama, web tersebut konsisten memuat berita-berita tentang PKS. Bisa disimpulkan, web tersebut adalah milik mereka secara aliansi. Ideologinya sama; islamisme.

Selain itu, ACT sering kali nempel sebagai sponsor dalam berbagai kegiatan PKS. Para petingginya pun memiliki kedekatan khusus. Cerdasnya, jika tidak teliti, kedekatan tersebut tidak kelihatan. PKS seperti menyembunyikan fakta penting, dan ACT sebelum kasusnya viral juga beraksi lihai dan senyap. Tentu saja kedekatan semacam itu bukan kedekatan politis. Dan jika benar kepentingan ideologisnya adalah agenda menegakkan khilafah, bukankah tindakan perlu segera diambil?

Idelogi ACT dan PKS

PKS adalah partai strategis. Suara pemilihnya relatif tinggi, dan jadi satu-satunya partai yang paling digandrungi pemuda. Namun PKS tidak bisa mengeluarkan kandidat capres karena terhalang Presidential Threshold 20 persen—PKS baru sampai sepertiganya. PKS kerap kali dianggap partai medioker, tetapi anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Yang benar adalah bahwa faktor terbesar suara tinggi PKS ialah ideologi yang dianutnya.

ACT kurang lebih sama. Organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan itu ternyata berkaitan secara langsung dengan PKS melalui salah satu manajemen mereka, Sudarman. Ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas ACT. Pada saat yang sama, dalam struktur kepengurusan PKS, Sudarman menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Pertimbangan PKS Wilayah Banten periode 2020-2025. Sudah sejak lama, kemesraan ACT dengan PKS disembunyikan karena takut ideologinya terbongkar.

BACA JUGA  Persatuan Melampaui Kepentingan: Telaah Rekonsiliasi Politik Kebangsaan

ACT dan PKS punya yayasan, namanya Yayasan Rahmatan Lil ‘Alamin, yang beralamat di Kampung Cikundur, Gunungsari, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Yayasan tersebut menaungi Insan Cita Serang Boarding School yang terdiri dari SMPIT, SMAIT dan Pondok Pesantren. Sudarman menjabat sebagai Ketua Yayasan sekaligus Pengasuh Pesantren, sedangkan posisi Pembina dipegang oleh Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini. Semakin jelas, bukan, apa ideologi ACT dan PKS?

Ibnu Khajar, Presiden ACT memang menolak fakta ini. Ia mangkir sekalipun bukti-bukti sudah jelas. Padahal, Jazuli Juwaini sendiri tidak membantah bahwa Sudarman adalah kader PKS. Secara tidak langsung, ia juga membenarkan sama-sama di Yayasan Rahmatan Lil ‘Alamin. Namun, dirinya mengaku baru mengetahui bahwa Sudarman juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas ACT. Semacam ada indikasi bahwa ACT sengaja dibentuk dengan struktur kamuflase.

Artinya begini. PKS itu partai politik. Gerakannya ke arah politik praktis, tetapi ia punya agenda dari nenek moyang mereka: Ikhwanul Muslimin versi Indonesia. Sementara itu, ACT dibentuk sebagai backdoor finansial, yang bahkan diketahui hanya oleh sebagian elite PKS itu sendiri. Karena berasal dari aktor yang sama, pandangan politik dan ideologi yang sama, maka ACT dan PKS sebenarnya sama-sama penganut islamisme. Agendanya khilafah. Karenanya, kemesraan mereka adalah kemesraan ideologis.

Kemesraan Ideologis: Khilafah

Mengatakan bahwa PKS akan menegakkan khilafah jelas akan ditertawakan orang banyak. Sebab, harakah PKS tidak seamburadul HTI, FPI, JI-JAD, dan kelompok islamisme lainnya. PKS menempuh jalur yang sah dan demokratis. PDIP mungkin memblokade gerak PKS karena menyadari potensinya yang besar, sehingga PDIP membuka peluang koalisi asal tidak ada PKS di dalamnya. Sekilas, orang-orang akan melihat itu sebagai perang sekularisme vs islamisme.

Namun itu tidak sepenuhnya bisa dibenarkan. Terlalu jauh untuk berspekulasi karena politik selalu dinamis. Yang hari ini koalisi, besok bisa oposisi. Dalam berteman pun, para partai didasari kepentingan pragmatis sehingga koalisi pun sebenarnya di bagian luar saja. Tetapi berbeda dengan itu, kemesraan ideologis akan kekal, sekalipun publik tidak mengetahui kemesraan itu. Ini yang ditampilkan ACT dan PKS. Keduanya tidak pernah saling klaim mesra, namun yang terjadi dalam rekam jejaknya?

Justru sangat mesra. Apakah khilafah menjadi agenda bersama? Tidak, untuk sekarang. Paling banter keduanya bergerak sesuai kemampuannya masing-masing. ACT akan fokus dalam donasi kemanusiaan, dan sesekali memanfaatkannya untuk keberlangsungan islamisme global, seperti mendukung teror dan sejenisnya. PKS akan fokus dalam partai politik, dan menggaet suara umat Islam sebanyak-banyaknya. Kelak, ketika tujuannya sama-sama berhasil, baru kemesraan ideologis tadi berlanjut.

Agenda khilafah adalah agenda terakhir. ACT maupun PKS masih jauh ke arah itu. Meskipun begitu, keduanya akan konsisten dalam khitah organisasi dan ideologinya. Publik bebas mau percaya atau tidak tentang islamisme yang bersemayam di jantung ACT dan PKS. Yang jelas, mereka tidak sepolos dan sebersih yang terlihat dan terharapkan.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru