27.1 C
Jakarta

Membaca Buku Felix Siauw, Wajibkah?

Artikel Trending

EditorialMembaca Buku Felix Siauw, Wajibkah?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada Rabu (03/09) Dinas Pendidikan Bangka Belitung secara resmi menerbitkan surat instruksi kepada seluruh kepala SMA/SMK agar seluruh siswa wajib membaca dan merangkum buku Muhammad Al-Fatih 1453 karya Felix Siauw. Selang sehari, Kamis (01/10), dinas pendidikan terpaksa membatalkan surat anjuran tersebut karena menuai protes (mediaindonesia.com).

Protes itu muncul karena banyak pihak yang menilai buku tersebut sebuah agenda khilafahisasi di ranah pendidikan, dan Felix Siauw selaku penulis buku ini masih terikat menjadi anggota gerakan transnasional eks Hizbut Tahrir Indonesia. Sehingga, dewasa ini ia masih sangat istiqamah dan eksis berbicara terkait konsep khilafah ala minhajin nubuwwah versi eks HTI.

Sementara gerakan mereka dilarang di Indonesia karena ingin membangkitkan kejayaan Islam melalui jalur politik yang sesungguhnya menjadi ancaman terhadap Pancasila. Buku Muhammad Al-Fatih 1453 karangan Felix Siauw memang memuat ragam kisah tentang seorang tokoh Islam yang menjadi alat vital bagi mereka untuk menghancurkan negara bangsa.

Felix Siauw sendiri mengakui tujuan menerbitkan buku tersebut memotivasi pembaca di kalangan kaum muslim, dan mengajak kaum muslim untuk meneladani sosok yang ahli geografi dan politik (07/10). Dengan pengakuannya, siapa pun dengan mudah membongkar kedok-kedoknya bahwa ia ingin eks HTI menjadi kelompok Islam radikal yang pandai berpolitik.

Selain buku Muhammad Al-Fatih 1453 memicu penolakan keras di daerah Bangka Belitung, juga penulis, Felix Siauw pernah ditolak pada saat hendak mengisi taushiyah atas undangan Komunitas Muallaf di Belitung. Dan, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Cholil Nafis mendukung penolakan yang dilakukan MUI Babel (15/11).

Peristiwa tersebut patut disesalkan oleh banyak kalangan, sebab, sudah dua kali terjadi kesalahan. Bagaimana mungkin jika penulisnya, Felix Siauw mantan aktivis eks HTI ini pernah mengalami kejadian yang serupa. Apalagi sampai para siswa dituntut wajib membaca buku karangannya?. Sungguh kejadian fatal tersebut bisa menjadi bom generasi khilafah.

Menolak Buku Felix Siauw

Pun dukungan kuat untuk menolak buku itu datang dari Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah. Ia tegas menilai instruksi dinas pendidikan Babel kontroversial karena penulis buku tersebut merupakan tokoh organisasi berideologi khilafah yang telah dibubarkan oleh pemerintah. Sehingga, instruksinya dianggap bertentangan dengan Pancasila (republika.co.id).

Ia mengatakan masih banyak tokoh pada masa lalu yang bisa dijadikan keteladanan para siswa, misalnya pahlawan nasional. Apa kurangnya ketokohan Pengeran Diponegoro, Teuku Umar, KH. Hasyim Asy’ari, Bung Karno, Bung Tomo, atau ketokohan Jenderal Soedirman? Kisah-kisah keteladanan mereka lebih punya alasan untuk siswa/siswi wajib membacanya.

BACA JUGA  Strategi Kontra-Radikalisasi Berbasis Keadilan Hukum

Buku Muhammad Al-Fatih 1453 dan Felix Siauw menjadi titik terang karena berafiliasi dengan paham khilafah yang dianut eks HTI. Untuk itu, setiap lembaga pendidikan di Indonesia perlu tindakan detail dan jernih. Agar tidak sembarang mewajibkan baca buku sejarah atau kisah tokoh tertentu yang berpotensi menumbuhkan benih-benih khilafah ala eks HTI.

Ketua Lembaga Pendidikan Maarif PWNU Babel Muhammad Nur Fauzan mengatakan, tindakan yang dilakukan Dinas Pendidikan Babel menggambarkan upaya secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam menumbuhkan ideologi khilafah versi eks HTI melalui lembaga pendidikan. Sehingga, kami mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut kasus ini dan memproses secara hukum pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini (mediaindonesia.com).

Kebijakan Dinas Pendidikan Bangka Belitung ini menjadi peringatan tegas bagi dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia supaya tidak terjadi lagi, dengan Felix Siauw menginspirasi Muhammad Al-Fatih bisa saja akan ada Muhammad Al-Fatih kedua yang muncul di Indonesia dan menjadi penakluk Pancasila dan NKRI. Hal ini sebuah bacaan yang menjadi kenyataan.

Bacalah Buku Pahlawan Nasional

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti (03/10), ia mengatakan sudah menerima laporan dari masyarakat terkait kebijakan tersebut. Program yang diinisiasi Disdik Babel bermaksud baik yaitu untuk mendorong budaya membaca siswa. Namun, seharusnya mereka mampu membuat daftar buku yang memperkuat kesatuan-persatuan, menyemai keberagaman dan memupuk kecintaaan pada negara (tempo.co).

Ia secara tidak langsung mempertegas bahwa membaca buku Felix Siauw bukanlah sebuah kewajiban dan tidak menanggung beban dosa, namun sebaliknya, justru siswa sebaiknya dituntut membaca buku-buku yang bersentuhan dengan sejarah keindonesiaan, buku terkait kisah pahlawan nasional, dan literatur yang berkaitan dengan wawasan kebangsaan.

Pun pemerintah punya kewenangan melalui lembaga pendidikan dan institusi terkait untuk mewajibkan seluruh siswa/siswi untuk membaca literatur sejarah pahlawan nasional, atau sejarah 9 tokoh yang merumuskan Pancasila sebagai ideologi negara. Maka dari itu, literatur sejarah tentang pahlawan nasional sangat lebih penting daripada buku Felix Siauw itu sendiri.

Dan literatur soal sejarah dan keteladanan pahlawan nasional bisa dijadikan materi wajib siswa/siswi, hal itu sangat berguna untuk memperkenalkan pahlawan nasional yang ikut berjuang demi kemerdekaan negara republik Indonesia. Kebijakan seperti inilah yang sangat ditunggu-tunggu kedepannya, setidaknya langkah ini bisa menggantikan buku Felix Siauw.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru