27.9 C
Jakarta
Array

Memaknai Kembali Isra Miraj

Artikel Trending

Memaknai Kembali Isra Miraj
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sudah lazim kiranya diselenggarakan perkumpulan pada malam-malam tertentu dalam rangka memperingati dan menghidupkan kembali spirit sejarah. Sebut saja Maulid Nabi Muhammad saw, peringatan Isra Miraj, malam Nishfu Syaban, peringatan Hijrah, dan peringatan nuzulul quran. Memang memperingati rentetan sejarah tersebut tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pensyariatan dalam Islam. Sehingga bisa dikatakan, hal-hal tersebut bukan sunah dan tidak disyariatkan. Namun juga hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama (baca: ushuludin).

Perbedaan pendapat ulama mengenai kepastian waktu dan tanggal peristiwa-persitiwa bersejarah di atas tidak berarti mengurangi keutamaannya dan tidak mempengaruhi kebatilan peringatan peristiwa-peristiwa agung itu. Yang terpenting adalah memanfaatkan momen berkumpulnya orang banyak dengan memberikan nasehat dan arahan-arahan keagamaan. Sebab berkumpulnya kaum Muslimin untuk berzikir kepada Allah swt dan cinta Rasul saw sudah cukup untuk mengundang ‘hujan’ rahmat dan fadhl dari Allah swt. Setiap perkumpulan yang diniatkan lillahi taʻâla tentu akan diterima Allah swt meskipun waktunya tidak tepat. Memang perkumpulan itu bukan ibadah yang dibatasi waktu dan cara tertentu. Akan tetapi peringatan-peringatan di atas merupakan tradisi baik sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya.

Membaca lagi sejarah sangatlah penting. Al-Quran sebagai pedoman hidup telah memulainya. Meski dengan sangat ringkas sejarah Isra Miraj Nabi Muhammad saw juga diulas oleh Al-Quran (QS al-Isra’ [17]: 1 & QS al-Najm [53]: 1-18), sekaligus sebagai bantahan terhadap orang-orang yang tidak mempercayai peristiwa tersebut.

Semua ulama sepakat jika Isra Miraj terjadi setelah Nabi Muhammad saw dilantik menjadi Nabi. Namun mereka berbeda pendapat mengenai tahun dan bulannya. Ada yang mengatakan setahun sebelum hijrah hingga lima tahun sebelumnya. Mengenai bulan ada tiga pendapat; Rabiul Awwal, Rajab –paling populer- dan Ramadan. Peristiwa Isra Miraj terjadi pada malam Senin seperti hari kelahiran Rasul saw.

Mengenai cara Nabi Muhammad ber-Isra Miraj, ulama bersepakat bahwa peristiwa tersebut dialami oleh ruh dan jasad beliau dalam keadaan sadar bukan mimpi. Dalilnya cukup kuat dari Al-Quran maupun hadis. Jika peristiwa tersebut terjadi dalam mimpi tentu akan mengurangi kemukjizatan Isra Miraj. Di samping itu, jika Isra Miraj hanya mimpi, orang-orang Musyrikin yang hidup sezaman dengan peristiwa itu tentu tidak akan mendustakannya.

Berbicara Isra Miraj tentu tidak akan terlepas dengan yang namanya Buraq. Seakar dengan al-barq ­yang berarti kilat dan al-barîq yang bermakna putih, Buraq yang berwarna putih memiliki kecepatan luar biasa. Sebenarnya bisa saja Allah swt dengan kekuasaan-Nya meng-Isra-Miraj-kan Nabi Muhammad saw sekejap mata tanpa Buraq. Kendaraan Buraq ini disiapkan Allah swt untuk menyambut tamu teragung, yakni Nabi Besar Muhammad saw. Analoginya seorang raja jika mengundang tamu kehormatan pasti akan menjemputnya dengan kendaraan yang mewah.

 

Nilai yang bisa diambil dari peristiwa Isra Miraj ini sangat banyak. Salah satu yang paling utama adalah diwajibkannya shalat yang awalnya lima puluh waktu diberi keringanan menjadi lima waktu saja. Tentu cara mensyukuri peristiwa hebat ini adalah dengan memperingatinya setiap tahunnya dan melaksanakan shalat lima kali setiap harinya. Karena shalat merupakan Miraj secara ruhani bagi umat Muhammad saw. []   

Diringkas dari Al-Anwar al-Bahiyyah min Isra’ wa mi’raj Khair al-Bariyyah karya Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru